Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menegaskan bekas tempat pembuangan akhir (TPA) Cicabe tidak akan digunakan sebagai tempat pembuangan darurat seperti kejadian darurat sampah di Bandung sebelumnya, meski kini TPA Sarimukti ditutup karena kebakaran yang terjadi.
"Tidak akan ada pembuangan sampah darurat ke Cicabe," kata Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Bandung Ema Sumarna di Bandung, Minggu.
Untuk menangani persoalan sampah saat ini terkait ditutupnya TPA Sarimukti karena terjadi kebakaran, Ema mengatakan pihaknya melakukan pola distribusi sampah untuk mengantisipasi adanya penumpukan sampah di Kota Bandung. Yakni, dengan melakukan substitusi TPS, dari lokasi tempat pembuangan sampah (TPS) yang berlebihan akan digeser ke TPS yang masih cukup mengakomodasi penampungan sampah, seperti di Tegallega, Babakan Siliwangi, Ciwastra, Sekelimus, Ujungberung, dan Ence Azis.
"Pola distribusi juga kita atur. Misalnya jangan terjadi penumpukan di sini, pola pergeseran seperti sebelumnya saya lakukan sambil menunggu TPA Sarimukti bisa cepat teratasi. Sekarang ada banyak ritasi yang tidak bisa masuk karena ada ancaman keselamatan," ucapnya.
Malahan, Ema menyebut pihaknya kini menjajaki kerjasama dengan TNI AD dalam penyediaan TPA darurat.
"Untuk mencegah terjadinya darurat sampah, pemkot terus menjalankan beragam upaya. Kami juga menjajaki aset TNI di daerah Citatah. Kalau feasible (layak), ini akan dijadikan alternatif lain. Sampah di Bandung akan ditarik ke sana," ucap Ema.
Sementara untuk eks TPA Cicabe, kata Ema, disiapkan untuk membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) seperti TPST Cicukang Holis yang mampu mengolah hingga 10 ton sampah kering dan residu setiap harinya dengan sistem Refused Derived Fuel (RDF) yang akan mengolah sampah anorganik melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan.
TPST di Cicabe, direncanakan akan mulai dibangun tahun 2024, namun masih ada penolakan dari masyarakat setempat terkait rencana tersebut, karenanya Ema menyampaikan akan terus melakukan pendekatan dan edukasi kepada masyarakat mengenai TPTS di Cicabe.
"Itu memang masih ada penolakan, tapi akan kita komunikasi. Saya sudah mintakan lurah dan camat dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung untuk lakukan pendekatan dan penjelasan," ujar Ema.
Menurutnya, mungkin saja masih ada miskomunikasi dan salah paham mengenai TPST, padahal menurutnya merupakan satu langkah yang tepat, baik, dan benar dalam penanggulangan sampah.
Sebab, kata dia, dengan TPST sampah bisa jauh lebih baik ditangani, bahkan unsur baunya juga tidak menjadi sesuatu yang perlu dikhawatirkan masyarakat.
"Contoh yang di Holis. Itu mungkin mereka kalau sudah melihat TPST di Holis justru akan terbayang seperti apa penanganan pola TPST ini. Justru di sana terjadi sirkuler ekonomi karena menjadi produk-produk yang bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomi," ucapnya.
Sementara itu, warga di sekitar lokasi sekitar eks-TPA Cicabe, Kelurahan Jatihandap, Kecamatan Mandalajati, masih belum sepakat dengan rencana pembangunan TPST di sana.
Ayi, Ketua RW 06 Jatihandap menyebutkan ada enam RW yang akan terkena dampak dari pembangunan TPST tersebut. Di antaranya RW 03, 06, 07, 09, 14, dan 15, dan semuanya kebanyakan belum mendukung, karena merasa belum ada sosialisasi yang mumpuni.
"Sosialisasi ini sebenarnya masih kurang jelas. Berapa jumlah ton sampah yang akan diolah per hari di TPST ini nantinya. Kita juga belum tahu pasti akan menampung sampahnya dari Bandung Raya atau hanya satu kecamatan," kata Ayi beberapa waktu lalu.
Kurangnya sosialisasi tersebut, kata dia, yang membuat masyarakat ingin menunda pembangunan TPST hingga adanya sosialisasi yang jelas dari pemerintah terkait.
"Saya minta tunda dulu sampai ada sosialisasi yang jelas. Sebab, katanya yang namanya TPST itu kan sampahnya sudah dipilah. Kemarin belum ada kejelasannya di TPST Cicabe ini mau sampah jenis apa saja," ucapnya.
Ayi mengatakan, sebagai mitra Pemkot Bandung, tentu akan mendukung program-program pemerintah, asalkan semuanya harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dan ada informasi yang jelas.
"Kita masih tunda dulu pembangunan TPST ini karena banyak informasi yang belum jelas. Selain itu, kontruksi tanahnya labil. Hal yang kami inginkan itu sosialisasi dari dinas terkait, bukan cuma camat dan lurah," tuturnya.
Dikabarkan, ada juga warga yang melaporkan masalah ini ke Ombudsman Jawa Barat, seperti warga Komplek City Garden Residance, yang menduga proyek di lokasi eks tempat pembuangan sampah (TPA) itu dilakukan tidak sesuai prosedur pelaksanaan atau maladministrasi.
