Bandung, 29/4 (ANTARA) - Pasien kanker serviks yang berobat ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung kebanyakan berasal dari daerah di kawasan pantai utara Jawa Barat, kata ahli kandungan rumah sakit itu.

"Rata-rata setiap tahun penderita kanker serviks yang datang ke RSHS berjumlah 400 orang. Mayoritas dari daerah pantura Jabar. 75 persennya sudah mencapai stadium lanjut," kata ahli kandungan RSHS Prof dr Herman Susanto pada bincang-bincang Pencegahan Kanker Serviks di UPT Kesehatan Unpad, Bandung, Kamis.

Menurut Herman, warga daerah tersebut banyak mengalami kanker serviks disebabkan oleh faktor pola hidup dan kondisi ekonomi.

Warga pantura Jabar mayoritas bekerja sebagai petani dan nelayan, kata dia, dan mereka memiliki budaya musim kawin setelah panen raya.

"Warga yang baru menikah biasanya berusia dini. Tapi ada juga warga yang menikah untuk kedua kalinya atau poligami," kata dia.

Herman menjelaskan, kanker serviks disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya virus papilloma humanus (HPV), hubungan seks usia dini, sosio-ekonomi rendah, pasangan seks ganda, gizi buruk, infeksi HIV, dan hasil "pap smear" deteksi dini abnormal.

HPV, menurut dia, merupakan faktor utama penyebab kanker serviks. "Virus itu menyerang sel-sel serviks atau leher rahim yang terluka. Biasanya leher rahim terluka karena hubungan seks, melahirkan, dan aborsi," katanya.

Gen virus masuk ke dalam gen tuan rumah (serviks) yang terluka, kata dia, sedangkan protein pembentuk sel tidak bekerja dengan semestinya atau abnormal. "Jadilah kanker serviks," kata Herman.

Dia menerangkan setiap perempuan beresiko terkena kanker serviks. Diperkirakan 80 persen perempuan akan terinfeksi HPV semasa hidupnya dan 50 persen di antaranya akan terinfeksi HPV yang menyebabkan kanker serviks.

Walaupun demikian, menurut dia, penyakit itu bisa dicegah dengan pemberian vaksinasi, karena vaksinasi dapat memberikan perlindungan silang terhadap infeksi HPV.

"Sebaiknya vaksinasi diberikan sedini mungkin yaitu pada remaja putri mulai usia 10 tahun. Vaksinasi dilakukan dalam tiga tahap pemberian yaitu bulan ke 0, 2, dan 6," kata Herman.

Namun hal ini selalu terbentur kendala biaya, kata dia, karena harga satu kali vaksinasi sekitar Rp 675.000 hingga Rp 1,2 juta. "Ini tergolong kecil bila dibandingkan biaya pengobatan bagi penderita yang telah terkena kanker serviks yaitu Rp 60 juta," katanya.

Herman menambahkan, saat ini pemerintah dan LSM kesehatan sedang gencar melakukan pemberian pendidikan mengenai kanker serviks dan sosialisasi vaksinasi. Selain itu pemerintah juga memasyarakatkan "pap smear" atau deteksi dini karena penderita kanker serviks tidak akan mengalami gejala apapun.

Kanker serviks adalah penyebab utama kematian perempuan di dunia. Di Indonesia terjadi 40.000 kasus baru per tahun. "Sedangkan di Jawa Barat terjadi 8.000 kasus per tahun," kata Herman.

Pewarta:

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010