Ngamprah, 23/10 (ANTARA) - Asosiasi Penambang Batu di Kawasan Karst Citatah Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jabar, berharap agar pemerintah juga mempertimbangkan solusi untuk kepentingan manusia disamping pelestarian alam, karena terdapat sekitar 10.000 pekerja yang menggantungkan hidupnya dari penambangan batu di kawasan itu.
Pengusaha mendukung upaya pelestarian dengan penutupan aktivitas di Citatah pada titik-titik pertambangan yang memang berada di atas lahan pemerintah seperti di Gunung Manik, Pabeasan, Pawon, dan Karang Panganten, kata Sekretaris Asosiasi Penambang Batu KBB Husaini kepada wartawan, Sabtu.
"Bagi area penambangan yang di luar wilayah itu, kami minta untuk dibiarkan atau ditunda dulu karena kami sudah lama bergantung dari penambangan ini. Atau pemerintah bisa memberikan solusi yang lain bagi kami agar tetap bisa hidup," kata Husaini.
Dia berharap, pemerintah bisa menepati janji solusi ketika terjadi penutupan aktivitas pada titik pertambangan. Jangan sampai, janji manis yang dilontarkan Pemkab Bandung Barat saat penutupan pertambangan di Gunung Masigit terulang.
Menurutnya, sebetulnya para buruh tambang borongan ini kecewa dengan zonasi yang menghilangkan titik galian yang masih banyak menyimpan potensi galian. Mereka setuju dengan Perbup nomor 7 tahun 2010 tentang Pelestarian Cagar Alam seperti Gua Pawon, Pabeasan dan Gunung Manik. Namun, jika melebar akan merugikan para pekerja tambang karena kehilangan mata pencaharian.
"Kita setuju dengan upaya pemerintah yang akan menyelamatkan lingkungan, tetapi juga harus memikirkan nasib para penambang. Karena kami juga warga yang harus mendapatkan perhatian dan pelayanan," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Kesatuan Aksi Aliansi Pekerja dan Pekerja Penambang Kawasan Karst Citatah, Bawit Umar meminta, agar Pemprov Jabar memberikan solusi nyata bagi para pengusaha dan ribuan pekerja pertambangan di kawasan Karst Citatah KBB sebelum menutup secara luas aktivitas pertambangan di kawasan perbukitan kapur itu.
Penutupan secara total tanpa solusi, meskipun atas nama pelestarian, dinilai akan menimbulkan masalah besar karena sama dengan memutus kehidupan puluhan ribu manusia yang selama bertahun-tahun menggantungkan hidup dari Karst Citatah.
"Kami mendukung pelestarian Karst Citatah, tapi upaya penyelamatan manusia jangan sampai dianggap remeh. Silakan Karst Citatah ditutup, asalkan pemerintah mampu memberikan solusi nyata bagi ribuan pekerja dan anak istrinya. Pemerintah harus menyediakan pekerjaan pengganti dengan penghasilan yang layak bagi para pekerja di wilayah karst," kata Bawit.
Menurut dia, saat ini, terdapat sedikitnya 113 perusahaan pertambangan skala kecil, menengah, dan besar yang beroperasi di kawasan Karst Citatah, yakni di dua kecamatan, yaitu Padalarang dan Cipatat. Perusahaan tersebut beroperasi menambang di Desa Cipatat, Gunungmasigit, Citatah, Tagogapu, serta Padalarang dengan jenis usaha pertambangan batu, kapur, marmer, tepung batu, dan kalium. Jumlah pekerja dari penambang batu sampai sopir, menurut Bawit, bisa mencapai lebih dari 10.000 orang.
"Tidak ada yang salah jika pemerintah ingin menutup Citatah, tapi harus diperhitungkan juga dampak untuk 10.000 pekerja. Pemerintah silakan sediakan dulu pekerjaan pengganti," pungkasnya.***3***
PENAMBANG BATU CITATAH MINTA SOLUSI ALIH PEKERJAAN
Senin, 25 Oktober 2010 7:39 WIB