Bandung, 24/3 (ANTARA) - Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat Setiawan Wangsaatmadja, Kamis, mengatakan pada 2010 kasus pencemaran lingkungan di daerah ini mencapai 11 kasus, terdiri dari pelanggaran administrasi, perdata, dan pidana.
"Rata-rata pelanggaran yang dilakukan industri adalah tidak memfungsikan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) setiap hari," kata dia.
Sehingga, lanjut dia, limbahnya dibuang ke saluran umum sebelum diolah dalam IPAL.
Menurutnya, jumlah industri di Jabar sekitar 8.000 buah, namun mengenai spesifikasinya BPLHD masih mendatanya, ada industri besar ada juga industri rumah tangga.
Ia mengatakan, perusahaan besar mayoritas sudah mempunyai IPAL sendiri karena sesuai UU setiap perusahaan yang mengeluarkan limbah maka diwajibkan untuk memiliki IPAL.
"Kami akui biaya untuk mengoperasikan IPAL memang tidak
kecil, namun ini aturan yang harus dipatuhi, sebab jika tidak maka pencemaran lingkunagn pasti tidak bisa dikendalikan," ujar Setiawan.
Dikatakannya, pelanggaran tersebut, dijumpai ketika BPLHD melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah industri atau menerima laporan dari masyarakat.
Pihaknya mengimbau semua industri yang mengeluarkan limbah wajib memiliki dan menggunakan IPAL untuk mengelola limbahnya.
"Kalau kami melalui inspeksi ke indyustri satu per satu rasa-rasanya tidak akan. mungkin karena keterbatasan personel yang kami miliki. Pengawas di BPLD Jabar hanya 25 orang, di kabupaten/kota hanya 10 orang harus mengawasi ribuan industri. Dengan begitu kami tidak bisa mengecek ke perusahaan satu persatu," katanya.
Ia menuturkan kasus pencemaran lingkungan tahun 2010 menurun dibanding tahun 2009 yang jumlahnya mencapai 16 kasus.
Pencemaran limbah tersebut, kata Setiawan, terjadi di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan Karawang.
Ajat S
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011
"Rata-rata pelanggaran yang dilakukan industri adalah tidak memfungsikan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) setiap hari," kata dia.
Sehingga, lanjut dia, limbahnya dibuang ke saluran umum sebelum diolah dalam IPAL.
Menurutnya, jumlah industri di Jabar sekitar 8.000 buah, namun mengenai spesifikasinya BPLHD masih mendatanya, ada industri besar ada juga industri rumah tangga.
Ia mengatakan, perusahaan besar mayoritas sudah mempunyai IPAL sendiri karena sesuai UU setiap perusahaan yang mengeluarkan limbah maka diwajibkan untuk memiliki IPAL.
"Kami akui biaya untuk mengoperasikan IPAL memang tidak
kecil, namun ini aturan yang harus dipatuhi, sebab jika tidak maka pencemaran lingkunagn pasti tidak bisa dikendalikan," ujar Setiawan.
Dikatakannya, pelanggaran tersebut, dijumpai ketika BPLHD melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah industri atau menerima laporan dari masyarakat.
Pihaknya mengimbau semua industri yang mengeluarkan limbah wajib memiliki dan menggunakan IPAL untuk mengelola limbahnya.
"Kalau kami melalui inspeksi ke indyustri satu per satu rasa-rasanya tidak akan. mungkin karena keterbatasan personel yang kami miliki. Pengawas di BPLD Jabar hanya 25 orang, di kabupaten/kota hanya 10 orang harus mengawasi ribuan industri. Dengan begitu kami tidak bisa mengecek ke perusahaan satu persatu," katanya.
Ia menuturkan kasus pencemaran lingkungan tahun 2010 menurun dibanding tahun 2009 yang jumlahnya mencapai 16 kasus.
Pencemaran limbah tersebut, kata Setiawan, terjadi di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan Karawang.
Ajat S
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011