Antarajabar.com - Indonesia memiliki potensi besar untuk bisa mengaplikasikan ekonomi hijau atau "green economy" dalam berbagai sektor sehingga mendapatkan nilai tambah, kata Guru Besar Pembangunan Berkelanjutan Technische Hochschule Nürnberg, German, Frank Ebinger.

"Sebenarnya di beberapa negara berkembang, konsep green economy sudah berlangsung. Saya kira, Indonesia bisa menerapkan konsep itu karena punya potensi ekonomi luar biasa, Ini negara kaya,"  kata Frank Ebinger pada Dies Natalis ke-14 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ekuitas Kota Bandung, Selasa.

Dia berpendapat, bagi berbagai negara, green economy dapat berimbas positif bagi roda pereknomian. Karenanya, Ebinger berpendapat, pola green economy dapat masuk pada agenda atau Paket Ekonomi Presiden Indonesia, Joko Widodo, berikutnya.

Green economy merupakan sebuah sistem memajukan ekonomi tetapi harus disertai oleh keseimbangan dengan kondisi alam.  Pembangunan berjalan tanpa harus terjadi perusakan alam sehingga bisa memberi manfaat dan nilai tambah bagi masyarakat.

Ia menyatakan  hampir seluruh aktivitas, termasuk ekonomi, memiliki kebergantungan besar pada alam. sehingga perlu menjadi perhatian agar keseimbangan alam tetap terjaga, di sisi lain keteraturan dan kemakmuran rakyat bisa tercapai.

Namun demikian, kata dia di sejumlah negara berkembang termasuk di Indonesia proyek itu memiliki beberapa problem  yang  masih belum terpecahkan. Satu di antaranya  terdapat dalam hal kebijakan yang mana penerapan ekonomi hijau   perlu adanya awarness (kepedulian) seluruh pihak.

"Ini arahnya mau ke mana? dan tahapannya apa yang akan dilakukan. Hal itu prasyarat utama untuk setiap program," katanya.

Belum adanya perhatian itu, kata  Ebinger, tidak tertutup kemungkinan karena belum adanya kesamaan visi. Sebagai negara berpotensi besar,  seharusnya, dapat termanfaatkan secara optimal.

Kesamaan visi merupakan salah satu aspek yang menentukan di awal sebuah gerakan besar serta memiliki wawasan dan target jangka panjang.

"Masyarakat atau penyelenggara negara kerap terjebak oleh perepsi target jangka pendek, kurang mempertimbangkan progres jangka panjang. Paradigma itu harus diubah, selain untuk penanganan short term juga harus disiapkan strategi jangka panjangnya," katanya.

Menurutnya, ada sejumlah faktor  lain di Indonesia yang tergolong krusial, yaitu pola pikir dan konsumsi masyarakat. Tingkat konsumsi di Indonesia begitu tinggi dan masyarakat perlu  mengubah pola konsumsinya menjadi seminimal mungkin.

"Pola konsumsi perlu menjadi perhatian, tidak boleh dominan. Sebaliknya  produktivitas harus terus digenjot," katanya.

Sama halnya dalam penegakan hukum yang perlu diperkuat sehingga memberikan jaminan dan kepastian regulasi dan hukum dalam setiap kegiatan.

Ia mencontohkan, di Jerman terdapat sebuah lembaga yang mendampingi pemerintah. Setiap tahun, lembaga tersebut melaporkan beragam perkembangan yang dapat terakses seluruh lapisan masyarakat negeri Bavaria tersebut.

"Bila  ada pejabat negara atau pelaku usaha yang melanggar, tentunya, berakhir pada proses peradilan. Indonesia harus dapat seperti itu," kata Frank Ebinger.

Sementara itu ekonomi dari STIE Ekuitas Dr Martha Fani Cahyandito menyatakan sependapat green economy harus terus diupayakan dengan mendorong kebijakan strategis pemerintah berorientasi jangka panjang.

"Semangatnya sudah ada, namun implementasinya masih sulit dilakukan. Perlu ada upaya keras agar terjalin komitmen bersama untuk merealisasikannya, termasuk peningkatan kesadaran bersama ," kata Fani Cahyandito.

STIE Ekuitas menggelar seminar ekonomi nasional dalam rangka HUT ke-14 civitas akademika itu dengan mendatangkan pemakalah dari dalam dan luar negeri.

Pada kesempatan itu, juga digelar pameran produk unik dan ramah lingkungan hasil pengembangan UMKM di Jabar.
 

Pewarta:

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015