Antarajawabarat.com, 15/2 - Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menyisir warga etnis sunda yang berada di luar provinsi agar mudah mengkoordinasikan keberadaan mereka.

"Insya Allah, secara perlahan, karena ini baru pertama kali. Kalau masyarakat minang ada Gebu Minang, di Sumatera Utara ada Martabe. Dan Alhamdulillah hari ini di Sunda ada," kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan usai deklarasi Forum Komunikasi Masyarakat Sunda Pangumbaran/Pengembara (Formas), di Bali, Sabtu malam.

Menurut dia, potensi etnis sunda besar namun karena terpisah-pisah maka eksistensinya menjadi kurang terlihat di kancah nasional.

"Sehingga penyisiran ini perlu dilakukan, kalau tidak salah ada enam ribu orang Sunda yang ada di luar Jabar," kata dia.

Di tengah perkembangan zaman dan persaingan yang lebih ketat lagi, termasuk bidang politik maka etnis sunda dituntut harus berprestasi agar eksistensinya bisa dirasakan oleh semua pihak.

"Oleh karena itu, boleh jadi berprestasi tapi tidak ada kehendak karena falsafahnya "mangga ti payun (silakan duluan)," katanya.

Sehingga, lanjut dia, agar eksistensi masyarakat sunda bisa menonjol di kancal nasional maka falsafah "Mangga Ti Payun" harus diganti dengan "Punten Kapayunan" (Maaf, Kita Duluan).

Lebih lanjut ia mengatakan dengan adanya pengukuhan pengurus besar Forum Komunikasi Masyarakat Sunda Pangumbara tersebut diharapkan bisa kembali mengharumkan nama tata Sunda di kancah nasional.

"Forum ini Ngumbara dimaksudkan sebagai wadah untuk menghadirkan lebih banyak kebaikan dan prestasi," tandasnya.

Ia menyebutkan beberapa contoh prestasi monumental putra terbaik asal tatar Sunda, seperti Ir R Djoeanda Kartawidjaja atau Ir Djuanda, Perdana Menteri ke-10 RI, yang berhasil menyatukan kepulauan Indonesia dalam satu kesatuan wilayah NKRI, melalui konvensi laut (United Nations Convention on Law of the Sea).

Karya putra kelahiran Tasikmalaya, Jabar, pada 14 Januari 1911 dimaksud dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.

"Banyak tokoh lainnya. Namun, selain itu, sejarah mencatat tak sedikit peristiwa penting dalam perjalanan bangsa berawal dari tatar Sunda. Tantangan kita sekarang bagaimana mencetak prestasi untuk kejayaan Indonesia ke depan," kata dia.

Sementara itu, Ketua PB Paguyuban Pasundan Didi Turmudzi mengatakan, semboyan silih asah silih asih silih asuh harus benar-benar dilaksanakan, jangan kemudian ditambah dengan 'silih dedet'.

"Karena apa yang dihadapi orang sunda makin berat meski secara kuantitas jumlah etnis sunda terbesar kedua setelah Jawa. Silih asah, asih, asuh, titik. Jangan pakai koma. Silih dedetkeun, itu penyakit," kata Didi.

Etnis atau orang sunda, kata Didi, harus melakukan reaktualisasi politik dengan memiliki keberanian untuk bersaing secara terbuka dengan etnis lain. Sebab fenomena politik bukanlah persoalan yang tabu hari ini dan lusa.

"Jadi tinggal bagaimana kepiawaian mengidentifikasi dan mengelola potensi politik yang ada agar tetap ada pada orbit kesundaan dan keindonesiaan," ujar dia.

ajats

Pewarta:

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015