Jakarta (ANTARA) - Tim peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Research Center for Zoonosis Control (RCZC) Universitas Hokkaido di Jepang menemukan jenis virus pada kelelawar buah yang hidup di Indonesia, yakni coronavirus, bufavirus, polyomavirus, alphaherpesvirus, paramyxovirus, dan gammaherpesvirus.
"Keenam virus itu berpotensi menimbulkan zoonosis. Jadi memang studi kami melakukan surveillance patogen atau agen penyebab yang bisa menularkan penyakit ke manusia. Dari enam itu semuanya berpotensi. Hanya kami juga belum tahu jika di manusia ekspresi atau bentuk penyakit seperti apa," kata Prof Drh Agus Setiyono, ahli patologi dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang terlibat dalam penelitian tersebut, ketika dihubungi dari Jakarta pada Senin.
Menurut dia, tim peneliti menemukan virus-virus tersebut pada sampel kelelawar yang diambil dari Bukittinggi di Sumatera Barat, Bogor dan Panjalu di Jawa Barat, Gorontalo di Provinsi Gorontalo, Manado di Sulawesi Utara, dan Soppeng di Sulawesi Selatan.
Tim melakukan penelitian tersebut tahun 2010 sampai 2015 dan mempublikasikan hasil penelitian tahun 2012 sampai 2018 menurut Agus.
Berkaca pada kejadian penyebaran virus nipah di Malaysia tahun 1998 dan virus hendra di Australia tahun 1994, dua virus yang ditemukan pada kelelawar buah, tim peneliti ingin mengetahui apakah di kelelawar buah di Indonesia, yang berada di antara kedua negara tersebut, punya virus yang sama.
Dalam penyebaran virus nipah, dari kelelawar virus berpindah ke babi. Babi yang terpapar virus tersebut tidak sakit, namun bisa menularkan virus ke manusia.
Kejadian penyebaran virus hendra di Australia polanya hampir sama. Dari kelelawar virus berpindah ke kuda, yang kemudian menularkan virus ke manusia.
Virus nipah dan virus hendra menular dari hewan ke hewan lalu dari hewan ke manusia.
Agus menjelaskan bahwa virus-virus yang ada pada kelelawar buah tidak berdampak pada kelelawar buah karena binatang itu punya sistem kekebalan unik.
"Jadi mereka mengandung virus itu atau di dalam tubuhnya ada agen penyebab penyakit tapi kelelawar tidak sakit. Fenomena ini yang unik. Normalnya kalau ada agen penyebat penyakit masuk ke dalam tubuh, sakit hewannya," kata Agus.
Baca juga: Terkait virus corona, Kominfo temukan 54 hoaks
Baca juga: WNI yang diobservasi di Natuna dicek kesehatannya dua kali sehari