Mengawal program pemerintah bukanlah perkara mudah. Diperlukan berbagai jurus untuk memastikan bahwa visi-misi Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) pada
akhir masa jabatannya dapat terwujud serta dapat mendorong kesejahteraan rakyat.
Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) memikul tugas yang tidak ringan itu.
Dikepalai oleh Kuntoro Mangkusubroto, UKP4 mengemban tugas mengawal terlaksananya program prioritas nasional pemerintah hingga 2014 mendatang.
Ditemui di kantornya, Kuntoro menjelaskan kepada ANTARA bagaimana kiatnya dalam mengawal penjabaran visi-misi pemerintahan SBY-Boediono.
ANTARA: Apakah fungsi dan tugas UKP4?
Kuntoro: Ini unit baru. Satu tahun yang lalu, begitu saya selesai dari Aceh (sebagai Kepala Badan Pelaksana BRR Aceh-Nias, red.), Presiden dan Wapres terpilih waktu itu meminta saya untuk membantu di pemerintahan. Yang pertama, kata Presiden terpilih, "Tolong bantu saya untuk menyiapkan program-program pemerintah hingga lima tahun." Lalu, lahirlah unit ini.
(Program itu) lalu menjadi "Prioritas Nasional". Ada 11 prioritas. Selanjutnya, program itu berturut-turut diturunkan menjadi "Program 100 Hari" (P100H), "Program 5 tahun" (P5T), Rencana Strategis Kementerian, hingga Kontrak Kinerja dan Pakta Integritas Menteri. Inilah hierarki dari sasaran-sasaran.
ANTAN\RA : Bagaimana pengawasan oleh UKP4 atas implementasi "11 Prioritas
Nasional"?
Kuntoro: Lihat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Semua yang tercantum dalam RPJMN itu harus merupakan perwujudan dari prioritas nasional yang notabene adalah terjemahan dari visinya Presiden terpilih.
Setelah itu dibuat, maka kita bangun program-program. Proyek-proyek banyak, ratusan. Dari itu semua, kita pilih mana-mana yang garisnya langsung terkait jelas-jelas dengan visi tersebut. Jadi, anda punya 1.000 proyek, tapi tidak semua proyek itu langsung terkait dengan visi Presiden, kan?
(Pria kelahiran Purwokerto, 14 Maret 1947, itu lantas menjelaskan, UKP4 memilih dan memilah sejumlah program di kementerian/lembaga yang berkaitan langsung dengan visi-misi Presiden dan Wapres. Sejumlah program yang terpilih tersebut kemudian diawasi UKP4 melalui siklus pelaksanaan, pelaporan, monitoring dan verifikasi, serta sidang kabinet sebagai "checkpoint".
Kuntoro menjelaskan pada program 2010 (dinaungi oleh Inpres 1/2010), terdapat 369 rencana aksi (renaksi) terkait. Ia menyebutkan beberapa di antaranya: 16 renaksi di bidang reformasi birokrasi dan tata kelola, 18 renaksi di bidang pendidikan, dan 19 renaksi di bidang kesehatan.
Dalam Inpres 1/2010 disebutkan semua bidang prioritas, yaitu reformasi birokrasi dan tata kelola, pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, infrastruktur, iklim investasi dan iklim usaha, energi, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, daerah tertinggal, terluar, dan pascakonflik.
Selanjutnya, bidang kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi, ditambah dengan prioritas lain di bidang polhukam, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat.)
ANTARA : Parameter programnya bagaimana?
Kuntoro: Digali satu persatu. Untuk tahun ini memang jumlahnya cukup banyak, 369 renaksi. Tapi untuk tahun depan, kita akan ciutkan lagi. Belajar dari pengalaman pada tahun ini, kita tidak bisa lebih dari 300 renaksi agar fokus kita tidak melebar.
ANTARA: UKP4 apakah sudah memberikan laporan menjelang dwibulan ketiga kepada Presiden? Bagaimana tanggapan Presiden?
Kuntoro: Bulan ini, Agustus, adalah bulan terakhir untuk dwibulan keempat.
Saya belum dapat laporan lengkapnya, karena kita semua di sini masih sedang finalkan itu. Belum terima laporan. Mudah-mudahan menjadi lebih baik (dari sebelumnya-red).
Ketika ditanya mengenai implementasi program Pemerintah Pusat di Daerah, terkait koordinasi, Kuntoro mengatakan, Pemerintah Pusat memberikan prioritas pada sinergi Pusat-Daerah. Hal ini ditandai dengan rapat kerja (raker) terakhir yang berlangsung di Istana Bogor sebelum Ramadan, yang menitikberatkan pada isu tersebut.
