Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia produsen terbesar biodiesel di dunia dengan jumlah produksi mencapai 137 ribu barel minyak per hari lebih tinggi dibandingkan angka produksi biodiesel Amerika Serikat, Brazil, dan Jerman.
"Indonesia menjadi negara produsen biodiesel terbesar di dunia dengan kapasitas 137 ribu barel minyak per hari. Sedangkan Amerika Serikat dengan 112 ribu barel, Brazil 99 ribu barel, dan Jerman 62 ribu barel minyak per hari," kata Menko dalam diskusi daring Membedah Urgensi RUU Energi Baru dan Terbarukan yang diselenggarakan CNBC TV di Jakarta, Senin.
Keberhasilan ini telah menempatkan posisi Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan dalam pasar biodiesel dunia.
Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang terdiri dari campuran senyawa methyl ester dari rantai panjang asam lemak yang diperuntukkan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel.
Indonesia menggunakan minyak sawit mentah atau CPO sebagai bahan baku utama biodiesel. Minyak sawit dipilih karena pembudidayaanya sudah mapan mengingat posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar nomor dua di dunia.
Ilmuwan mencampurkan minyak sawit sebanyak 30 persen ke dalam minyak solar, sehingga menghasilkan produk bernama B30 yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional, meningkatkan nilai tambah industri kelapa sawit, mengurangi konsumsi impor bahan bakar minyak, serta mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Dalam kerangka perubahan iklim, Indonesia berkomitmen akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dari business as usual dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030," kata Menko Airlangga.
Seperti diketahui, kegiatan produksi biodiesel di Indonesia telah berjalan cukup panjang. Pada 2008, produksi biodiesel untuk komersial mencapai 630 ribu kiloliter dengan tingkat konsumsi 23 ribu kiloliter, dan sebagian besar produksi saat itu berorientasi ekspor.
Setiap tahun angka produksi biodiesel terus mengalami pertumbuhan yang positif. Jumlah produksi biodiesel pada 2016 tercatat mencapai 3 juta kiloliter, lalu meningkat 300 persen menjadi 8,5 juta kiloliter pada 2020.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) Eddy Abdurrachman mengatakan kenaikan harga indeks pasar minyak sawit dari waktu ke waktu telah mengakibatkan harga biodisel cenderung lebih mahal ketimbang harga solar.
"Harga CPO semakin meningkat, sedangkan CPO ini sebagai bahan bakar utama biodiesel yang mengakibatkan harga biodiesel relatif tinggi dibandingkan harga solar," kata Eddy.
Pemerintah memproyeksikan insentif tambahan untuk program mandatori biodiesel pada tahun ini mencapai Rp46 triliun, seiring masih besarnya selisih antara harga minyak mentah dengan harga minyak sawit.
Baca juga: Presiden senang implementasi B30 hemat devisa Rp63 triliun
Baca juga: Pembangunan pengolahan sampah plastik jadi biodiesel di Jabar dimulai 2020
Baca juga: Pemkot Bogor dapat tawaran kerja sama pengolahan minyak jelantah jadi biodiesel
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Indonesia menjadi negara produsen biodiesel terbesar di dunia dengan kapasitas 137 ribu barel minyak per hari. Sedangkan Amerika Serikat dengan 112 ribu barel, Brazil 99 ribu barel, dan Jerman 62 ribu barel minyak per hari," kata Menko dalam diskusi daring Membedah Urgensi RUU Energi Baru dan Terbarukan yang diselenggarakan CNBC TV di Jakarta, Senin.
Keberhasilan ini telah menempatkan posisi Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan dalam pasar biodiesel dunia.
Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang terdiri dari campuran senyawa methyl ester dari rantai panjang asam lemak yang diperuntukkan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel.
Indonesia menggunakan minyak sawit mentah atau CPO sebagai bahan baku utama biodiesel. Minyak sawit dipilih karena pembudidayaanya sudah mapan mengingat posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar nomor dua di dunia.
Ilmuwan mencampurkan minyak sawit sebanyak 30 persen ke dalam minyak solar, sehingga menghasilkan produk bernama B30 yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional, meningkatkan nilai tambah industri kelapa sawit, mengurangi konsumsi impor bahan bakar minyak, serta mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Dalam kerangka perubahan iklim, Indonesia berkomitmen akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dari business as usual dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030," kata Menko Airlangga.
Seperti diketahui, kegiatan produksi biodiesel di Indonesia telah berjalan cukup panjang. Pada 2008, produksi biodiesel untuk komersial mencapai 630 ribu kiloliter dengan tingkat konsumsi 23 ribu kiloliter, dan sebagian besar produksi saat itu berorientasi ekspor.
Setiap tahun angka produksi biodiesel terus mengalami pertumbuhan yang positif. Jumlah produksi biodiesel pada 2016 tercatat mencapai 3 juta kiloliter, lalu meningkat 300 persen menjadi 8,5 juta kiloliter pada 2020.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) Eddy Abdurrachman mengatakan kenaikan harga indeks pasar minyak sawit dari waktu ke waktu telah mengakibatkan harga biodisel cenderung lebih mahal ketimbang harga solar.
"Harga CPO semakin meningkat, sedangkan CPO ini sebagai bahan bakar utama biodiesel yang mengakibatkan harga biodiesel relatif tinggi dibandingkan harga solar," kata Eddy.
Pemerintah memproyeksikan insentif tambahan untuk program mandatori biodiesel pada tahun ini mencapai Rp46 triliun, seiring masih besarnya selisih antara harga minyak mentah dengan harga minyak sawit.
Baca juga: Presiden senang implementasi B30 hemat devisa Rp63 triliun
Baca juga: Pembangunan pengolahan sampah plastik jadi biodiesel di Jabar dimulai 2020
Baca juga: Pemkot Bogor dapat tawaran kerja sama pengolahan minyak jelantah jadi biodiesel
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021