Penulis sekaligus praktisi metode pendidikan anak-anak Montessori, Laurentia Mira, mengatakan bahwa anak disleksia bisa meraih sukses di masa depan dengan pendidikan yang tepat.
Hal ini diungkapkannya berdasarkan data dari organisasi nirlaba AS, United Notice Ability Dyslexia Network, yang menyebutkan 50 persen penghuni lembaga pemasyarakatan di sana adalah anak dengan disleksia atau yang awalnya kesulitan belajar spesifik.
"Dari studi itu menunjukkan anak-anak yang kesulitan belajar spesifik itu banyak sekali yang hidupnya berakhir di balik jeruji. Berangkat dari itu, tidak menutup kemungkinan hal demikian juga terjadi di belahan dunia yang lain, termasuk di Indonesia," kata Laurentia yang juga merupakan Ketua Yayasan Lentera Insan Kreatif ini di Bandung, Kamis.
Yang menarik, kata Laurentia, dalam temuan data lain juga terungkap bahwa 60 persen CEO (Chief Executive Officer) dan para pengusaha yang berhasil di dunia merupakan anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik.
"Kalau kita bisa membantu mereka, maka mereka tidak akan menjadi 'lost generation'. Kalau kita tidak membantu mereka maka ketika ledakan demografi Indonesia terjadi pada tahun 2045, kita akan sangat berpotensi memiliki sumber daya manusia yang gagal," ujar dia.
Berdasarkan data tersebut juga, Laurentia mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung untuk memberikan sosialisasi dan edukasi bagi 225 anak binaan dalam menyambut hari anak nasional, mengenai kesulitan belajar spesifik atauanak disleksia untuk tujuan membantu pengembangan mereka.
Pasalnya, kata Laurentia, saat ini pendidikan khusus untuk anak disleksia masih minim di Indonesia, padahal mereka pun membutuhkan pendampingan agar mampu menjadi anak unggul di kemudian hari.
"Kami memiliki 'Gerakan Bhinneka' yang punya tujuan untuk memberdayakan guru dan melalui pelatihan literasi untuk menguak potensi anak dengan kesulitan belajar sehingga pendidik mampu memahami perbedaan cara belajar anak dan bisa mendukung kematangan sosial emosional," ujar Laurentia.
Gerakan ini, kata Laurentia, difokuskan untuk membantu anak-anak yang kesulitan belajar di tiga hal, yakni wilayah literasi, matematika, dan pembelajaran yang berkenaan dengan sosial emosional.
Ketiga hal tersebut, kata dia, menjadi sangat fundamental karena anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik biasanya memiliki kecenderungan emosional yang kurang begitu baik dan tidak terkontrol, terlebih anak dengan disleksia memiliki kecenderungan merasa dirinya punya self-esteem yang rendah, selalu merasa tidak mampu dan merasa tidak bisa berbuat apa-apa.
Gerakan Bhinneka itu, kata Laurentia, akan diselenggarakan di seluruh Indonesia secara berjenjang ke 23 kota di 11 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia dengan melibatkan organisasi United Notice Ability Dyslexia Network sebagai kolaborator.
"Di setiap kota yang dikunjungi, kami akan bertemu dengan orang tua dan guru dengan target capaian hingga 2.000 orang. Mereka akan diberikan pembelajaran tentang bagaimana caranya mengidentifikasi anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik," ujarnya.
Gerakan semacam ini bukan tidak memiliki tantangan yang besar. Secara teknis, dibutuhkan dukungan yang bersumber dari berbagai lapisan aspek, termasuk di ranah pendidikan dan aspek terkait lainnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
Hal ini diungkapkannya berdasarkan data dari organisasi nirlaba AS, United Notice Ability Dyslexia Network, yang menyebutkan 50 persen penghuni lembaga pemasyarakatan di sana adalah anak dengan disleksia atau yang awalnya kesulitan belajar spesifik.
"Dari studi itu menunjukkan anak-anak yang kesulitan belajar spesifik itu banyak sekali yang hidupnya berakhir di balik jeruji. Berangkat dari itu, tidak menutup kemungkinan hal demikian juga terjadi di belahan dunia yang lain, termasuk di Indonesia," kata Laurentia yang juga merupakan Ketua Yayasan Lentera Insan Kreatif ini di Bandung, Kamis.
Yang menarik, kata Laurentia, dalam temuan data lain juga terungkap bahwa 60 persen CEO (Chief Executive Officer) dan para pengusaha yang berhasil di dunia merupakan anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik.
"Kalau kita bisa membantu mereka, maka mereka tidak akan menjadi 'lost generation'. Kalau kita tidak membantu mereka maka ketika ledakan demografi Indonesia terjadi pada tahun 2045, kita akan sangat berpotensi memiliki sumber daya manusia yang gagal," ujar dia.
Berdasarkan data tersebut juga, Laurentia mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung untuk memberikan sosialisasi dan edukasi bagi 225 anak binaan dalam menyambut hari anak nasional, mengenai kesulitan belajar spesifik atauanak disleksia untuk tujuan membantu pengembangan mereka.
Pasalnya, kata Laurentia, saat ini pendidikan khusus untuk anak disleksia masih minim di Indonesia, padahal mereka pun membutuhkan pendampingan agar mampu menjadi anak unggul di kemudian hari.
"Kami memiliki 'Gerakan Bhinneka' yang punya tujuan untuk memberdayakan guru dan melalui pelatihan literasi untuk menguak potensi anak dengan kesulitan belajar sehingga pendidik mampu memahami perbedaan cara belajar anak dan bisa mendukung kematangan sosial emosional," ujar Laurentia.
Gerakan ini, kata Laurentia, difokuskan untuk membantu anak-anak yang kesulitan belajar di tiga hal, yakni wilayah literasi, matematika, dan pembelajaran yang berkenaan dengan sosial emosional.
Ketiga hal tersebut, kata dia, menjadi sangat fundamental karena anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik biasanya memiliki kecenderungan emosional yang kurang begitu baik dan tidak terkontrol, terlebih anak dengan disleksia memiliki kecenderungan merasa dirinya punya self-esteem yang rendah, selalu merasa tidak mampu dan merasa tidak bisa berbuat apa-apa.
Gerakan Bhinneka itu, kata Laurentia, akan diselenggarakan di seluruh Indonesia secara berjenjang ke 23 kota di 11 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia dengan melibatkan organisasi United Notice Ability Dyslexia Network sebagai kolaborator.
"Di setiap kota yang dikunjungi, kami akan bertemu dengan orang tua dan guru dengan target capaian hingga 2.000 orang. Mereka akan diberikan pembelajaran tentang bagaimana caranya mengidentifikasi anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik," ujarnya.
Gerakan semacam ini bukan tidak memiliki tantangan yang besar. Secara teknis, dibutuhkan dukungan yang bersumber dari berbagai lapisan aspek, termasuk di ranah pendidikan dan aspek terkait lainnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024