Hasil penelitian Universitas Indonesia (UI) terhadap Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mengungkapkan bahwa peserta didik belum menerima sepenuhnya PJJ sebagai proses pembelajaran.
“Menariknya, hasil temuan kualitatif mengungkapkan bahwa model konsultatif dengan konten pembelajaran yang bersifat tacit dinilai peserta didik sebagai proses yang tidak diterima sepenuhnya oleh peserta didik sebagai proses pembelajaran," kata Ketua Tim Peneliti PJJ Devie Rahmawati, di Depok, Sabtu.
Mereka merasa tidak seperti sedang menjalani studi. Temuan penelitian ini dapat dipahami, mengingat karakter PJJ yang mengharapkan peserta didik sebagai agen pembelajaran aktif.
Penelitian ini juga menemukan bahwa para sebagian peserta didik, pengajar dan orang tua, sepakat untuk memilih pembelajaran offline kembali dilakukan selepas pandemi.
"Mereka masih menyandarkan diri pada komunikasi lisan untuk belajar. Meskipun mereka generasi internet, literasi digital yang belum cukup, membuat tidak semua peserta didik mengetahui cara mengeksplorasi pengetahuan di dunia maya,” ujar Devie Rahmawati.
Tidak hanya itu, penelitian ini menemukan juga bahwa tidak semua peserta didik di setiap jenjang pendidikan, siap untuk melakukan PJJ.
Sebelum PJJ, para peserta didik terbiasa menerima seluruh pengetahuan dari satu sumber pengetahuan, yaitu para pengajar. Para peserta didik belum terbiasa dengan model pembelajaran mandiri melalui PJJ.
Penelitian yang bekerjasama dengan Tanoto Foundation ini, menggunakan metode survei online, FGD dan Big Data selama periode September – November 2020 dengan menghadirkan peneliti UI Devie Rahmawati, Nadia Yovani, Mila Viendyasari, Indera R Irawati.
Survei online berhasil menjaring 2.320 responden yang terdiri atas 1.819 responden peserta didik (siswa dan mahasiswa); 267 responden pengajar (guru dan dosen); serta 234 orang tua.
"Penelitian menghasilkan tiga serial temuan, dimana untuk temuan pertama kami memfokuskan diri pada variabel jenis pengetahuan, persepsi siswa/mahasiswa terhadap kompetensi pengajar, pemenuhan informasi dan gaya belajar (learning style),“ ujar Mila Viendyasari, peneliti PJJ.
Studi ini menemukan bahwa jenis pengetahuan yang banyak diperoleh peserta didik selama periode PJJ ialah Tacit Knowledge yaitu pengetahuan yang berasal dari pengalaman, dan hanya mampu dipahami oleh orang yang mengalaminya.
"Hal ini sejalan dengan temuan bahwa para pengajar lebih banyak menyampaikan materi dengan model konsultatif. Pengajar memainkan peran sebagai fasilitator dan motivator bagi peserta didik. Para pengajar sudah mampu memainkan peran sebagai pengajar yang sesuai dengan karakter pembelajaran jarak jauh,” ujar Nadia Yovani, peneliti PJJ.
Ia mengatakan studi ini mendapati juga bahwa gaya belajar para peserta didik didominasi dengan gaya reflektif (58 persen) dan intuitif (52 persen). Reflektif mengacu kepada gaya belajar yang memikirkan materi dalam-dalam ketimbang mempraktikkannya. Sedangkan gaya intuitif mengacu pada upaya mempelajari konsep.
"Tidak hanya itu gaya belajar global, yaitu gaya yang mengacu kepada kemampuan untuk mengerti gambaran utuh secara jelas, namun kabur untuk detil materinya, juga memperlihatkan persentase yang tinggi yaitu sebesar (72 persen). Serta gaya belajar yang menekankan pada gaya verbal, yaitu berdiskusi dengan sesama peserta didik, juga cukup besar (56 persen),” ujar Indera Irawati, peneliti PJJ.
“Temuan kualitatif mengungkapkan bahwa gaya belajar yang menekankan pada transfer konsep dan teori (reflektif), dinilai peserta didik membuat mereka menjadi merasa lebih lelah selama PJJ," katanya.
Peneliti menilai bahwa peserta didik membutuhkan gaya belajar yang dapat membuat peserta didik aktif walau belajar di rumah.
Kebutuhan ini dapat dipenuhi bila konten pembelajaran yang diberikan selama PJJ juga mengakomodasi pembelajaran sequensial, praktik.
Hal ini yang menyebabkan para peserta didik mengakui bahwa mereka masih mengandalkan teman sebagai sumber pengetahuan.
Pengungkapan ini, peneliti analisa bukan karena PJJ adalah metode pembelajaran yang negatif. Namun, dibutuhkan waktu untuk mempersiapkan peserta didik agar terbiasa menjadi pembelajar aktif yang tidak mengandalkan satu sumber.
"Mengingat banyak hal positif dari PJJ diantaranya peserta didik menjadi lebih bebas mengeksplorasi pemenuhan informasi, tidak kaku misalnya,” ujar Nadia.
