Bandung (ANTARA) - DPRD Provinsi Jawa Barat menyatakan pembahasan raperda perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029, pihaknya memerlukan peta atau informasi dari badan geospasial sebagai pedoman.
"Pemanfaatan peta atau informasi geospasial sangat penting dalam pengambilan kebijakan pemanfaatan ruang," kata Ketua Pansus VII DPRD Jawa Barat Herlas Juniar, di Bandung, Selasa.
Herlas mengatakan peta dari Badan Informasi Geospasial bisa menjadi acuan yang kita harapkan dapat menjawab berbagai persoalan terkait tata ruang wilayah.
"Karena dengan peta dari BIG ini kita mendapatkan gambaran yang utuh bagaimana pola dan tata ruang dalam raperda yang kita susun", ujar Herlas.
Herlas menambahkan selain peta eksisting, ada beberapa persoalan yang juga mencuat yakni persoalan abrasi dan tanah timbul yang tentu mempengaruhi peta yang sebelumnya.
"Karena memang acuan kita dari sini, peta terbaru yang kita dapatkan sebagai upaya penyempurnaan dari Raperda RTRW yang sedang disusun. Mudah-mudahan datanya akurat sehingga ada kecocokan dengan apa yang selama ini kita bahas dalam pembahasan raperda, terang Herlas.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus VII DPRD Jabar Daddy Rochanadi yang mengatakan Pansus VII sengaja datang ke Badan Informasi Geospasial beberapa waktu lalu untuk menyinkronkan peta.
"Karena salah satu syarat dalam Perda RTRW itu terlampir juga peta, jadi Pansus VII ingin memastikan bahwa peta dasar sudah dimiliki," kata Daddy.
Daddy menambahkan hal lain yang sangat penting bagi Pansus VII yakni kepastian terkait kondisi eksisting tanah timbul yang ada di Jawa Barat.
"Ini kan juga berpengaruh pada luas wilayah dimasing - masing kabupaten kota yang berpengaruh pada perencanaan tata ruang mereka yang juga harus mengakomodir perda RTRW ditingkat provinsi," ujar Daddy.
Setelah memperoleh peta yang jauh lebih detil dari BIG, Daddy menekankan Pansus VII akan segera menyinkronkan dengan data yang ada.
"Misalnya data dari BIG (Badan Informasi Geospasial) yang ternyata berbeda dengan data dari kehutanan. Di kehutanan masih hijau di sini sudah ada bolong atau dianggapnya menjadi laut, Sinkronisasi seperti ini akan dilakukan di pansus," kata Daddy.
Sementara itu, Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas, Badan Informasi Geospasial Mulyanto Darmawan mengatakan kunjungan Pansus VII DPRD Jawa Barat ini menunjukan kesadaran yang tinggi akan pentingnya pemanfaatan peta atau informasi geospasial dalam pengambilan kebijakan dalam berbagai kehidupan pembangunan.
"Memang betul data statistik dapat menyajikan suatu informasi tentang kuantitas tetapi tentang sebarannya, lokasinya itu juga sangat penting sehingga diperlukan informasi geospasial," ujar Mulyanto.
Mulyanto berharap Pansus VII DPRD Jawa Barat bukan hanya mengawal materi substansi tetapi juga informasi petanya agar ada kesesuaian antara substansi draft perda dengan petanya.
"Contoh kalau seandainya didalam perda disampaikan tentang sempadan sungai, maka harus tergambar di dalam petanya. Harapan kami dalam selembar peta maka siapa pun dapat melihat secara utuh tentang perencanaan suatu wilayah," Mulyanto.
Terkait tanah timbul dan abrasi Mulyanto menekankan pihaknya memiliki data terakhir beberapa lokasi yang dikatakan sebagai tanah timbul dan abrasi namun begitu pihaknya hanya menyajikan data saja.
"Kebijakan sepenuhnya ada pada Peraturan - peraturan daerah.Tata ruang ini disusun dalam rangka menciptakan ruang hidup yang nyaman, aman dan produktif jadi bila ada persoalan terkait tanah timbul diserahkan kepada daerah untuk bisa menyelesaikan hal tersebut," kata Mulyanto.