Bank Indonesia (BI) mengatakan ketahanan sistem keuangan terjaga baik, didukung oleh likuiditas perbankan pada Juli 2024 yang tetap memadai, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi sebesar 25,56 persen.
"Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tercatat tinggi sebesar 26,09 persen sehingga dapat menyerap risiko dan mendukung pertumbuhan kredit," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Agustus 2024 di Jakarta, Rabu.
Sementara itu, lanjut Perry, risiko kredit bermasalah perbankan (Non-Performing Loan/NPL) pada Juni 2024 terjaga rendah, sebesar 2,26 persen (bruto) dan 0,78 persen (neto).
Pada Juli 2024 kredit perbankan mampu tumbuh 12,40 persen secara year on year (yoy). Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) Juli 2024 sebesar 7,72 persen (yoy), strategi realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, serta dukungan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) BI.
Ketahanan permodalan dan likuiditas perbankan juga ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga, sebagaimana hasil stress test perbankan terkini.
Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam memitigasi berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan kembali mempertahankan BI-Rate di level 6,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur Agustus 2024.
"Kami memperkirakan bahwa BI tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan penurunan suku bunga," kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, meskipun kondisi pasar keuangan global telah membaik akibat sentimen risk-on yang didorong oleh meningkatnya potensi penurunan suku bunga The Fed dan inflasi domestik yang stabil, yang membuka ruang untuk penurunan BI-Rate, BI masih akan mempertimbangkan ketidakpastian global, terutama terkait kondisi geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melambat.
BI diproyeksikan akan mulai menurunkan BI-Rate setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed secara definitif menurunkan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR).
Ketidakpastian global terkait ketegangan geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global masih mengkhawatirkan, sehingga menimbulkan risiko bagi pergerakan rupiah meskipun kondisi ekonomi domestik Indonesia cukup kuat.
"Perlambatan ekonomi global ini dapat memberikan tekanan pada sektor eksternal Indonesia, sehingga meningkatkan risiko pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di tengah tren ekspansi defisit fiskal," ujarnya.
Ia menuturkan fundamental ekonomi Indonesia saat ini cukup solid dan masih prospektif. Sebagian besar tekanan berasal dari eksternal, terutama terkait dengan ketegangan geopolitik, suku bunga kebijakan global, dan kondisi ekonomi global.
"Jika tekanan eksternal mulai mereda, kami melihat adanya ruang yang cukup bagi BI untuk melakukan penurunan suku bunga," tuturnya.
Selain mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneternya, BI diperkirakan akan mempertimbangkan penerapan exit strategy dari kebijakan Sekuritas Rupiah BI (SRBI) dalam jangka pendek.
Ruang untuk pemangkasan BI-Rate semakin terbuka di paruh kedua tahun 2024 jika kondisi eksternal terus membaik dan mendukung sentimen risk-on, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
"Jika semua kondisi terbukti mendukung, ada kemungkinan BI akan mengalihkan fokus kebijakan moneternya dari stabilitas ke pertumbuhan," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BI sebut ketahanan sistem keuangan RI terjaga baik
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
"Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tercatat tinggi sebesar 26,09 persen sehingga dapat menyerap risiko dan mendukung pertumbuhan kredit," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Agustus 2024 di Jakarta, Rabu.
Sementara itu, lanjut Perry, risiko kredit bermasalah perbankan (Non-Performing Loan/NPL) pada Juni 2024 terjaga rendah, sebesar 2,26 persen (bruto) dan 0,78 persen (neto).
Pada Juli 2024 kredit perbankan mampu tumbuh 12,40 persen secara year on year (yoy). Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) Juli 2024 sebesar 7,72 persen (yoy), strategi realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, serta dukungan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) BI.
Ketahanan permodalan dan likuiditas perbankan juga ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga, sebagaimana hasil stress test perbankan terkini.
Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam memitigasi berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan kembali mempertahankan BI-Rate di level 6,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur Agustus 2024.
"Kami memperkirakan bahwa BI tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan penurunan suku bunga," kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, meskipun kondisi pasar keuangan global telah membaik akibat sentimen risk-on yang didorong oleh meningkatnya potensi penurunan suku bunga The Fed dan inflasi domestik yang stabil, yang membuka ruang untuk penurunan BI-Rate, BI masih akan mempertimbangkan ketidakpastian global, terutama terkait kondisi geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melambat.
BI diproyeksikan akan mulai menurunkan BI-Rate setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed secara definitif menurunkan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR).
Ketidakpastian global terkait ketegangan geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global masih mengkhawatirkan, sehingga menimbulkan risiko bagi pergerakan rupiah meskipun kondisi ekonomi domestik Indonesia cukup kuat.
"Perlambatan ekonomi global ini dapat memberikan tekanan pada sektor eksternal Indonesia, sehingga meningkatkan risiko pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di tengah tren ekspansi defisit fiskal," ujarnya.
Ia menuturkan fundamental ekonomi Indonesia saat ini cukup solid dan masih prospektif. Sebagian besar tekanan berasal dari eksternal, terutama terkait dengan ketegangan geopolitik, suku bunga kebijakan global, dan kondisi ekonomi global.
"Jika tekanan eksternal mulai mereda, kami melihat adanya ruang yang cukup bagi BI untuk melakukan penurunan suku bunga," tuturnya.
Selain mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneternya, BI diperkirakan akan mempertimbangkan penerapan exit strategy dari kebijakan Sekuritas Rupiah BI (SRBI) dalam jangka pendek.
Ruang untuk pemangkasan BI-Rate semakin terbuka di paruh kedua tahun 2024 jika kondisi eksternal terus membaik dan mendukung sentimen risk-on, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
"Jika semua kondisi terbukti mendukung, ada kemungkinan BI akan mengalihkan fokus kebijakan moneternya dari stabilitas ke pertumbuhan," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BI sebut ketahanan sistem keuangan RI terjaga baik
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024