Baca juga: Guru diusulkan divaksinasi sebelum dimulai PTM
Baca juga: Komisi X DPR RI pantau pelaksanaan PJJ dan persiapan PTM Kota Bogor
Baca juga: Pemkot Bogor rencanakan belajar tatap muka di sekolah mulai 11 Januari
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
“Menariknya, hasil temuan kualitatif mengungkapkan bahwa model konsultatif dengan konten pembelajaran yang bersifat tacit dinilai peserta didik sebagai proses yang tidak diterima sepenuhnya oleh peserta didik sebagai proses pembelajaran," kata Ketua Tim Peneliti PJJ Devie Rahmawati, di Depok, Sabtu.
Mereka merasa tidak seperti sedang menjalani studi. Temuan penelitian ini dapat dipahami, mengingat karakter PJJ yang mengharapkan peserta didik sebagai agen pembelajaran aktif.
Penelitian ini juga menemukan bahwa para sebagian peserta didik, pengajar dan orang tua, sepakat untuk memilih pembelajaran offline kembali dilakukan selepas pandemi.
"Mereka masih menyandarkan diri pada komunikasi lisan untuk belajar. Meskipun mereka generasi internet, literasi digital yang belum cukup, membuat tidak semua peserta didik mengetahui cara mengeksplorasi pengetahuan di dunia maya,” ujar Devie Rahmawati.
Tidak hanya itu, penelitian ini menemukan juga bahwa tidak semua peserta didik di setiap jenjang pendidikan, siap untuk melakukan PJJ.
Sebelum PJJ, para peserta didik terbiasa menerima seluruh pengetahuan dari satu sumber pengetahuan, yaitu para pengajar. Para peserta didik belum terbiasa dengan model pembelajaran mandiri melalui PJJ.
Penelitian yang bekerjasama dengan Tanoto Foundation ini, menggunakan metode survei online, FGD dan Big Data selama periode September – November 2020 dengan menghadirkan peneliti UI Devie Rahmawati, Nadia Yovani, Mila Viendyasari, Indera R Irawati.
Survei online berhasil menjaring 2.320 responden yang terdiri atas 1.819 responden peserta didik (siswa dan mahasiswa); 267 responden pengajar (guru dan dosen); serta 234 orang tua.
"Penelitian menghasilkan tiga serial temuan, dimana untuk temuan pertama kami memfokuskan diri pada variabel jenis pengetahuan, persepsi siswa/mahasiswa terhadap kompetensi pengajar, pemenuhan informasi dan gaya belajar (learning style),“ ujar Mila Viendyasari, peneliti PJJ.
Studi ini menemukan bahwa jenis pengetahuan yang banyak diperoleh peserta didik selama periode PJJ ialah Tacit Knowledge yaitu pengetahuan yang berasal dari pengalaman, dan hanya mampu dipahami oleh orang yang mengalaminya.
"Hal ini sejalan dengan temuan bahwa para pengajar lebih banyak menyampaikan materi dengan model konsultatif. Pengajar memainkan peran sebagai fasilitator dan motivator bagi peserta didik. Para pengajar sudah mampu memainkan peran sebagai pengajar yang sesuai dengan karakter pembelajaran jarak jauh,” ujar Nadia Yovani, peneliti PJJ.
Ia mengatakan studi ini mendapati juga bahwa gaya belajar para peserta didik didominasi dengan gaya reflektif (58 persen) dan intuitif (52 persen). Reflektif mengacu kepada gaya belajar yang memikirkan materi dalam-dalam ketimbang mempraktikkannya. Sedangkan gaya intuitif mengacu pada upaya mempelajari konsep.
"Tidak hanya itu gaya belajar global, yaitu gaya yang mengacu kepada kemampuan untuk mengerti gambaran utuh secara jelas, namun kabur untuk detil materinya, juga memperlihatkan persentase yang tinggi yaitu sebesar (72 persen). Serta gaya belajar yang menekankan pada gaya verbal, yaitu berdiskusi dengan sesama peserta didik, juga cukup besar (56 persen),” ujar Indera Irawati, peneliti PJJ.
“Temuan kualitatif mengungkapkan bahwa gaya belajar yang menekankan pada transfer konsep dan teori (reflektif), dinilai peserta didik membuat mereka menjadi merasa lebih lelah selama PJJ," katanya.
Peneliti menilai bahwa peserta didik membutuhkan gaya belajar yang dapat membuat peserta didik aktif walau belajar di rumah.
Kebutuhan ini dapat dipenuhi bila konten pembelajaran yang diberikan selama PJJ juga mengakomodasi pembelajaran sequensial, praktik.
Hal ini yang menyebabkan para peserta didik mengakui bahwa mereka masih mengandalkan teman sebagai sumber pengetahuan.
Pengungkapan ini, peneliti analisa bukan karena PJJ adalah metode pembelajaran yang negatif. Namun, dibutuhkan waktu untuk mempersiapkan peserta didik agar terbiasa menjadi pembelajar aktif yang tidak mengandalkan satu sumber.
"Mengingat banyak hal positif dari PJJ diantaranya peserta didik menjadi lebih bebas mengeksplorasi pemenuhan informasi, tidak kaku misalnya,” ujar Nadia.
Baca juga: Guru diusulkan divaksinasi sebelum dimulai PTM
Baca juga: Komisi X DPR RI pantau pelaksanaan PJJ dan persiapan PTM Kota Bogor
Baca juga: Pemkot Bogor rencanakan belajar tatap muka di sekolah mulai 11 Januari
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020