Jakarta (ANTARA) - Umurnya terbilang sangat muda. Baru 21 tahun pada November 2020 mendatang.
Lahir dari keluarga pasangan TNI Angkatan Laut membuat dia berbeda dengan anak muda seusianya. Dialah Debora Calamita Tirtayasa.
Terbukti, di saat anak-anak muda lainnya bergelut dengan gawai, memainkan gim, tiktok hingga menangis karena drama Korea. Debora malah bergelut di lautan Indonesia, mengambil peran penanggulangan virus corona jenis baru (COVID-19).
Baca juga: Hari Kartini, Menkeu ajak bangsa jadi pahlawan kemanusiaan COVID-19
Lulus Korps Pelaut sekitar lima bulan lalu, Debora memantapkan diri bergabung di KRI Semarang-594. Kapal itu menjadi pusat komando selama proses observasi COVID-19 di Pulau Sebaru kecil, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, 28 Februari-15 Maret 2020.
“Motivasi menjadi prajurit angkatan laut karena melihat orang tua,” kata Debora, beberapa waktu lalu.
Dia lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 2018. Kedua orang tua menginginkan Debora untuk kuliah di perguruan tinggi.
Namun Debora menolak secara halus. Dia lebih memilih mendaftar sebagai prajurit Angkatan Laut (AL) melalui jalur bintara.
Menempuh pendidikan lebih dari setahun, membuat Debora yakin mengabdikan jiwa dan raga untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai seorang wanita, bukan menjadi halangan untuk mengabdikan diri bagi negara. Karena kedua orang tua sudah membuktikan itu sebagai prajurit TNI.
Baca juga: Kartini kekinian, manfaatkan teknologi digital untuk berjuang
Menjadi seorang prajurit tidak mudah. Apalagi bertugas di kapal perang.
Selalu ada suka dan duka yang dilalui sebagai tempaan untuk menjadi lebih baik dan dewasa lagi. Bertugas di Komando Armada I TNI AL, membuat Debora jauh dari kedua orang tua.
“Jauh dari orang tua, karena masih tinggal di Mess Kowal,” ujar Debora.
Terkadang di waktu tertentu, selalu ada pengalaman baru yang didapatkan dalam tugas. Debora menjadi salah satu prajurit wanita dalam operasi pengamanan perairan laut Natuna.
Awal Januari 2020, KRI Semarang-594 merupakan salah satu kapal perang RI yang membantu kapal Badan Keamanan Laut (Bakamla) melakukan patroli sebagai respon kapal China mengklaim kawasan hak berdaulat Indonesia.
Baca juga: Susy Susanti berharap pebulu tangkis putri tingkatkan prestasi
“Sangat senang, jika dapat satu daerah operasi dengan ayah,” kata Debora.
Tugas mengawal observasi ABK di Pulau Sebaru Kecil, menjadi kesempatan kedua bagi Debora bertugas dengan sang ayah, Mayor laut (P) Edy Tirtayasa. Kesempatan tugas bersama saat peringatan tabur bunga setahun kecelakaan pesawat udara Lion Air di Perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat.
“Orang tua berpesan untuk bekerja dengan jujur, bertanggung jawab dan sesuai perintah pimpinan,” kata wanita penyuka fotografi itu.
Dengan tugas dan tanggung jawab sebagai prajurit yang masih besar di masa akan datang, Debora berharap dirinya lebih siap dan matang untuk mengabdikan dirinya bagi bangsa dan Negara Indonesia.
“Saya ingin membuktikan bahwa kaum wanita juga bisa memberikan kontribusi bagi NKRI,” tegas Debora.
Pengingat Tugas
Serda Kom/W Debora Calamita Tirtayasa merupakan anak semata wayang pasangan Mayor laut (P) Edy Tirtayasa dan Lettu Laut (KH/W) Christina Sunaryanti. Latar belakang TNI Angkatan Laut juga turut menempa Debora menjadi wanita milenial yang tangguh.