ANTARA : Dalam bentuk riilnya, sinergi itu bagaimana? Apa hanya sebatas forum pertemuan, atau bagaimana?
Kuntoro: Semuanya. Contohnya, mengapa penyerapan Daerah dari APBD rendah sekali? Mengapa seperti itu? Saling menyalahkan. Yang sana, bilang Jakarta. Yang sini, bilang Daerah. Ini sebuah contoh. Apa ini soal komunikasi? Mungkin ya, mungkin tidak. Apa ini soal peraturan? Mungkin ya, mungkin tidak.
ANTARA: Apa yang dilakukan UKP4 untuk memastikan sinergi ini?
Kuntoro: Di Raker Bogor kemarin Presiden memberikan tugas. Pertama, memperbaiki Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pengadaan barang dan jasa (Keppres 80/2003). Itu sudah ada kemarin, saya pantau.
Kedua, berkenaan dengan bagaimana APBD disusun serta bagaimana kaitannya dengan anggaran. Ketiga, perlunya kerjasama yang betul-betul koordinatif.
Raker Bogor itu adalah pertemuan yang sangat khusus untuk Daerah. Dan sekarang sedang digodok di UKP4, bagaimana semua ini bisa diramu. Diramu, dalam pengertian aturan mana yang berlebihan, aturan mana yang mesti diperbaiki, aturan mana yang mesti ditambahkan.
(Kuntoro mengambil gelar sarjana dengan menempuh pendidikan di Teknik Industri ITB dan lulus pada 1972. Setelah lulus, dia langsung diangkat menjadi dosen di almamaternya. Kemudian Kuntoro meneruskan pendidikannya di bidang "industrial engineering", Stanford University (1976). Lalu mendalami bidang "civil engineering" di universitas yang sama (1977). Ia juga meraih gelar doktor dari ITB (1982) dengan disertasi tentang analisa keputusan.
Ia memulai karir di luar almamaternya ketika menjadi Staf Ahli Menteri Muda UP3DN, Ginanjar Kartasasmita, dan menjadi Pembantu Asisten Admistrasi Menteri Sekretaris Negara, Safaruddin Husada, pada 1984.
Sejak 1988 hingga 1993 ia memimpin BUMN, yaitu PT Tambang Batubara Bukit Asam dan PT Tambang Timah. Pada 1993, ia menjadi Dirjen Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi, dan 1998 ditunjuk menjadi Menteri Pertambangan dan Energi.
Pada 2005 hingga 2009, ia ditunjuk mengomandani Badan Pelaksana BRR Aceh-Nias.)
ANTARA: UKP4 sudah bekerja beberapa bulan ini, sehingga bapak bisa melihat perencanaan hingga pelaporan dari setiap kementerian/lembaga. Sejauh catatan bapak, apa kelemahan-kelemahan kita sehingga target pembangunan tidak tercapai?
Kuntoro: Ada kunci permasalahan, diantaranya tiga hal yang kita catat. Pertama, begitu banyak peraturan, baik peraturan di level Pusat maupun Daerah, yang saling bertabrakan satu sama lain. Inilah yang membuat persoalan menjadi susah sekali di lapangan, yakni pada implementasinya.
Kedua, ada berbagai macam peraturan yang sebetulnya adalah buah dari kebijakan otonomi daerah, yang membuat banyak hal di daerah menjadi tidak jelas siapa pengambil keputusan akhirnya.
Dan, ketiga, adalah mengenai tanah, pembebasan tanah. Pembebasan tanah adalah masalah konkret saat ini, pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
(Pada akhir wawancara yang berlangsung di bekas kantor KPK di bilangan Veteran, Jakarta Pusat, itu, Pak Kun, demikian Kuntoro akrab disapa beberapa koleganya, mengatakan untuk menyelesaikan tiga masalah pokok tersebut. Langkah yang bisa diambil oleh UKP4 adalah, menyelesaikan secara satu-persatu benturan-benturan yang terjadi terkait peraturan tersebut dengan melihat hambatan pada program yang tengah disupervisi oleh lembaga tersebut.
Ia mengatakan, negeri ini, akibat satu dan dua (masalah) tadi, akhirnya menjadi negeri yang "tercekik" oleh peraturan-peraturan yang dibuatnya sendiri.
Ibaratnya, peraturan yang dibuat oleh tangan kanan tidak berkomunikasi dengan tangan kiri, apalagi dengan kaki-kaki kita.) *
(P008/T010)
