RSUI berhasil melakukan operasi pembesaran prostat jinak (PPJ) tanpa bekas sayatan, tindakan tersebut dilakukan dengan teknik terbaru yakni Transurethral enucleation and resection of the prostate (TUERP).

Dokter Spesialis Urologi dr. Dyandra Parikesit, B.MedSc, Sp.U dalam keterangannya, Senin mengatakan bahwa tindakan operasi Pembesaran prostat jinak (PPJ) dilakukan dengan teknik TUERP memiliki beberapa kelebihan dibanding teknik sebelumnya yaitu Transurethral resection of prostate (TURP).

"Operasi TUERP yang dilakukan di RSUI sudah menggunakan teknik terkini dengan peralatan terbaik agar dapat memberikan manfaat dan hasil untuk pasien," katanya.

Operasi TUERP menggunakan alat berupa teropong sehingga tidak meninggalkan luka. Teropong akan dimasukkan melalui saluran kemih (saat pasien dalam pembiusan), dan mengeluarkan jaringan prostat yang menyebabkan penyumbatan.

Operasi ini diindikasikan pada pasien dengan infeksi saluran kemih berulang, BAK berdarah berulang, batu kandung kemih, penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh penyumbatan akibat PPJ, dan perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran kemih bagian atas.

Lebih lanjut dr. Dyandra mengatakan bahwa lama pengerjaan operasi TUERP sekitar 1-2 jam. Pasien akan dipasang kateter selama 3 hari pasca operasi. Pada hari ketiga, diharapkan kateter sudah dapat dilepas dan pasien dapat menjalani rawat jalan. Meski proses penyembuhan tidak memerlukan waktu yang lama, setelah operasi TUERP, pasien disarankan untuk menghindari kegiatan berat selama 10-14 hari.

"Teknik TUERP diketahui memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan TURP, seperti lebih banyak jaringan yang dapat diambil, kebutuhan transfusi pasca operasi yang lebih rendah, serta pancaran kemih dan keluhan yang lebih baik. Selain itu pasien juga tidak memerlukan sayatan sehingga waktu penyembuhan lebih baik dan waktu rawat lebih singkat," jelasnya.

Menurut data penelitian, pada pria di bawah usia 40 tahun juga dapat mengalami pembesaran kelenjar prostat, tetapi jarang menimbulkan tanda dan gejala. Sekitar sepertiga pria mengalami gejala sedang hingga berat pada usia 60 tahun, dan lebih dari setengahnya terjadi pada usia 80 tahun.

Beberapa faktor resiko yang menyebabkan PPJ diantaranya, penuaan, faktor keturunan, yakni memiliki keluarga, seperti ayah atau saudara laki-laki dengan PPJ berarti akan lebih mungkin memiliki keluhan pembesaran kelenjar prostat.

Selain itu, diabetes dan penyakit jantung, penelitiAn menunjukkan bahwa laki-laki dengan diabetes, penyakit jantung dan penggunaan beta blocker (obat jantung) dapat meningkatkan risiko PPJ. Gaya hidup, obesitas atau kegemukan juga meningkatkan risiko PPJ.

Ia menjelaskan, estimasi biaya operasi TUERP di RSUI juga beragam, namun bagi masyarakat yang ingin menggunakan jaminan pemerintah, RSUI sudah dapat melayani pasien rujukan dengan jaminan BPJS Kesehatan. Dalam hal ini, penerimaan pasien sesuai dengan sistem rujukan berjenjang berdasarkan ketentuan dari BPJS Kesehatan.

RSUI terus memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Dengan teknik operasi terkini dan teknologi yang canggih, RSUI memastikan tindakan operasi dilakukan secara aman. Bagi para pria yang sudah berumur di atas 50 tahun dan mengalami gangguan kencing.

Pembesaran prostat jinak (PPJ) biasanya terjadi pada pria dewasa di atas 50 tahun. Kondisi ini memiliki gejala gangguan berkemih, seperti peningkatan jumlah berkemih harian (siang dan malam), gangguan pancaran berkemih, nyeri saat berkemih, perlunya mengedan saat berkemih, dan bahkan tidak dapat berkemih sama sekali.

Pada mayoritas kasus, keluhan penderita PPJ dapat diterapi dengan pengobatan yang rutin dan melakukan pola hidup sehat. Namun, tidak sedikit juga yang memerlukan terapi operasi agar dapat mengurangi ukuran prostat dan melebarkan saluran kemih bagian bawah.

Baca juga: Kanker prostat penyebab terbanyak kematian pada pria, kata dokter

Baca juga: Pasien kanker prostat boleh konsumsi daging rendah lemak

Baca juga: Konsumsi Tomat Bisa Cegah Kanker Prostat

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021