JAKARTA (Antaranews Jabar) - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, merangkul perusahaan untuk mendukung program- program pembangunan di Provinsi Jawa Barat. Itu dilakukan Emil, sapaan akrab Gubernur, demi hadirnya sinergis antara program Pemprov Jabar dengan program yang diselenggarakan perusahaan pada Corporate Social Responsibility (CSR).
"Jadi, sebelum perusahaan mengucurkan CSR, ngobrol dulu ke Gubernur. Nanti Gubernur deteksi dulu ada masalah apa di Jabar, supaya jangan asal habis anggaran, tapi tidak efektif," kata Emil pada kegiatan "Corporate Communications, Social Responsibility, and Security Executive Forum Astra International", di Jakarta (12/02).
Dijelaskan Emil, ajakannya kepada perusahaan menjadi perwujudan teori pentahelix. Emil menambahkan, terobosannya itu pun sejalan dengan era birokrasi dinamis yang tengah diterapkannya saat ini bahwa pembangunan tidak hanya harus dilakukan oleh Pemerintah.
"Inilah teori membangun tidak harus dengan APBD, tetapi dengan teori pentahelix. ABGCM, yaitu Academy, Bussiness, Government, Community, dan Media," jelas Emil.
Selain itu, lanjut Emil, Jawa Barat merupakan provinsi besar yang diperebutkan dalam segala hal, baik itu dari sudut pandang bisnis maupun politik.
"60 persen bisnis berebut di Jawa Barat, dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa," katanya.
Jawa Barat menurutnya punya banyak keuntungan bagi para investor. Diantaranya dekat dengan Jakarta.
"Maka saya mohon keadilan, pajak- pajaknya sering kali ada di Jakarta, NPWP- nya di Jakarta, produksi di tanah, air, dan udara Jawa Barat," sambungnya.
Pun, laju ekonomi di Jawa Barat, selalu bagus, rata- rata selalu diatas nasional setiap tahunnya. Akan tetapi angka gini rasio agak besar, sehingga terdapat banyak ketimpangan. Sejahtera dinikmati kalangan menengah atas.
Satu Desa Satu Perusahaan, Desa Digital, adalah sejumlah program yang digulirkan demi mengurangi ketimpangan yang ada.
Program tersebut salah satunya perlu didukung perusahaan lewat CSR-nya. Emil ingin terapkan "Teaching Factory".
Selain itu, dalam pemanfaatan bonus demografi, Gubernur Emil berencana akan merombak kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tidak sejalan kebutuhan ekonomi saat ini.
Bahkan, kata Emil, SMK menjadi salah satu penyumbang pengangguran terbesar di Jawa Barat. Perombakan kurikulum SMK ini, bertujuan agar lulusannya bisa terserap kalangan industri atau perusahaan.
Pengelolaan gaji guru, subsidi siswa dan lainnya ada di provinsi, namun nantinya, SMK akan bekerja sama dengan berbagai perusahaan untuk masalah kurikulumnya.
"Nanti akan dijadikan kemitraan, jadi asetnya milik pemprov, gurunya digaji pemprov, anak-anaknya disubsidi pemprov, tapi kurikulumnya nanti kurikulum Astra, nanti kurikulumnya kurikulum Indofood dan seterusnya," tutur Emil.
"Dengan kekuatan Astra yang besar dan mayoritas usahanya di Jawa Barat, agar kurikulum ini dapat disesuaikan dengan kami. Maka saya titip jangan sampai mereka (siswa SMK) mendapatkan ilmu untuk tidak bekerja," kata Emil.
Itulah kata Emil, metode "Teaching Factory"(TEFA), merupakan suatu metoda pembelajaran yang berorientasi produksi dan bisnis. Dimana pembelajaran melalui TEFA adalah proses penguasaan keahlian atau keterampilan yang dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk atau jasa yang dipesan oleh konsumen.
Baca juga: Gubernur Jabar: Waspada bahaya digital
Baca juga: Gubernur: Jabar terbuka bagi "sport tourism"
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Jadi, sebelum perusahaan mengucurkan CSR, ngobrol dulu ke Gubernur. Nanti Gubernur deteksi dulu ada masalah apa di Jabar, supaya jangan asal habis anggaran, tapi tidak efektif," kata Emil pada kegiatan "Corporate Communications, Social Responsibility, and Security Executive Forum Astra International", di Jakarta (12/02).
Dijelaskan Emil, ajakannya kepada perusahaan menjadi perwujudan teori pentahelix. Emil menambahkan, terobosannya itu pun sejalan dengan era birokrasi dinamis yang tengah diterapkannya saat ini bahwa pembangunan tidak hanya harus dilakukan oleh Pemerintah.
"Inilah teori membangun tidak harus dengan APBD, tetapi dengan teori pentahelix. ABGCM, yaitu Academy, Bussiness, Government, Community, dan Media," jelas Emil.
Selain itu, lanjut Emil, Jawa Barat merupakan provinsi besar yang diperebutkan dalam segala hal, baik itu dari sudut pandang bisnis maupun politik.
"60 persen bisnis berebut di Jawa Barat, dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa," katanya.
Jawa Barat menurutnya punya banyak keuntungan bagi para investor. Diantaranya dekat dengan Jakarta.
"Maka saya mohon keadilan, pajak- pajaknya sering kali ada di Jakarta, NPWP- nya di Jakarta, produksi di tanah, air, dan udara Jawa Barat," sambungnya.
Pun, laju ekonomi di Jawa Barat, selalu bagus, rata- rata selalu diatas nasional setiap tahunnya. Akan tetapi angka gini rasio agak besar, sehingga terdapat banyak ketimpangan. Sejahtera dinikmati kalangan menengah atas.
Satu Desa Satu Perusahaan, Desa Digital, adalah sejumlah program yang digulirkan demi mengurangi ketimpangan yang ada.
Program tersebut salah satunya perlu didukung perusahaan lewat CSR-nya. Emil ingin terapkan "Teaching Factory".
Selain itu, dalam pemanfaatan bonus demografi, Gubernur Emil berencana akan merombak kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tidak sejalan kebutuhan ekonomi saat ini.
Bahkan, kata Emil, SMK menjadi salah satu penyumbang pengangguran terbesar di Jawa Barat. Perombakan kurikulum SMK ini, bertujuan agar lulusannya bisa terserap kalangan industri atau perusahaan.
Pengelolaan gaji guru, subsidi siswa dan lainnya ada di provinsi, namun nantinya, SMK akan bekerja sama dengan berbagai perusahaan untuk masalah kurikulumnya.
"Nanti akan dijadikan kemitraan, jadi asetnya milik pemprov, gurunya digaji pemprov, anak-anaknya disubsidi pemprov, tapi kurikulumnya nanti kurikulum Astra, nanti kurikulumnya kurikulum Indofood dan seterusnya," tutur Emil.
"Dengan kekuatan Astra yang besar dan mayoritas usahanya di Jawa Barat, agar kurikulum ini dapat disesuaikan dengan kami. Maka saya titip jangan sampai mereka (siswa SMK) mendapatkan ilmu untuk tidak bekerja," kata Emil.
Itulah kata Emil, metode "Teaching Factory"(TEFA), merupakan suatu metoda pembelajaran yang berorientasi produksi dan bisnis. Dimana pembelajaran melalui TEFA adalah proses penguasaan keahlian atau keterampilan yang dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk atau jasa yang dipesan oleh konsumen.
Baca juga: Gubernur Jabar: Waspada bahaya digital
Baca juga: Gubernur: Jabar terbuka bagi "sport tourism"
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019