Front Nelayan Bersatu (FNB) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, meminta Pemerintah Pusat untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dikarenakan memberatkan para nelayan, apa lagi harga ikan saat ini cenderung murah.
"Kami meminta pemerintah bisa merevisi PP nomor 85 tahun 2021," kata perwakilan dari FNB Kabupaten Indramayu Kajidin di Indramayu, Kamis.
Baca juga: Gudang ikan beku kapasitas 170 ton di Indramayu sudah beroperasi
Ia mengatakan dengan adanya PP tersebut, memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap dari berbagai daerah, begitu juga nasib nelayan Indramayu.
Aturan yang harus direvisi lanjut Kajidin, yaitu indeks tarif PNBP pasca-produksi untuk ukuran kapal lebih dari 60 GT adalah 2 persen serta kapal ukuran antara lebih dari 60 GT dan kurang dari 1.000 GT adalah 3 persen.
Selain itu para nelayan juga, menolak masuknya kapal asing dan eks asing ke wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia.
"Kalau tidak direvisi, kebijakan tersebut memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap," ujarnya
Selain PP tersebut, pihaknya juga berharap, agar pemerintah bisa lebih menekan harga solar bagi nelayan, karena saat ini harga solar mencapai Rp16.900 per liter, tidak sebanding dengan harga ikan yang anjlok.
Untuk itu, para nelayan mengusulkan adanya harga BBM industri khusus untuk kapal nelayan di atas 30 GT dengan harga maksimal Rp9 ribu per liter
Baca juga: Pemerintah bangun gudang beku ikan kapasitas 300 ton di Indramayu
"Kami juga meminta alokasi tambahan BBM bersubsidi jenis solar untuk nelayan ukuran maksimal 30 GT dan pertalite bersubsidi untuk kapal di bawah 5 GT," katanya.
Karena dengan harga solar yang mahal, membuat pendapatan para nelayan menurun, apa lagi saat ini harga ikan sedang anjlok, di mana per kilogram, hanya dihargai Rp15 ribu.
Ia memastikan, ketika tuntutan tersebut tidak didengarkan oleh Pemerintah Pusat, maka nelayan Pantai Utara (Pantura) akan melakukan aksi di Istana Negara.
"Kalau lewat kawan-kawan media aspirasi kami tetap juga tidak tersampaikan sampai dengan batas waktu tertentu, mohon maaf, sesuai kesepakatan awal per 1 Juni kemarin, bahwa kita akan datang ke Istana Negara dengan massa lebih banyak, bukan lagi ribuan orang tapi puluhan ribu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
"Kami meminta pemerintah bisa merevisi PP nomor 85 tahun 2021," kata perwakilan dari FNB Kabupaten Indramayu Kajidin di Indramayu, Kamis.
Baca juga: Gudang ikan beku kapasitas 170 ton di Indramayu sudah beroperasi
Ia mengatakan dengan adanya PP tersebut, memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap dari berbagai daerah, begitu juga nasib nelayan Indramayu.
Aturan yang harus direvisi lanjut Kajidin, yaitu indeks tarif PNBP pasca-produksi untuk ukuran kapal lebih dari 60 GT adalah 2 persen serta kapal ukuran antara lebih dari 60 GT dan kurang dari 1.000 GT adalah 3 persen.
Selain itu para nelayan juga, menolak masuknya kapal asing dan eks asing ke wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia.
"Kalau tidak direvisi, kebijakan tersebut memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap," ujarnya
Selain PP tersebut, pihaknya juga berharap, agar pemerintah bisa lebih menekan harga solar bagi nelayan, karena saat ini harga solar mencapai Rp16.900 per liter, tidak sebanding dengan harga ikan yang anjlok.
Untuk itu, para nelayan mengusulkan adanya harga BBM industri khusus untuk kapal nelayan di atas 30 GT dengan harga maksimal Rp9 ribu per liter
Baca juga: Pemerintah bangun gudang beku ikan kapasitas 300 ton di Indramayu
"Kami juga meminta alokasi tambahan BBM bersubsidi jenis solar untuk nelayan ukuran maksimal 30 GT dan pertalite bersubsidi untuk kapal di bawah 5 GT," katanya.
Karena dengan harga solar yang mahal, membuat pendapatan para nelayan menurun, apa lagi saat ini harga ikan sedang anjlok, di mana per kilogram, hanya dihargai Rp15 ribu.
Ia memastikan, ketika tuntutan tersebut tidak didengarkan oleh Pemerintah Pusat, maka nelayan Pantai Utara (Pantura) akan melakukan aksi di Istana Negara.
"Kalau lewat kawan-kawan media aspirasi kami tetap juga tidak tersampaikan sampai dengan batas waktu tertentu, mohon maaf, sesuai kesepakatan awal per 1 Juni kemarin, bahwa kita akan datang ke Istana Negara dengan massa lebih banyak, bukan lagi ribuan orang tapi puluhan ribu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022