Ayahnya, Mayor laut (P) Edy Tirtayasa merupakan anggota Satuan Pasukan Katak (Satpaska) Komando Armada I. Sementara sang ibu, Lettu Laut (KH/W) Christina Sunaryanti merupakan perwira di Dinas Penerangan Angkatan Laut.
Baca juga: Retno LP Marsudi, diplomasi ala Kartini di tengah pandemik
“Calamita, nama sandi waktu menjadi pasukan katak,” kata Mayor Edi, di sela-sela perbincangan saat mengawal proses observasi COVID-19 di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu.
Edi menceritakan kisah saat pesawat Air Asia jatuh di laut beberapa tahun lalu. Kala itu, dia telah mengambil cuti kerja untuk keluarga pada liburan Natal di kampung halaman.
Saat melihat berita di televisi, Debora lalu menanyakan mengapa tidak berangkat bertugas. “Saya kaget, begitu ada kejadian, dia sampaikan, kok ayah tidak berangkat,” kata Edi mengenang kejadian itu.
Sebagai anak tunggal yang dewasa dengan tempaan situasi, Edi sangat bersyukur memiliki putri yang begitu besar perhatiannya kepada bangsa dan Negara. Debora lebih memilik untuk tidak berlibur bersama keluarga, asalkan ayahnya bertugas untuk bangsa dan negara.
“Saya tidak pernah mendidik dia menjadi seorang yang cengeng, karena jiwa petualangannya sangat besar,” ujar Edi.
Sejak kecil hingga tamat SMA, Edi menegaskan tidak pernah mengarahkan Debora untuk menjadi seseorang sesuai keinginan orang tua. Apalagi menjadi seorang prajurit Angkatan Laut.
Orang tua hanya berpesan untuk selalu menjadi diri sendiri dan bekerja sepenuh hati. Karena yang menentukan masa depan adalah diri sendiri dan tuhan, bukan orang tua.
Ketika Debora memiliki niatan untuk menjadi prajurit AL, sebagai orang tua, Edi pun memberi dukungan secara moril. Bahkan seluruh proses rekrutmen saat itu, dilakukan Debora secara mandiri tanpa ada campur tangan orang tua.
Edi hanya mengingatkan mengikuti seleksi dan lulus sebagai prajurit tidaklah sulit. Tetapi yang sangat sulit adalah bertanggung jawab sebagai prajurit AL.
Karena ketika sudah memberikan hidup untuk AL, sepenuhnya adalah untuk bangsa dan negara. Apapun urusan pribadi itu nomor dua.
“Saya dan istri sangat bangga, saat dia lulus dan mendapatkan korps komunikasi,” ungkap Edi.
Baca juga: Sambut Hari Kartini, Yuni Shara ajak perempuan saling berbagi
Mendapatkan predikat korps komunikasi untuk prajurit TNI AL memang tidak mudah,I karena ada pilihan untuk bisa bertugas di kapal perang RI. Dan pilihan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Debora.
“Tidak semua wanita angkatan laut pernah bertugas di kapal perang dan itu kesempatan langka untuk dapat mengembangkan diri,” pesan Edi kepada Debora.
Kisah Debora merupakan sebagian kecil dari hasil perjuangan pahlawan nasional Raden Ajeng (RA( Kartini.
Kepahlawanan RA Kartini selalu menjadi inspirasi para perempuan di Indonesia yang diperingati setiap 21 April. Tanggal itu merupakan hari kelahiran RA Kartini, 21 April 1879 di Jepara (Jawa Tengah).
Kala itu Kartini memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan akses pendidikan. Bukan hanya itu, Kartini memperjuangkan agar kaum perempuan menjadi perempuan cerdas, berprestasi, berdedikasi serta bisa menginspirasi banyak perempuan lainnya.
Para perempuan harus menumbuhkan jiwa nasionalisme, berjuang dengan gigih, jika didera masalah tidak mudah menyerah, mengeluh dan putus asa.
Selamat Hari Kartini untuk semua perempuan-perempuan di Indonesia. Jadilah pribadi yang baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat serta bangsa dan negara.