Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan kekhawatiran masih banyak sekolah yang dapat melaksana pembelajaran tatap muka (PTM) namun belum melakukannya yang dapat menyebabkan learning loss pada siswa.
"Saya lebih khawatir bahwa hanya 40 persen dari pada sekolah kita yang bisa melakukan PTM saat ini, baru melakukan PTM. Jadi ada 60 persen sekolah kita yang sebenarnya sudah boleh melakukan PTM yang belum," kata Mendikbudristek Nadiem dalam konferensi pers hasil ratas PPKM, dipantau virtual dari Jakarta pada Senin.
Kekhawatiran Nadiem itu didasari bahwa data Bank Dunia dan berbagai riset yang melaporkan adanya potensi learning loss atau kemunduran proses akademik akibat masih belum dilakukannya PTM.
Nadiem secara khusus menyoroti pentingnya pembelajaran secara langsung terutama bagi anak-anak di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD).
"Bahwa kalau sekolah-sekolah ini tidak dibuka dampaknya bisa permanen. Jadi ini merupakan suatu hal yang lebih mencemaskan buat kami adalah seberapa lama anak-anak sudah melaksanakan PJJ yang jauh di bawah efektivitas sekolah tatap muka," tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut dia juga kembali meluruskan bahwa kabar soal 2,8 persen sekolah telah menjadi klaster COVID-19 selama PTM adalah miskonsepsi.
Nadiem menegaskan bahwa angka tersebut adalah data kumulatif dari seluruh masa terjadinya pandemi COVID-19 bukan dari satu bulan terakhir saat PTM terjadi.
Selain itu, dia menyebut kabar yang menyebutkan 15.000 murid dan 7.000 guru positif COVID-19 sebenarnya berdasarkan laporan data mentah yang memiliki banyak sekali kesalahan.
Salah satu contoh kesalahan adalah bagaimana banyak yang melaporkan jumlah kasus positif yang justru melebihi jumlah murid yang berada di sekolah-sekolah tersebut.
Baca juga: Kabar mengenai banyak klaster COVID-19 di sekolah dibantah Menkes
Baca juga: Menkes beberkan strategi cegah klaster COVID-19 di sekolah saat PTM
Baca juga: Ridwan Kamil belum bisa pastikan informasi 150 kluster COVID-19 di sekolah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Saya lebih khawatir bahwa hanya 40 persen dari pada sekolah kita yang bisa melakukan PTM saat ini, baru melakukan PTM. Jadi ada 60 persen sekolah kita yang sebenarnya sudah boleh melakukan PTM yang belum," kata Mendikbudristek Nadiem dalam konferensi pers hasil ratas PPKM, dipantau virtual dari Jakarta pada Senin.
Kekhawatiran Nadiem itu didasari bahwa data Bank Dunia dan berbagai riset yang melaporkan adanya potensi learning loss atau kemunduran proses akademik akibat masih belum dilakukannya PTM.
Nadiem secara khusus menyoroti pentingnya pembelajaran secara langsung terutama bagi anak-anak di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD).
"Bahwa kalau sekolah-sekolah ini tidak dibuka dampaknya bisa permanen. Jadi ini merupakan suatu hal yang lebih mencemaskan buat kami adalah seberapa lama anak-anak sudah melaksanakan PJJ yang jauh di bawah efektivitas sekolah tatap muka," tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut dia juga kembali meluruskan bahwa kabar soal 2,8 persen sekolah telah menjadi klaster COVID-19 selama PTM adalah miskonsepsi.
Nadiem menegaskan bahwa angka tersebut adalah data kumulatif dari seluruh masa terjadinya pandemi COVID-19 bukan dari satu bulan terakhir saat PTM terjadi.
Selain itu, dia menyebut kabar yang menyebutkan 15.000 murid dan 7.000 guru positif COVID-19 sebenarnya berdasarkan laporan data mentah yang memiliki banyak sekali kesalahan.
Salah satu contoh kesalahan adalah bagaimana banyak yang melaporkan jumlah kasus positif yang justru melebihi jumlah murid yang berada di sekolah-sekolah tersebut.
Baca juga: Kabar mengenai banyak klaster COVID-19 di sekolah dibantah Menkes
Baca juga: Menkes beberkan strategi cegah klaster COVID-19 di sekolah saat PTM
Baca juga: Ridwan Kamil belum bisa pastikan informasi 150 kluster COVID-19 di sekolah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021