Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen memberikan tips kepada masyarakat agar terhindar dari penipuan investasi yang masih marak terjadi meski di tengah pandemi COVID-19.
"Bagaimana menghindari penipuan investasi? Pertama adalah waspada terhadap penawaran investasi yang memaksa atau dengan bujuk rayu, karena sebetulnya investasi itu harus rasional," ujar Hoesen dalam sebuah seminar virtual di Jakarta, Kamis.
Kedua, masyarakat harus memastikan bahwa orang atau perusahaan yang menawarkan investasi telah berizin dari lembaga berwenang dan berkegiatan sesuai dengan izin.
"Kemudian perhatikan tawarannya ini logis atau tidak, jangan tergiur. Nanti kamu kalau beli ini masuk surga, misalnya gitu. Surga di mana, surga di dunia atau di akherat. Nah itu logis atau tidak. Pokoknya mereka umumnya mengiming-imingi dengan sesuatu yang sangat luar biasa," kata Hoesen.
Selanjutnya, masyarakat harus tetap terus mewaspadai modus investasi dengan replikasi (misalnya investasi berkedok MLM) dan penguncian dana (misalnya uang tidak boleh diambil dalam jangka waktu tertentu).
"Jadi menurut saya jangan pernah masuk ke area-area situ. Artinya kalau orang bisa jualan ke publik dengan transparan, tapi sekarang dijual lewat MLM, atau member get member, jual karena saudara atau sebagainya, berarti memang harus dipertanyakan. Kalau memang ini menggiurkan 10 persen atau 12 persen, tidak usah lewat saudara aja pasti mau kok orang kalau memang bener. Tapi banyak sekali yang tidak benar," ujar Hoesen.
Menurut Hoesen, secara tipologi, penipuan investasi biasanya menjanjikan keuntungan yang tidak wajar dan dalam waktu cepat. Selain itu, masyarakat juga dijanjikan bunga tinggi dan bebas risiko.
"Dalam investasi, kita juga harus berpikir secara jernih dan wajar. Jadi jangan tergiur dengan bunga tinggi, jadi high risk high return, makin tinggi return pasti makin tinggi risikonya, terutama risiko penipuan," katanya.
Penipuan investasi umumnya juga menyasar masyarakat yang belum paham investasi. Hoesen menuturkan, saat ini dari 268 juta penduduk Indonesia, baru 3 juta penduduk yang telah menjadi investor di pasar modal. Berikutnya, penipuan investasi biasanya juga menggunakan tokoh agama, tokoh masyarakat, atau selebriti.
"Umumnya mereka menggunakan tokoh agama, saudara, orang tua, adik, kakak, dan orang-orang yang kita hormati untuk mengiming-imingi. Tapi mohon maaf, kita hormati orangnya tapi kita juga harus mengukur pengetahuannya literasinya. Jadi jangan sampai lewat orang-orang yang kita hormati, kita terpaksa untuk masuk," ujar Hoesen.
Sementara dari sisi legalitas, ciri-ciri penipuan investasi biasanya tidak memiliki izin. Biasanya memiliki izin kelembagaan, tapi tidak ada izini usaha. Ada pula yang telah memiliki izin kelembagaan dan usaha, tapi kegiatannya tidak sesuai izin.
Kasus terakhir yang "booming" adalah kasus PT Jouska Finansial Indonesia yang mendeklarasikan sebagai perencana finansial (financial planner) namun berpraktik sebagai penasihat investasi. Izin yang dimiliki hanya kegiatan jasa pendidikan lainnya, bukan sebagai penasihat investasi.
"Jadi dari sisi legalitasnya harus ada izin. Jika ada lembaga yang tidak punya izin, dia sudah harus kita curigai. Bapak ibu harus curiga dengan itu," kata Hoesen.
