Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mulai menggunakan teknologi bernama Augmented Reality (AR) untuk mempromosikan batik Ciwaringin kepada generasi muda di daerah tersebut.
Kepala Disbudpar Kabupaten Cirebon Abraham Mohamad di Cirebon, Selasa, mengatakan inovasi ini sudah diterapkan di Museum Pangeran Cakrabuana Cirebon, sehingga pengunjung bisa mengenal lebih jauh terkait produk budaya tersebut.
Ia menjelaskan penggunaan teknologi AR menjadi strategi baru dalam menyampaikan nilai budaya secara lebih interaktif dan menarik. Batik tidak lagi hanya dipamerkan sebagai benda statis, tetapi sebagai karya yang hidup secara digital.
“AR memungkinkan masyarakat melihat batik tidak hanya sebagai kain bermotif, tapi sebagai karya budaya yang punya cerita. Ini cara kami mengenalkan filosofi batik Ciwaringin secara kekinian,” katanya.
Dengan teknologi tersebut, menurut dia, pengunjung museum dapat mengarahkan kamera ponsel ke motif batik tertentu.
Ia menyebutkan informasi sejarah, makna motif, hingga proses pewarnaan alami langsung muncul dalam bentuk visual interaktif dan narasi audio.
Lebih lanjut, Abraham menuturkan batik Ciwaringin sendiri dikenal sebagai batik ramah lingkungan karena menggunakan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan seperti daun nila dan kayu mahoni.
Penggunaan teknologi AR, kata dia, membantu menampilkan proses ini secara lebih edukatif dan menarik.
Ia menyampaikan penggunaan AR merupakan bagian dari strategi Pemkab Cirebon untuk memadukan budaya, serta teknologi demi menjangkau generasi digital.
“Kami ingin batik Ciwaringin tak hanya dikenal karena keindahannya, tetapi juga karena nilai ekologis dan filosofisnya. Teknologi AR jadi jembatan untuk menyampaikan itu semua,” ujarnya.
Ia mengemukakan pengembangan konten AR ini melibatkan pelaku industri kreatif digital yang menyusun narasi, animasi, dan desain tampilan visual yang bisa diakses langsung oleh pengunjung museum melalui perangkat seluler.
Dari penerapannya, lanjut dia, pendekatan ini mendapat sambutan positif dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang berkunjung ke museum tersebut.
“Ini pendekatan yang relevan dengan cara belajar generasi muda. Mereka lebih mudah menangkap pesan budaya melalui visual dan interaksi digital,” tuturnya.
Abraham berharap pemanfaatan teknologi serupa dapat diterapkan ke koleksi budaya lainnya di Kabupaten Cirebon, sehingga museum menjadi ruang pembelajaran yang dinamis, serta destinasi wisata edukatif.
“Kami ingin museum tidak lagi dianggap membosankan. Dengan pendekatan digital seperti ini, budaya bisa terasa lebih dekat dan menyenangkan,” ucap dia.
Baca juga: Tiga motif batik khas Cirebon diakui sebagai Kekayaan Intelektual Komunal
Baca juga: Pemkab Cirebon menerima sertifikat IG untuk Batik Merawit
Baca juga: Pemkab Cirebon mendukung pembuatan batik dengan pewarna alami
Editor : Yuniardi Ferdinan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2025