Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi mengatakan tidak menargetkan rupiah menjadi mata uang tunggal di kawasan dengan penerapan Local Currency Settlement (LCS).
Namun peran rupiah dalam perdagangan dan investasi di kawasan diharapkan dapat lebih dominan.
“Tanpa harus dijadikan mata uang tunggal, kita harap rupiah bisa menjadi mata uang yang dominan juga ujung-ujungnya,” kata Doddy dalam webinar “Dampak Penerapan LCS Diperluas, Bagaimana Nasib Rupiah?” yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Ia berpendapatan penggunaan mata uang tunggal tidak selalu positif karena akan memberikan keuntungan hanya bagi negara dengan mata uang yang sudah kuat, sebagaimana terjadi di Uni Eropa
“Kalau lihat euro, mata uang tunggal tidak selalu positif karena akan sangat memberi keuntungan kepada negara yang sudah kuat seperti Jerman, tapi justru akan melemahkan daya saing negara yang sejak awal lemah seperti Italia dan Portugis,” katanya.
Adapun latar belakang penerapan penggunaan mata uang lokal atau LCS adalah mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS).
Dengan ketergantungan ini, sedikit saja goncangan di pasar valas global yang bukan karena permasalahan domestik, akan membuat nilai rupiah terhadap dolar AS menjadi terlalu volatil.
“Volatilitas yang berlebihan tidak baik karena akan berdampak pada inflasi, ekspektasi, dan kemampuan pelaku usaha memproyeksikan dan menjalankan ekonomi atau aktivitasnya,” kata Doddy.
Karena itu, dengan penerapan LCS yang dikerjasamakan dengan empat negara, BI berupaya mendorong penggunaan mata uang non dolar AS dalam transaksi perdagangan, terutama di kawasan Asia Tenggara.
“Kemudian belakangan kita perluas juga untuk transaksi investasi dengan negara mitra kita,” ujarnya.
Baca juga: RI dan China implementasi kerja sama mata uang lokal
Baca juga: BI: Sistem LCS, transfer rupiah-ringgit dan rupiah-yen lebih fleksibel
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021