Cimahi, 3/12 (ANTARA) - Para peneliti memprediksi pemanfaatan energi minyak bumi hanya bisa dimanfaatkan sekitar satu dasawarsa atau paling lama 22 tahun lagi, jika tidak ditemukan pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy).
"Pemerintah dituntut melakukan pemanfaatan energi alternatif secepatnya dengan cara menemukan potensi energi terbarukan (renewable energy)," kata Iman Permana dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat berada di Kota Cimahi, Kamis.
Menurut dia, karena pemanfaatan energi minyak bumi tinggal tahun lagi, pihaknya meminta masyarakat jangan terlena dengan pemanfaatan minyak sebagai sumber energi.
Dikatakannya, saat ini ada beberapa pemanfaatan energi terbarukan melalui teknologi panas bumi, teknologi gelombang laut, teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin.
Dalam pengembangan energi terbarukan, kata Iman, para pelaku riset tidak pernah melakukan perencanaan. Idealnya, setiap daerah memiliki perencanaan energi daerah sendiri.
Hal tersebut dilakukan sebagai implikasi perencanaan energi Nasional sesuai dengan instruksi Departemen ESDM RI.
Pihaknya juga, dalam waktu dekat akan membangun laboratorium yang ideal sesuai dengan standar laboratorium Eropa yang diberi nama Hydro Competent Center (Hycom) di P4TK BMTI.
"Ke depannya, laboratorium ini akan digunakan sebagai tempat uji kompetensi, riset dan pelatihan," kata Iman, yang juga pimpinan proyek Pengembangan Energi Terbarukan SMK pada Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan, Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri (P4TK BMTI) Departemen ESDM.
Dikatakan, saat ini ada lima perguruan tinggi di Indonesia yang diajak untuk mengembangkan energi terbarukan.
Diantaranya, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Universitas Muhamadiyah (Unmuh) Yogyakarta, Universitas Mataram dan Universitas Cendrawasih Jayapura, dengan Insitut Teknologi Bandung (ITB) menjadi leadernya.
Disamping itu, upaya kerja sama dengan pihak luar yakni Belanda juga sudah ditempuh dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
"Program ini disebut Indonesian Domestic Biogas Program (IDBP) yang akan membangun 8.000 biodigister (alat pengolah kotoran hewan menjadi biogas)," katanya.
Menurut Iman, saat ini kendala pengembangan energi tergantikan, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya ialah masih mahalnya alat penunjangnya (Solar Cel).
"Indonesia belum bisa memproduksi alat pembangkit listrik tenaga surya, yakni colar cel dan harganya pun cukup mahal," kata Iman.
Ia mencontoh, satu unit harga pembangkit listrik tenaga cel yang memiliki kapasitas paling kecil yakni lima watt ialah Rp5 Juta.
Menurutnya, pemanfaatan energi di Indonesia sudah semakin baik. Pemanfaatannya ada yang dibangun secara isolatif (langsung digunakan masyarakat) dan ada juga yang dioptimalkan ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Untuk kondisi Kota Cimahi, kata Iman, pemanfaatan energi bisa melalui teknologi biogas dari kotoran binatang dan biomas dari sampah. Kedua teknologi pemanfaatan energi ini bisa mengurangi penggunaan bahan bakar gas.
"Pada dasarnya semua jenis energi terbarukan cocok diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi memang harus disesuaikan dengan kondisi daerah. Contohnya, Kota Cimahi bisa memanfaatkan energi dengan cara biogas dan biomas," katanya.***3***
Adjat Sudrajat
(U.PK-ASJ/B/M019/M019) 03-12-2009 17:41:05