Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong percepatan penagihan tunggakan pajak dari wajib pajak di Kota Bogor yang menjadi piutang dengan nilai sekitar Rp386 miliar.
Direktur Koordinasi Supervisi (Korsup) Wilayah II KPK Yudhiawan Wibisono melalui pernyataan tertulisnya di Bogor, Rabu, menyebutkan tiga langkah yang harus dilakukan Pemerintah Kota Bogor untuk percepatan penagihan tunggakan pajak.
Ketiga langkah tersebut, yakni: pertama, penguatan database; kedua, penguatan regulasi yang mengakomodasi sanksi jika tidak memenuhi kewajiban membayar pajak; ketiga, integritas petugas pajaknya.
"Jangan sampai terjadi potensi penyimpangan karena faktor tersebut," kata Yudhiawan Wibisono.
Sebelumnya, pada rapat koordinasi antara Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor dan Direktorat Supervisi Wilayah II KPK secara virtual, Senin (23/8), Kepala Bapenda Kota Bogor Deni Hendana mengungkapkan kondisi piutang PBB-P2 Kota Bogor sampai saat ini sekitar Rp386 miliar.
"Kami sudah melakukan pressing data untuk menyortir mana objek pajak yang bisa dilakukan penagihan dan mana yang bermasalah, yakni objek pajaknya tidak diketahui siapa pemiliknya atau pemilik diketahui tetapi sudah beralih," kata Deni.
Terkait dengan punishment, Deni mengatakan bahwa beberapa tahun terakhir Bapenda Kota Bogor sudah bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Kota Bogor untuk pemanggilan.
"Akan tetapi, wajib pajak yang dipanggil kejari, tidak semunya memenuhi kewajiban. Masih ada yang menunggak atau bahkan tidak hadir memenuhi panggilan," katanya.
Deni membenarkan bahwa saat ini belum ada pranata hukum juru sita dan aturan penagihan pajak dengan surat paksa.
Saat ini, kata dia, draf petunjuk teknis (juknis) tentang penagihan pajak yang mengacu pada ketentuan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan sudah ada di Bagian Hukum Pemkot Bogor.
Menurut Deni, dasar hukumnya undang-undang yang mengatur penagihan pajak dengan surat paksa, juknisnya peraturan wali kota yang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Dirjen Pajak terkait dengan penagihan pajak dengan surat paksa.
"Tanpa adanya aturan itu dan tanpa ditunjuk juru sita maka penegakan hukumnya hanya sampai taraf imbauan," kata Deni.
Dari laporan Tim Bapenda Kota Bogor, salah satu objek piutang pajak terbesar adalah Bogor Golf Club (BGC). Total piutang pada tahun 2013 hingga 2021 sebesar Rp9,9 miliar dengan pokok piutang Rp7,34 miliar dan denda sebesar Rp2,57 miliar.
BGC sejak beroperasi, kata dia, tercatat hanya tiga kali membayar pajak, yakni pada tahun 1996, 1997, dan 1999.
Baca juga: Kanwil DJP Jabar beri penghargaan kepada camat di Kota Bogor
Baca juga: Pemkot Bogor tingkatkan target BPHTB 2021 jadi Rp165 miliar
Baca juga: Elektronik SPPT PBB diluncurkan Pemkot Bogor
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Direktur Koordinasi Supervisi (Korsup) Wilayah II KPK Yudhiawan Wibisono melalui pernyataan tertulisnya di Bogor, Rabu, menyebutkan tiga langkah yang harus dilakukan Pemerintah Kota Bogor untuk percepatan penagihan tunggakan pajak.
Ketiga langkah tersebut, yakni: pertama, penguatan database; kedua, penguatan regulasi yang mengakomodasi sanksi jika tidak memenuhi kewajiban membayar pajak; ketiga, integritas petugas pajaknya.
"Jangan sampai terjadi potensi penyimpangan karena faktor tersebut," kata Yudhiawan Wibisono.
Sebelumnya, pada rapat koordinasi antara Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor dan Direktorat Supervisi Wilayah II KPK secara virtual, Senin (23/8), Kepala Bapenda Kota Bogor Deni Hendana mengungkapkan kondisi piutang PBB-P2 Kota Bogor sampai saat ini sekitar Rp386 miliar.
"Kami sudah melakukan pressing data untuk menyortir mana objek pajak yang bisa dilakukan penagihan dan mana yang bermasalah, yakni objek pajaknya tidak diketahui siapa pemiliknya atau pemilik diketahui tetapi sudah beralih," kata Deni.
Terkait dengan punishment, Deni mengatakan bahwa beberapa tahun terakhir Bapenda Kota Bogor sudah bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Kota Bogor untuk pemanggilan.
"Akan tetapi, wajib pajak yang dipanggil kejari, tidak semunya memenuhi kewajiban. Masih ada yang menunggak atau bahkan tidak hadir memenuhi panggilan," katanya.
Deni membenarkan bahwa saat ini belum ada pranata hukum juru sita dan aturan penagihan pajak dengan surat paksa.
Saat ini, kata dia, draf petunjuk teknis (juknis) tentang penagihan pajak yang mengacu pada ketentuan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan sudah ada di Bagian Hukum Pemkot Bogor.
Menurut Deni, dasar hukumnya undang-undang yang mengatur penagihan pajak dengan surat paksa, juknisnya peraturan wali kota yang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Dirjen Pajak terkait dengan penagihan pajak dengan surat paksa.
"Tanpa adanya aturan itu dan tanpa ditunjuk juru sita maka penegakan hukumnya hanya sampai taraf imbauan," kata Deni.
Dari laporan Tim Bapenda Kota Bogor, salah satu objek piutang pajak terbesar adalah Bogor Golf Club (BGC). Total piutang pada tahun 2013 hingga 2021 sebesar Rp9,9 miliar dengan pokok piutang Rp7,34 miliar dan denda sebesar Rp2,57 miliar.
BGC sejak beroperasi, kata dia, tercatat hanya tiga kali membayar pajak, yakni pada tahun 1996, 1997, dan 1999.
Baca juga: Kanwil DJP Jabar beri penghargaan kepada camat di Kota Bogor
Baca juga: Pemkot Bogor tingkatkan target BPHTB 2021 jadi Rp165 miliar
Baca juga: Elektronik SPPT PBB diluncurkan Pemkot Bogor
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021