Bandung (Antaranews Jabar) - Peneliti dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK-ITB) Dr Ing Ir Boedi Darma Sidi, MSA menyarankan agar kaji ulang struktur bangunan sekolah tahan gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

"Setelah gempa pertama, beberapa sekolah mengalami kerusakan ringan dan sedang namun belum menyebabkan keruntuhan. Kerusakan bangunan sekolah di satu sisi terkait dengan umur bangunan dan disisi lain merupakan akibat dari penggunaan elemen arsitektur yang disimpulkan rentan terhadap bahaya gempa," kata Boedi Darma Sidi dalam siaran pers Direktorat Humas dan Publikasi ITB, Selasa.

Dia mengatakan Pulau Lombok sebagaimana kebanyakan daerah lainnya di Indonesia terletak dekat dengan patahan lempeng kerak bumi yang ditandai dengan catatan kegempaan yang intensitasnya cukup tinggi.

Peta gempa Indonesia menunjukkan bahwa Pulau Lombok termasuk daerah rawan gempa. Sejarah menunjukkan bahwa catatan kegempaan di pulau ini belum pernah sebesar yang terjadi pada tanggal 29 Juli (6,4 SR), tanggal 5 Agustus (7 SR) dan tanggal 9 Agustus (6,2 SR) 2018 serta gempa-gempa susulan berikutnya.

Menurut dia, penduduk setempat menyatakan bahwa di sana sering dirasakan adanya gempa namun belum sampai menyebabkan kerusakan bangunan.

Kondisi tersebut nampaknya membuat penduduk kawasan tersebut termasuk pemerintah daerah belum mempertimbangkan atau siap terhadap kemungkinan gempa yang lebih besar sebagaimana terjadi di atas.

Dia menyampaikan fakta-fakta tersebut dalam "Laporan Eksekutif Bencana Gempa Lombok dan Kondisi Bangunan Sekolah Terdampak Gempa".

Dalam laporannya itu, Dr Boedi menyampaikan, pengamatan secara umum setelah gempa pertama pada Minggu 29 Juli, adalah banyak sekali kondisi bangunan di kawasan Kabupaten Lombok Utara dan Kecamatan Sembalum, khususnya perumahan penduduk yang tidak memenuhi syarat sebagai bangunan sederhana tahan gempa.

"Setelah gempa pertama, beberapa sekolah mengalami kerusakan ringan dan sedang namun belum menyebabkan keruntuhan. Kerusakan bangunan sekolah disatu sisi terkait dengan umur bangunan dan disisi lain merupakan akibat dari penggunaan elemen arsitektur yang disimpulkan rentan terhadap bahaya gempa," kata dia.

Gempa susulan pertama yang lebih besar (7SR) berdampak sangat besar, 95 persen sekolah-sekolah khususnya di wilayah Kabupaten Lombok Utara sesuai laporan Kadisdik KLU dan laporan tim PKLK Kemendikbud, mengalami rusak ringan sampai berat.

Dia mengatakan perumahan masyarakat, terutama di Kabupaten Lombok Utara, hampir seluruhnya mengalami kerusakan berat. Kondisi ini menjadi lebih buruk saat gempa susulan kedua magnitudo 6,2 SR.

"Mempertimbangkan kejadian gempa yang berturut-turut dengan magnitude rata-rata di atas 4 SR, memberikan kesimpulan yang kuat bahwa sekolah-sekolah yang ada dipastikan memang tidak diperhitungkan untuk magnitude sampai 7 SR. Hal ini diperkuat oleh kondisi bahwa struktur utama sekolah-sekolah tersebut masih utuh pada saat gempa pertama terjadi," ujarnya.

Data lokasi saat survei dilakukan antara tanggal 1 sampai 5 Agustus, bangunan sekolah yang mengalami kerusakan struktural ringan hanya di Kecamatan Kayangan, Lombok Utara-Kecamatan Bayan dan di Sembalun Lombok Timur.

Sekolah-sekolah lainnya hanya mengalami kerusakan pada elemen nonstruktural, seperti kerusakan dinding, langit-langit, jendela, lepasnya beberapa genting dan pagar yang semuanya disebabkan tidak dipenuhinya konstruksi dasar bangunan tahan gempa.

Menurut dia, secara visual, klasifikasi kerusakan struktural pada sekolah-sekolah dapat dibagi atas tiga kondisi berikut, pertama struktur utama (rangka beton bangunan dan atap) masih utuh, namun elemen pengisi (dinding, jendela) dan bahan-bahan tambahan (genting dan langit-langit) mengalami kerusakan beragam.

Kedua, bangunan masih berdiri namun telah mengalami kerusakan struktur utama (beberapa tiang miring atau tertekuk, sebagian atap jatuh dan elemen pengisi serta bahan tambahan rusak berat).

Dia mengatakan bangunan ini umumnya harus diruntuhkan untuk dibangun bangunan baru. Dan ketiga ialah bangunan runtuh sama sekali dan harus dibangun kembali seluruhnya.

"Khusus untuk bangunan sekolah di Lombok, berdasar pengamatan dari reruntuhan yang terjadi di sana banyak elemen tambahan pada bangunan yang tergolong rentan terhadap gempa dan membahayakan kehidupan manusia pemakainya," kata Dr Boedi.

Oleh karena itu, ia memberikan beberapa saran setelah rentetan kejadian gempa bumi, perlu dilakukan kaji ulang dasar perencanaan struktur bangunan sekolah tahan gempa untuk wilayah tersebut.

"Diperlukan tenaga ahli bangunan gedung dalam perencanaan ataupun pemeriksaan dokumen pembangunan sekolah," katanya.

Selain itu, lanjut dia, juga perlu dilakukan pemeriksaan dokumen perencanaan bangunan sekolah dan pengawasan pembangunannya agar dapat dihindari hal-hal seperti pemilihan bahan bangunan yang bisa/mudah rusak dan berbahaya bagi keselamatan manusia bila terjadi gempa.

Kemudian penilaian elemen-elemen arsitektural/elemen tambahan yang bisa berakibat negatif pada struktur utama bangunan atau mudah rusak sehingga menimbulkan bahaya saat evakuasi bila terjadi gempa, ketersediaan elemen infrastruktur dasar yang handal (air dan listrik), dan lingkungan sekolah harus memiliki halaman luas untuk titik keselamatan atau evakuasi saat terjadi gempa.

 

Pewarta: ASJ

Editor : Ajat Sudrajat


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018