Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan-masukan juga yang diberikan kepada kita utamanya memang masukan itu berupa penerbitan Perppu, tentu saja ini akan kita segera hitung, kalkulasi," kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Kamis.
Presiden menyampaikan hal itu seusai bertemu sejumlah tokoh-tokoh nasional di lokasi yang sama untuk membicarakan persoalan terkini bangsa seperti kebakaran hutan, RUU KUHP, UU KPK dan demonstrasi mahasiswa.
"Dan nanti setelah kita putuskan akan kami sampaikan kepada senior dan guru-guru saya yang hadir saat ini," tambah Presiden.
Presiden mengaku bahwa Perppu menjadi masukan utama dari para tokoh yang ia temui.
"Tadi banyak masukan dari banyak tokoh mengenai pentingnya diterbitkan Perppu tapi masih akan kita kalkulasi, kita hitung, kita pertimbangkan terutama dari sisi politiknya," tambah Presiden.
Presiden juga belum dapat memastikan kapan ia akan menerbitkan Perppu UU KPK tersebut.
"Tadi sudah saya sampaikan ke beliau-beliau secepat-cepatnya dalam waktu sesingkat-singkatnya," ungkap Presiden.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku tidak akan menerbitkan Perppu terhadap revisi UU KPK yang disahkan dalam rapat Paripurna DPR 17 September 2019. Revisi UU KPK itu sendiri ditolak banyak pihak karena dinilai hanya akan melemahkan lembaga antikorupsi itu.
Revisi UU KPK itu sendiri berlangsung sangat singkat yaitu 13 hari dimulai dari 3 September 2019 DPR menyetujui usulan revisi UU KPK yang diusulkan Baleg DPR. Presiden lalu menandatangani surat presiden (surpres) pada 11 September 2019 dan rapat paripurna mengesahkannya pada 17 September meski KPK belum pernah diajak berdiskusi mengenai UU tersebut.
Dalam Pasal 22 UUD RI 1945 menyebutkan Perppu mempunyai fungsi dan muatan yang sama dengan undang-undang dan hanya berbeda dari segi pembentukannya saja karena dibentuk oleh Presiden namun tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat karena ada suatu hal yang sangat genting.
KPK menyebutkan setidaknya ada 26 masalah dari revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Sejumlah tokoh yang hadir menemui Presiden antara lain budayawan Goenawan Mohamad, praktisi hukum Nono Makarim, budayawan Butet Kartaradjasa, advokat Albert Hasibuan, Omi Kamaria Nurcholis Madjid, Heny Supolo, peneliti LIPI Mochtar Pabottinggi, rohaniwan Franz Magnis Suseno, Abdillah Toha, Zumrotin K. Susilo, Sudamek, Teddy Rachmat.
Selanjutnya Erry Riana Hadjapamekas, artis senior Christine Hakim, cendekiawan muslim Quraish Shihab, penulis Toety Heraty, Alissa Wahid, Saparinah Sadli, Slamet Raharjo, pakar hukum tata negara Mahfud MD, Natalia Subagyo, pengusaha Arifin Panigoro, ekonom Emil Salim, Harry Tjan Silalahi, akademisi muslim Azyumardi Azra, budayawan Nyoman Nuarta.
Kemudian Kuntoro Mangkusubroto, Ismid Hadad, mantan jaksa agung Marsilam Simanjuntak, budayawan Jajang C. Noer, putri Gusdur Alisa Wahid, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, Clara Yuwono, Munir Mulkhan, Tri Mumpuni, Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari, mantan menteri luar negeri Hassan Wirayudha, Manuel Kasiepo dan Bachtiar Aly.
Sedangkan Presiden Jokowi didampingi oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, staf khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit.
Baca juga: Siswa SD Bandung tulis harapan demo tanpa kekerasan dengan aksara sunda
Baca juga: Polisi pulangkan 56 mahasiwa yang terlibat bentrokan dalam demo