Anggota DPRD Jawa Barat Daddy Rohanady sepakat dengan Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin yang ingin mengkaji ulang rencana penerbitan obligasi daerah, yang dikemukakan oleh mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil beberapa waktu lalu.

Menurut Daddy, saat ini Pemprov Jabar masih terbebani pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ketika pandemi COVID-19 sebesar Rp3,6 triliun, sehingga menurutnya tidak elok bila menambah beban baru dengan alasan untuk percepatan pembangunan.

Baca juga: Bey Triadi kaji ulang rencana penerbitan obligasi daerah

"Saya sepakat dengan Pak Pj untuk mengevaluasi rencana obligasi. Saya termasuk orang yang tidak setuju dengan obligasi, karena hutang kita masih belum lunas, bagian dari (PEN) Rp3,6 triliun itu belum lunas. Itu harus dilunasi dulu, supaya beban APBD tidak terus-terusan terkuras bayar hutang. Apalagi kalau bunga sekitar delapan persen," ujar Daddy dikonfirmasi di Bandung, Jumat.

Belum lagi, kata Daddy, bila Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) jadi disahkan, dipastikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Barat dari sektor pajak kendaraan akan menurun yang akan kian memberatkan bila memiliki hutang.

"Harus dihitung. (Kalau) Besok ada Undang-undang tentang HKPD, ada pembagian hak kekayaan. Kalau itu berlaku, diprediksi kurang lebih Jawa Barat akan kehilangan sekitar Rp1,8 triliun. Dan jika terjadi, jangan sampai bikin hutang di tengah PAD turun. Jangan sampai kita boborot teu pararuguh (bekerja sangat keras tidak berguna). Ini harus dijaga," ucapnya.

Dengan keadaan itu, menurut Daddy, Jawa Barat harus mengukur kemampuannya sebelum mengambil tindakan, walaupun tindakan itu bertujuan percepatan pembangunan.

"Pembangunan oke, tapi ibarat begini: Saya mau mobil tapi gaji saya cuma Rp2 juta, bagaimana? Kudu ngukur ka kujur (harus mengukur kemampuan diri)," tuturnya.

Diketahui, rencana penerbitan obligasi daerah mengemuka pada medio 2023 silam, kala mantan Gubernur Ridwan Kamil menargetkan Rp2 triliun, untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur penunjang BIJB Kertajati dan beberapa rumah sakit, yang bahkan menjadi pilot project Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam percepatan pembangunan.
Namun Pj Gubernur Jabar baru-baru ini mengatakan sejauh ini Pemprov Jabar belum membutuhkan adanya obligasi daerah dalam membantu proses pembangunan, karena sejatinya masih mampu ter-cover melalui APBD.

Terlebih, bunga yang menjadi beban pinjaman dari penerbitan obligasi daerah tidak kecil, sehingga dikhawatirkan akan memberatkan APBD di kemudian hari.

"Tingkat rate delapan persen cukup tinggi. Apakah perlu seperti itu? Jadi kami juga ingin berdiskusi dengan pihak yang memiliki pemahaman tentang obligasi itu. Apakah sudah saatnya? Dan jumlahnya bagaimana? Saya lebih baik pelajari dulu, termasuk dampak kepada masyarakat seperti apa?," ucapnya.

Baca juga: Jawa Barat jadi proyek percontohan penerbitan obligasi daerah

Pewarta: Ricky Prayoga

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023