Setidaknya, ada dua poin dugaan maladminstrasi mengenai proyek TPST Cicabe, yang pertama mengenai dugaan kesalahan pada saat proses perizinan hingga perencanaannya, kemudian masalah penundaan berlarut atas surat permintaan konfirmasi dari warga ke sejumlah instansi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
"Tidak akan ada pembuangan sampah darurat ke Cicabe," kata Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Bandung Ema Sumarna di Bandung, Minggu.
Untuk menangani persoalan sampah saat ini terkait ditutupnya TPA Sarimukti karena terjadi kebakaran, Ema mengatakan pihaknya melakukan pola distribusi sampah untuk mengantisipasi adanya penumpukan sampah di Kota Bandung. Yakni, dengan melakukan substitusi TPS, dari lokasi tempat pembuangan sampah (TPS) yang berlebihan akan digeser ke TPS yang masih cukup mengakomodasi penampungan sampah, seperti di Tegallega, Babakan Siliwangi, Ciwastra, Sekelimus, Ujungberung, dan Ence Azis.
"Pola distribusi juga kita atur. Misalnya jangan terjadi penumpukan di sini, pola pergeseran seperti sebelumnya saya lakukan sambil menunggu TPA Sarimukti bisa cepat teratasi. Sekarang ada banyak ritasi yang tidak bisa masuk karena ada ancaman keselamatan," ucapnya.
Malahan, Ema menyebut pihaknya kini menjajaki kerjasama dengan TNI AD dalam penyediaan TPA darurat.
"Untuk mencegah terjadinya darurat sampah, pemkot terus menjalankan beragam upaya. Kami juga menjajaki aset TNI di daerah Citatah. Kalau feasible (layak), ini akan dijadikan alternatif lain. Sampah di Bandung akan ditarik ke sana," ucap Ema.
Sementara untuk eks TPA Cicabe, kata Ema, disiapkan untuk membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) seperti TPST Cicukang Holis yang mampu mengolah hingga 10 ton sampah kering dan residu setiap harinya dengan sistem Refused Derived Fuel (RDF) yang akan mengolah sampah anorganik melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan.
TPST di Cicabe, direncanakan akan mulai dibangun tahun 2024, namun masih ada penolakan dari masyarakat setempat terkait rencana tersebut, karenanya Ema menyampaikan akan terus melakukan pendekatan dan edukasi kepada masyarakat mengenai TPTS di Cicabe.
"Itu memang masih ada penolakan, tapi akan kita komunikasi. Saya sudah mintakan lurah dan camat dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung untuk lakukan pendekatan dan penjelasan," ujar Ema.
Menurutnya, mungkin saja masih ada miskomunikasi dan salah paham mengenai TPST, padahal menurutnya merupakan satu langkah yang tepat, baik, dan benar dalam penanggulangan sampah.
Sebab, kata dia, dengan TPST sampah bisa jauh lebih baik ditangani, bahkan unsur baunya juga tidak menjadi sesuatu yang perlu dikhawatirkan masyarakat.
"Contoh yang di Holis. Itu mungkin mereka kalau sudah melihat TPST di Holis justru akan terbayang seperti apa penanganan pola TPST ini. Justru di sana terjadi sirkuler ekonomi karena menjadi produk-produk yang bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomi," ucapnya.
Sementara itu, warga di sekitar lokasi sekitar eks-TPA Cicabe, Kelurahan Jatihandap, Kecamatan Mandalajati, masih belum sepakat dengan rencana pembangunan TPST di sana.
Ayi, Ketua RW 06 Jatihandap menyebutkan ada enam RW yang akan terkena dampak dari pembangunan TPST tersebut. Di antaranya RW 03, 06, 07, 09, 14, dan 15, dan semuanya kebanyakan belum mendukung, karena merasa belum ada sosialisasi yang mumpuni.
"Sosialisasi ini sebenarnya masih kurang jelas. Berapa jumlah ton sampah yang akan diolah per hari di TPST ini nantinya. Kita juga belum tahu pasti akan menampung sampahnya dari Bandung Raya atau hanya satu kecamatan," kata Ayi beberapa waktu lalu.
Kurangnya sosialisasi tersebut, kata dia, yang membuat masyarakat ingin menunda pembangunan TPST hingga adanya sosialisasi yang jelas dari pemerintah terkait.
"Saya minta tunda dulu sampai ada sosialisasi yang jelas. Sebab, katanya yang namanya TPST itu kan sampahnya sudah dipilah. Kemarin belum ada kejelasannya di TPST Cicabe ini mau sampah jenis apa saja," ucapnya.
Ayi mengatakan, sebagai mitra Pemkot Bandung, tentu akan mendukung program-program pemerintah, asalkan semuanya harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dan ada informasi yang jelas.
"Kita masih tunda dulu pembangunan TPST ini karena banyak informasi yang belum jelas. Selain itu, kontruksi tanahnya labil. Hal yang kami inginkan itu sosialisasi dari dinas terkait, bukan cuma camat dan lurah," tuturnya.
Dikabarkan, ada juga warga yang melaporkan masalah ini ke Ombudsman Jawa Barat, seperti warga Komplek City Garden Residance, yang menduga proyek di lokasi eks tempat pembuangan sampah (TPA) itu dilakukan tidak sesuai prosedur pelaksanaan atau maladministrasi.
Setidaknya, ada dua poin dugaan maladminstrasi mengenai proyek TPST Cicabe, yang pertama mengenai dugaan kesalahan pada saat proses perizinan hingga perencanaannya, kemudian masalah penundaan berlarut atas surat permintaan konfirmasi dari warga ke sejumlah instansi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023