Antarajawabarat.com,27/8 - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, menyatakan terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang memicu naiknya harga kedelai menjadi 'penyadar' bangsa dan negara ini agar mempunyai sebuah kemandirian yang kuat di bidang pangan.

"Tempe ngak akan bergejolak kalau kita punya produksi kedelai lokal yang memadai, ini melecut dan menyadarkan kita untuk punya kemandiraan yang kuat di bidang pangan," kata Ahmad Heryawan, di Gedung Sate Bandung, Selasa.

Selain itu, kata Heryawan, terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar juga menyadarkan semua pihak agar meningkatkan ketahanan ekonomi terutama produk pangan, salah satunya agar jangan tergantung pada produk impor (kedelai) sebagai bahan baku utama pembuatan tempe dan tahu.

Dia mengatakan anjloknya rupiah itu tentu berkolerasi kuat dengan urusan ekspor impor, terutama barang impor. Kalau ekpsor kita banyak justru malah untung, yang jadi persoalan ketika kita impor maka harus beli pakai dolar, harga jadi naik dan mahal.

Menurut dia, ke depannya barang pangan yang semestinya bisa diproduksi di dalam negeri, harus didorong untuk bisa swasembada.

Dengan demikian, lanjut Heryawan, saat terjadi kondisi seperti sekarang maka industri seperti tahu tempe tidak akan terpengaruh dan bergejolak.

"Komitmen untuk tidak impor dan memilih swasembada," katanya.

Dikatakan dia, di Provinsi Jabar pun tidak ada cara lain selain harus menanam sebanyak-banyaknya kedelai tapi upaya ini harus disertai dengan tatanan ekonomi makro yang baik supaya ada jaminan bagi para petani dalam negeri ketika sudah mulai menanam dan memanen kedelai.

"Agar ada jaminan petani bisa menanam kedelai dengan harga jual yang normal," katanya.

Karena, menurut Heryawan, yang jadi masalah adalah soal harga dan sebetulnya saat ini di negara asalnya tidak ada masalah, tidak kekeringan dan stok juga tidak ada masalah.

"Ini karena dolarnya yang tinggi sehingga harga pun naik," katanya.

Ia menuturkan, penggunaan bahan pangan lokal pun harus dijadikan pilihan utama meskipun di saat kondisi normal, harga bahan lokal cenderung lebih tinggi dibanding harga bahan impor.

"Jika biasanya kedelai impor Rp6 ribu sementara lokal Rp7 ribu. Mending pilih yang lokal. Dan sekarang ketika naik ya lebih baik lagi pilih lokal," katanya.

Pihaknya menambahkan, kedelai lokal itu bisa menghidupi banyak orang dan semuanya dapat proses ekonomi.

"Mulai dari petani, tukang cangkul, semuanya. Impor murah, tapi tidak ada proses ekonominya," katanya.***3***Budi Suyanto

Ajat S

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013