Jakarta (ANTARA) -
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri memaparkan kronologi Universitas Pertahanan (Unhan) RI hendak memberikan gelar profesor kehormatan kepada presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri.
Rokhmin Dahuri dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa semua berawal pada bulan November tahun 2020.
Saat itu, lanjut dia, beberapa guru besar membahas terkait dengan usulan pemberian gelar profesor kehormatan tersebut.
"Mereka lantas bertindak sebagai promotor," ujar pemegang gelar profesor kehormatan dari Mokpo National University Korea Selatan ini.
Gagasan tersebut kemudian dibahas oleh Rokhmin Dahuri dan Hasto Kristiyanto (Sekjen PDI Perjuangan) bersama para guru besar di Jakarta.
Para guru besar itu menyampaikan gagasan dan usulan agar Unhan menganugerahkan profesor kehormatan (guru besar tidak tetap) kepada Megawati. Setelah usulan tersebut disetujui oleh Sidang Senat Guru Besar Unhan, disampaikanlah usulan itu kepada Megawati Soekarnoputri.
"Saat itu disampaikan tiga alasan," kata Rokhmin.
Pertama, Megawati dianggap memiliki dan menguasai tacit knowledge tentang Ilmu Pertahanan, khususnya bidang kepemimpinan strategis.
Para guru besar itu menilai kualitas itu sudah diaplikasikan dalam berbagai peran publik, yakni saat Megawati menjabat tiga periode anggota DPR, mulai 1984 hingga 1999. Pada saat menjabat wakil presiden pada tahun 1999—2001, dan saat menjadi presiden pada tahun 2001—2004.
"Plus saat menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan sejak 1999 hingga saat ini. Tacit knowledge ini bila diajarkan dan dibukukan bisa menjadi explicit or empirical knowledge yang sangat berguna bagi peradaban manusia. Begitu pemikiran para guru besar," kata Ketua DPP PDIP ini.
Alasan kedua, Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat itu mengatakan bahwa Megawati telah memenuhi semua persyaratan akademis maupun administratif untuk diangkat sebagai profesor kehormatan di Unhan.
"Sudah dicek, semua sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 40 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan/Guru Besar Tidak Tetap pada Perguruan Tinggi," tuturnya.
Hal itu sejalan juga dengan Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 88/2003 tentang Pengangkatan Dosen Tidak Tetap dalam Jabatan Akademik pada Perguruan Tinggi Negeri.
Alasan ketiga, penganugerahan profesor kehormatan ini diharapkan menjadi contoh teladan alias a role model.
Para guru besar menilai kiprah Megawati dapat menjadi motivasi bagi generasi muda penerus bangsa untuk senantiasa berprestasi.
"Generasi muda menyumbangkan kemampuan terbaiknya bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa. Tak ada yang salah dengan niatan itu bukan?" kata Rokhmin.
Berangkat dari situ, Hasto dan dirinya lalu menemui Megawati untuk menyampaikan aspirasi para guru besar itu. Megawati lalu merespons dengan sebuah apresiasi sekaligus penugasan.
Menurut Rokhmin, Megawati meminta Rokhmin dan dirinya untuk mengecek dan mengevaluasi secara serius dengan Rektor dan Senat Guru Besar Unhan tentang apakah penganugerahan profesor kehormatan kepada beliau telah dipertimbangkan matang.
"Jangan sampai ada hal yang tidak sesuai dengan substansi pemahaman terhadap tacit knowledge, dan juga memenuhi seluruh mekanisme dan ketentuan yang ada. Demikian Ibu Megawati menugaskan Pak Hasto dan saya," katanya menjelaskan.
Guna meyakinkan kesungguhan agar memenuhi ketentuan akademis, Rokhmin dan Hasto memaparkan secara khusus tentang kepemimpinan Megawati di hadapan Rektor Unhan.
Setelah itu, politikus PDIP yang juga Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah ikut terlibat. Bersama Hasto dan Basarah, Rokhmin mengajak Rektor Unhan dan tim senat guru besar kampus milik pemerintah itu secara intens memenuhi satu demi satu persyaratan.
Tujuannya untuk memastikan terpenuhinya semua persyaratan penganugerahan profesor kehormatan kepada Megawati.
Di tengah perjalanan proses tersebut, sejumlah profesor dari dalam dan luar negeri memberikan endorsement untuk Megawati.
"Sesuai ketentuan Unhan, harus dituliskan praktik kepemimpinan strategis ketika menangani krisis multidimensi pada tahun 2001—2004; lalu monograph sebanyak 10 buku dihasilkan. Semua berangkat dari pemikiran Ibu Megawati," ujar mantan Menteri Kelautan tersebut.
Baca juga: Megawati kisahkan ayahandanya Soekarno saat naik kuda jinak
Baca juga: Megawati akan resmikan 25 kantor baru PDIP secara daring