Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat temuan hoaks menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden meningkat mencapai 453 isu selama Maret 2019.
"Jumlah itu meningkat dibandingkan Februari 2019 mencapai 353 isu hoaks," kata Staf Ahli Menkominfo Bidang Hukum Henri Subiakto dalam bincang-bincang Polemik MNC Trijaya bertajuk "Musim Retas Jelang Pemilu" di Jakarta Pusat, Sabtu.
Menurut dia, isu hoaks sejak Desember 2018 sedikit demi sedikit mulai merangkak mencapai 75 isu, kemudian naik pada Januari 2019 menjadi 175 isu hoaks.
Dengan peningkatan temuan tersebut, lanjut dia, hoaks masih dijadikan alat dalam permainan politik mendekati pesta demokrasi lima tahun sekali.
Konten yang dimuat dalam hoaks itu, kata dia, sebagian besar terkait politik yang menyerang penyelenggara pemilu dan peserta pemilu.
Henri mengakui hoaks tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga melanda sejumlah negara seperti Slovakia yang baru melaksanakan pemilu, Amerika Serikat dan Brasil.
Ia mengatakan Kemenkominfo kesulitan menghentikan hoaks melalui akun yang tiba-tiba menghilang namun justru sudah lebih dulu menyebar baik melalui media sosial dan pesan aplikasi Whatsapp.
"Kalau dari situs, kami bisa hentikan tapi jika dari akun dan akunnya menghilang dan sudah menyebar, itu sulit," katanya.
Saat ini, Kemenkominfo bersama Bawaslu dan KPU meningkatkan pengawasan konten media sosial.
Apabila, kedua lembaga tersebut menyatakan situs tertentu mengandung konten berbahaya bagi demokrasi, maka akan langsung disetop.
Baca juga: Kebijakan 5G dirampungkkan Kemkominfo tahun ini
Baca juga: Kemkominko: 6,4 juta UMKM berjualan gunakan daring
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Jumlah itu meningkat dibandingkan Februari 2019 mencapai 353 isu hoaks," kata Staf Ahli Menkominfo Bidang Hukum Henri Subiakto dalam bincang-bincang Polemik MNC Trijaya bertajuk "Musim Retas Jelang Pemilu" di Jakarta Pusat, Sabtu.
Menurut dia, isu hoaks sejak Desember 2018 sedikit demi sedikit mulai merangkak mencapai 75 isu, kemudian naik pada Januari 2019 menjadi 175 isu hoaks.
Dengan peningkatan temuan tersebut, lanjut dia, hoaks masih dijadikan alat dalam permainan politik mendekati pesta demokrasi lima tahun sekali.
Konten yang dimuat dalam hoaks itu, kata dia, sebagian besar terkait politik yang menyerang penyelenggara pemilu dan peserta pemilu.
Henri mengakui hoaks tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga melanda sejumlah negara seperti Slovakia yang baru melaksanakan pemilu, Amerika Serikat dan Brasil.
Ia mengatakan Kemenkominfo kesulitan menghentikan hoaks melalui akun yang tiba-tiba menghilang namun justru sudah lebih dulu menyebar baik melalui media sosial dan pesan aplikasi Whatsapp.
"Kalau dari situs, kami bisa hentikan tapi jika dari akun dan akunnya menghilang dan sudah menyebar, itu sulit," katanya.
Saat ini, Kemenkominfo bersama Bawaslu dan KPU meningkatkan pengawasan konten media sosial.
Apabila, kedua lembaga tersebut menyatakan situs tertentu mengandung konten berbahaya bagi demokrasi, maka akan langsung disetop.
Baca juga: Kebijakan 5G dirampungkkan Kemkominfo tahun ini
Baca juga: Kemkominko: 6,4 juta UMKM berjualan gunakan daring
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019