Pelaksana Harian (Plh) Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Sukabumi Ramdhani Yulianti mengatakan untuk memberantas peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba tidak hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum saja, tetapi perlu keterlibatan semua unsur.
"Memberantas narkoba bukan hanya tugas BNN, Polri maupun pemerintah saja, tetapi semua harus terlibat baik itu masyarakat, komunitas, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, badan usaha maupun pemangku kepentingan lainnya," kata Ramdhani di Sukabumi pada Selasa, (28/6).
Peredaran narkoba di Sukabumi sudah memprihatinkan bahkan pengguna maupun pengedarnya berasal dari berbagai kalangan mulai dari masyarakat umum, pelajar, aparatur sipil negara (ASN) hingga pendidik (guru). Seperti pengungkapan kasus narkoba yang dilakukan jajaran kepolisian di Sukabumi di mana ada oknum ASN serta guru yang menjadi pencandu sabu-sabu dan ganja.
Selain itu, katanya, berbagai modus dilakukan para pengedar untuk mengedarkan barang haramnya tersebut, mulai dari bertemu langsung antara kurir dengan pembeli, kemudian cara tempel di mana pengedar menyimpan narkoba pesanan pelanggannya di suatu tempat dan lain sebagainya.
Maka dari itu, ia mengatakan untuk memerangi dan mencegah peredarannya tentu keterlibatan semua pihak sangat dibutuhkan, khususnya masyarakat yang bisa memberikan informasi jika mencurigai adanya transaksi maupun penyalahgunaan narkoba.
Sesuai tema peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) "Kerja Cepat, Kerja Hebat Berantas Narkoba di Indonesia” pihaknya mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama memerangi peredaran narkoba dan mempersempit ruang gelap para pelakunya.
BNN Kabupaten Sukabumi pun sudah menyiapkan reward atau penghargaan kepada para penggiat anti-narkoba untuk mewujudkan Kota dan Kabupaten Sukabumi bersih narkoba. "Peredaran narkoba bisa merusak seluruh sendi kehidupan. Selain itu, baik pengedar maupun pengguna tidak hanya terancam hukuman penjara, tetapi juga mengancam keselamatannya karena tidak sedikit pecandu yang meninggal akibat over dosis," tambahnya/
Di sisi lain, Rhamdani mengatakan pemberian penghargaan untuk para penggiat anti-narkoba ini untuk memberikan motivasi. Kemudian untuk pencegahan, BNN tidak hanya sebatas melakukan penangkapan saja, tetapi juga fokus melakukan sosialisasi tentang bahaya narkoba ke seluruh lapisan masyarakat.
Legalisasi ganja
Sebelumnya Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose kembali menegaskan tidak ada wacana membahas legalisasi ganja untuk kebutuhan medis atau rekreasi di Indonesia meskipun beberapa negara mulai melegalkan tanaman candu tersebut.
“Tidak ada sampai saat ini pembahasan untuk legalisasi ganja. Di tempat lain ada, tetapi di Indonesia tidak ada,” kata Petrus Golose pada sela-sela acara peringatan Hari Antinarkotika Internasional (HANI) 2022 di Badung, Bali, Ahad.
Ia menyampaikan meskipun beberapa negara mulai melegalkan ganja, dari segi jumlah masih lebih banyak negara yang menetapkan tanaman candu itu ilegal.
Ia mencontohkan kebijakan legalisasi ganja di Amerika Serikat pun tidak merata, hanya di negara-negara bagian, bukan secara terpusat atau di tingkat federal.
Sementara itu, di Asia Tenggara, hanya Thailand yang telah melegalkan budidaya dan penggunaan ganja untuk kepentingan medis/pengobatan.
“Akan tetapi, itu biar di negara lain. Saya tetap konsisten untuk tidak (membahas wacana) melegalisasi ganja,” kata Petrus Golose di sela turnamen tenis meja internasional yang merupakan rangkaian HANI 2022 di Bali.
Kratom
Kemudian, terkait tanaman kratom yang sempat menarik perhatian publik karena dianggap punya efek candu, Golose menyampaikan pihaknya masih mendalami itu.
“Kratom masih dalam proses, kami melihat bagaimana sampai sekarang itu masih menunggu. Ada aturan-aturan yang harus kami laksanakan. Akan tetapi, kami dari BNN mengusulkan itu jadi salah satu bahan dalam perubahan Undang-Undang (Narkotika, red.),” kata Kepala BNN.
BNN tahun lalu menyampaikan rencananya mengusulkan, agar kratom (Mitragyna speciosa) masuk dalam narkotika golongan I sehingga tanaman itu tidak dapat digunakan untuk pengobatan.
Rencana itu kemudian menuai polemik karena beberapa kelompok masyarakat menggunakan kratom sebagai bahan obat-obatan tradisional/herbal.
Wakil Bupati Kapuas Hulu Wahyudi Hidayat, pada bulan ini, menyampaikan tanaman kratom punya potensi jadi pendorong perekonomian masyarakat yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ia menambahkan kratom saat ini menjadi salah satu tanaman asli Kapuas Hulu yang masih dibudidaya oleh beberapa masyarakat.
Akan tetapi, BNN meyakini kratom memiliki efek samping yang lebih kuat daripada morfin, zat yang saat ini masuk narkotika golongan II di Indonesia.
Uji materi ganja
Sejumlah ibu dari pasien gangguan fungsi otak (celebral palsy) serta lembaga swadaya masyarakat mempersoalkan penggunaan ganja, termasuk untuk tujuan medis, dapat terkena sanksi pidana ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang perdana yang digelar secara daring, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, para pemohon mengajukan uji materi terhadap Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika mengatur golongan narkotika yang penggunanya akan dikenai sanksi pidana, sedangkan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika mengatur narkotika Golongan I, termasuk di dalamnya ganja, dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Ibu dari pasien gangguan fungsi otak adalah Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Murhayanti. Sedangkan lembaga yang turut menjadi pemohon adalah Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
Kuasa hukum para pemohon Erasmus Napitupulu mendalilkan norma dalam pasal yang dimohonkan untuk diujikan itu, menyebabkan ibu dari pasien gangguan fungsi otak tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan anaknya meski manfaat terapi ganja disebut memiliki manfaat untuk kesehatan.
"Adanya larangan tersebut telah secara jelas, menghalangi pemohon untuk mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak pemohon," ujar Erasmus. Untuk itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan dua pasal yang diujikan itu bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Pemohon pun mengusulkan agar narkotika Golongan I dimaknai sebagai narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan dan atau terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022