Bandung, 12/10 (ANTARA)- Konfrensi Pers, pameran besar seni rupa Bandung bertajuk "Sang Ahli Gambar dan Kawan-kawan" digelar, di Galeri Soemarja FSRD ITB Jalan Ganesha No.10, Bandung, Selasa.
Dalam siaran pers, disebutkan turut mengundang para kurator, seniman, pemilik galery, jurnalis juga mengundang tiga orang putri dari bapak seni lukis modern Indonesia S Sudjojono, yaitu Alexandra Pandanwangi, Germania Menang Djuang dan Mariano Dara Putih dengan moderator Aminudin Siregar dan Bambang Subaernas, berlangsung meriah.
Mengenang 25 tahun kepergiaan pelukis besar S Sudjojono, tidak kurang dari 320 karyanya akan dipamerkan diseluruh galeri bersama karya lebih dari 200 orang seniman Indonesia lainnya yang akan mengiringi dalam merespon dan menafsir karya-karya, pemikiran dan sosok Sudjojono.
Aminudin Siregar mengungkapkan bahwa tajuk frasa "sang ahli gambar" adalah representasi S. Sudjojono, yang ketokohannya dikenal melalui Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia), sementara "dan kawan-kawan" merujuk pada seniman-seniman yang masih aktif dan terlibat dalam pameran yang akan dimulai pada 14 Oktober hingga15 November mendatang yang akan berlangsung di beberapa ruang pamer seni rupa di kota Bandung dan 1 galeri di Jakarta.
Dipilihnya bulan Oktober untuk dimulainya acara ini dikarenakan, pada bulan Oktober berkaitan dengan bulan penyematan S Sudjojono sebagai Bapak Seni Lukis Indonesia Baru. Penyematan ini diberikan oleh Trisno Sumardjo pada 60 tahun yang silam.
Kedua, sekalipun ditemukan beragam versi mengenai hal ini, bulan Oktober berdasarkan arsip-arsip yang ada adalah tahun berdirinya Persagi (Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia), tertulis 23 Oktober 1938. Organisasi para ahli gambar atau seniman pertama di tanah air ini menandai lahirnya kesadaran baru sekaligus sangat menentukan arah seni rupa Indonesia kemudian.
Melalui dalil-dalil S Sudjojono, sebagaimana yang termaktub dalam tulisan-tulisannya, para pelukis baru itu berhasil mendobrak dogma trinitas suci seni lukis pemandangan pada masa kolonial, pohon kelapa, gunung dan sawah. Ketiga sebagai wujud pergerakan semangat sumpah pemuda.
Sementara itu Mariono Dara Putih, mengungkapkan apresiasinya terhadap para seniman yang berpartisipasi dalam kegiatan pameran lukisan. Ia juga mengungkapkan beberapa kenangan ayahnya yang tidak mau menjadi seniman yang setengah-setengah pada teknik melukis , karena ayahnya selalu ingin memberi "Jiwa" pada lukisan-lukisannya,
Seperti ungkapan Sudjojono "Teknik tidak terlalu penting, yang penting adalah pengamatan dan persiapan kehidupan". Karena itulah Mariono, mengakui bahwa ayahnya selalu tidak malas untuk meriset dan membaca buku untuk memperkaya sketsa-sketsa yang ia buat, uniknya setiap sketsa atau lukisan yang ayahnya buat terdapat catatan-catatan kecil didalammnya hal itu menjadi penggambaran sejarah perjalanan tersendiri, ucapnya.***4***