Antarajabar.com - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mendata dari tahun 2016 sampai 2017, mencatat ada 58 kasus yang ditangani berkaitan dengan buruh migran, dimana 17 kasus terjadi di Asia Pacifik dan 41 kasus di Timur Tengah.

"Dari data kami ada 58 kasus buruh migran asal Indramayu dan mereka mengalami kasus-kasus berat, baik di Asia Pacifik maupun di Timur Tengah," kata Ketua SBMI Kabupaten Indramayu, Juwarih di Indramayu, Senin.

Juwarih menuturkan dari data BNP2TKI Kabupaten Indramayu adalah daerah pengirim buruh migran terbesar kedua se Indonesia, setelah Lombok Timur.

Dimana di tahun 2016 sampai 2017 tercatat 20.199 buruh migran asal Kabupaten Indramayu yang berangkat ke luar negeri dan berdasarkan data skala nasional 62 persennya adalah perempuan.

"Sebanyak 44,69 persen mereka bekerja disektor domestic atau perumahan, sektor paling rentan, selain sektor ABK perikanan," tuturnya.

Juwarih melanjutkan dari data tersebut, tentunya adalah data yang berhasil dicatat oleh BNP2TKI, diyakini data sebenarnya lebih besar dari data yang sudah ada.

Hal itu kata Juwarih terjadi, karena masih maraknya penempatan buruh migran secara tidak prosedur ke sejumlah negara di Timur Tengah dan Malaysia, akibat dari lalainya pemerintah Kabupaten Indramayu dalam memberikan perlindungan kepada buruh migran.

"Perekrutan ilegal hingga saat ini masih marak terjadi, meskipun pemerintah telah memberlakukan penghentian secara permanen ke 19 negara Timur tengah," ujarnya.

"Akibatnya buruh migran asal Indramayu banyak mengalami kasus-kasus berat, baik di Asia Pacifik maupun di Timur Tengah," lanjutnya.

Dia menambahkan dapat diartikan kebijakan moratorium yang dikeluarkan pemerintah tidak menjadi solusi efektif, karena masih terus terjadi upaya-upaya penempatan buruh migran ke luar negeri dengan jalur yang penuh resiko.

Pewarta: Khaerul Izan

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017