Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan tes wawasan kebangsaan yang merupakan salah satu syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara ( ASN) adalah bagian atau upaya pemerintah mencegah intoleransi dan radikalisme di instansi tersebut.

"Hal yang bisa dipastikan adalah justru pemerintah saat ini sedang giat menangani intoleransi dan radikalisme yang terus mengikis ideologi Pancasila," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Tidak hanya di lembaga antirasuah saja, namun upaya mencegah adanya intoleransi dan radikalisme juga dilakukan di lingkup pemerintah lainnya misal instansi ASN, Polri, TNI hingga ranah pendidikan yakni universitas dan sekolah-sekolah.

"Jadi siapa pun yang dalam dirinya bersemai intoleransi dan radikalisme, maka bisa saja tidak lolos uji moderasi bernegara dan beragama," ujar dia.

Terkait informasi tidak lolosnya sejumlah pegawai KPK dalam alih status menjadi ASN, menurutnya adalah hal biasa dan tidak perlu memantik perdebatan. Ada yang lolos dan ada yang gagal merupakan hal yang lumrah.

Tes ASN biasa dilakukan secara kuantitatif dan objektif termasuk biasanya menggunakan vendor pihak ketiga. Untuk KPK yang melakukan tes adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Senada dengan itu, Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menilai alih status pegawai KPK menjadi ASN merupakan hal yang wajar.

Menurutnya, meskipun para pegawai KPK menjadi ASN tetap diberikan ruang untuk independen dalam memberantas korupsi di Tanah Air.

"Saya tidak setuju ada istilah kalau jadi ASN menjadi tidak independen sementara penyidik korupsi itu ada di polisi dan kejaksaan," katanya.

Baca juga: Pakar Hukum: Alih status pegawai KPK jadi ASN hal yang wajar

Baca juga: Ketua KPK: Tak ada pemecatan 75 pegawai yang tak penuhi syarat jadi ASN

Pewarta: Muhammad Zulfikar

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021