Baca juga: Korban investasi bodong Cianjur lapor ke Bareskrim Mabes Polri
Baca juga: Sejumlah pemilik showroom mobil bekas di Karawang tertipu modus investasi
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Bagaimana menghindari penipuan investasi? Pertama adalah waspada terhadap penawaran investasi yang memaksa atau dengan bujuk rayu, karena sebetulnya investasi itu harus rasional," ujar Hoesen dalam sebuah seminar virtual di Jakarta, Kamis.
Kedua, masyarakat harus memastikan bahwa orang atau perusahaan yang menawarkan investasi telah berizin dari lembaga berwenang dan berkegiatan sesuai dengan izin.
"Kemudian perhatikan tawarannya ini logis atau tidak, jangan tergiur. Nanti kamu kalau beli ini masuk surga, misalnya gitu. Surga di mana, surga di dunia atau di akherat. Nah itu logis atau tidak. Pokoknya mereka umumnya mengiming-imingi dengan sesuatu yang sangat luar biasa," kata Hoesen.
Selanjutnya, masyarakat harus tetap terus mewaspadai modus investasi dengan replikasi (misalnya investasi berkedok MLM) dan penguncian dana (misalnya uang tidak boleh diambil dalam jangka waktu tertentu).
"Jadi menurut saya jangan pernah masuk ke area-area situ. Artinya kalau orang bisa jualan ke publik dengan transparan, tapi sekarang dijual lewat MLM, atau member get member, jual karena saudara atau sebagainya, berarti memang harus dipertanyakan. Kalau memang ini menggiurkan 10 persen atau 12 persen, tidak usah lewat saudara aja pasti mau kok orang kalau memang bener. Tapi banyak sekali yang tidak benar," ujar Hoesen.
Menurut Hoesen, secara tipologi, penipuan investasi biasanya menjanjikan keuntungan yang tidak wajar dan dalam waktu cepat. Selain itu, masyarakat juga dijanjikan bunga tinggi dan bebas risiko.
"Dalam investasi, kita juga harus berpikir secara jernih dan wajar. Jadi jangan tergiur dengan bunga tinggi, jadi high risk high return, makin tinggi return pasti makin tinggi risikonya, terutama risiko penipuan," katanya.
Penipuan investasi umumnya juga menyasar masyarakat yang belum paham investasi. Hoesen menuturkan, saat ini dari 268 juta penduduk Indonesia, baru 3 juta penduduk yang telah menjadi investor di pasar modal. Berikutnya, penipuan investasi biasanya juga menggunakan tokoh agama, tokoh masyarakat, atau selebriti.
"Umumnya mereka menggunakan tokoh agama, saudara, orang tua, adik, kakak, dan orang-orang yang kita hormati untuk mengiming-imingi. Tapi mohon maaf, kita hormati orangnya tapi kita juga harus mengukur pengetahuannya literasinya. Jadi jangan sampai lewat orang-orang yang kita hormati, kita terpaksa untuk masuk," ujar Hoesen.
Sementara dari sisi legalitas, ciri-ciri penipuan investasi biasanya tidak memiliki izin. Biasanya memiliki izin kelembagaan, tapi tidak ada izini usaha. Ada pula yang telah memiliki izin kelembagaan dan usaha, tapi kegiatannya tidak sesuai izin.
Kasus terakhir yang "booming" adalah kasus PT Jouska Finansial Indonesia yang mendeklarasikan sebagai perencana finansial (financial planner) namun berpraktik sebagai penasihat investasi. Izin yang dimiliki hanya kegiatan jasa pendidikan lainnya, bukan sebagai penasihat investasi.
"Jadi dari sisi legalitasnya harus ada izin. Jika ada lembaga yang tidak punya izin, dia sudah harus kita curigai. Bapak ibu harus curiga dengan itu," kata Hoesen.
Baca juga: Korban investasi bodong Cianjur lapor ke Bareskrim Mabes Polri
Baca juga: Sejumlah pemilik showroom mobil bekas di Karawang tertipu modus investasi
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020