Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menolak tudingan bahwa DPR RI belum mengkomunikasikan Undang-Undang Cipta Kerja kepada masyarakat.
Supratman menolak tudingan tersebut, sebab ia mengaku pernah mengkomunikasikan Omnibus Law itu dalam berbagai kesempatan, seperti saat seminar daring (webinar) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas fatwa halal.
"Saya pastikan kami lakukan uji publik. Bahkan, saya ingin menyampaikan beberapa kesempatan kami berkomunikasi dan mengikuti webinar bersama Majelis Ulama Indonesia terkait dengan fatwa halal," kata Supratman dalam talk show bertajuk Setahun Jokowi-Ma'ruf, di salah satu tv swasta, Jakarta, Selasa malam.
Ketua Panitia Kerja RUU Cipta Kerja itu mengingat bahwa hasil pembahasan dari webinar itu, MUI hanya menitipkan satu hal bahwa penetapan fatwa halal itu tetap berada dalam kewenangan MUI.
"Dan kami (Panja RUU Ciptaker) ikuti sesuai dengan keputusan antara pemerintah bersama dengan DPR RI," ujar Supratman.
Kemudian Panja RUU Ciptaker, kata Supratman, sudah mengikuti kemauan Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI) terkait pencabutan klaster pers dari draf UU Cipta Kerja.
"Kami mendengar keputusan publik, kami mendengar seluruh masukan publik. Akhirnya Undang-Undang Pers (Nomor 40 tahun 1999) kami keluarkan bersama dengan pemerintah. Dan kami sepakat, tidak jadi dibahas di dalam Omnibus Law," kata Supratman.
Selanjutnya, Panja RUU Cipta Kerja juga mendengar protes dari berbagai organisasi kemasyarakatan keagamaan, baik ormas-ormas Islam maupun ormas keagamaan lain, terkait klaster pendidikan UU Ciptaker.
"Itu (minta) ditarik dari Omnibus Law, kami dengar. Dan kami menyatakan bersama dengan pemerintah, akhirnya seluruh enam undang-undang yang terkait dengan pendidikan nasional, kami tarik dari Undang-Undang Cipta Kerja," kata Supratman.
Kemudian ada juga masukan dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), dan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) terkait dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
"Kami dengar masukannya, sehingga kami mengubah konsepsi yang disampaikan oleh pemerintah dalam draf yang dikirim ke DPR. Yang tadinya itu sangat sentralistik, tetapi hasil akhirnya bersama dengan pemerintah, kami bersepakat. Semua kewenangan pemerintah daerah itu tidak ada yang diambil alih, tetapi lebih disederhanakan dalam bentuk memberi kepastian dari sisi tenggang waktu sebuah permohonan perizinan," kata Supratman.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Supratman menolak tudingan tersebut, sebab ia mengaku pernah mengkomunikasikan Omnibus Law itu dalam berbagai kesempatan, seperti saat seminar daring (webinar) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas fatwa halal.
"Saya pastikan kami lakukan uji publik. Bahkan, saya ingin menyampaikan beberapa kesempatan kami berkomunikasi dan mengikuti webinar bersama Majelis Ulama Indonesia terkait dengan fatwa halal," kata Supratman dalam talk show bertajuk Setahun Jokowi-Ma'ruf, di salah satu tv swasta, Jakarta, Selasa malam.
Ketua Panitia Kerja RUU Cipta Kerja itu mengingat bahwa hasil pembahasan dari webinar itu, MUI hanya menitipkan satu hal bahwa penetapan fatwa halal itu tetap berada dalam kewenangan MUI.
"Dan kami (Panja RUU Ciptaker) ikuti sesuai dengan keputusan antara pemerintah bersama dengan DPR RI," ujar Supratman.
Kemudian Panja RUU Ciptaker, kata Supratman, sudah mengikuti kemauan Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI) terkait pencabutan klaster pers dari draf UU Cipta Kerja.
"Kami mendengar keputusan publik, kami mendengar seluruh masukan publik. Akhirnya Undang-Undang Pers (Nomor 40 tahun 1999) kami keluarkan bersama dengan pemerintah. Dan kami sepakat, tidak jadi dibahas di dalam Omnibus Law," kata Supratman.
Selanjutnya, Panja RUU Cipta Kerja juga mendengar protes dari berbagai organisasi kemasyarakatan keagamaan, baik ormas-ormas Islam maupun ormas keagamaan lain, terkait klaster pendidikan UU Ciptaker.
"Itu (minta) ditarik dari Omnibus Law, kami dengar. Dan kami menyatakan bersama dengan pemerintah, akhirnya seluruh enam undang-undang yang terkait dengan pendidikan nasional, kami tarik dari Undang-Undang Cipta Kerja," kata Supratman.
Kemudian ada juga masukan dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), dan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) terkait dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
"Kami dengar masukannya, sehingga kami mengubah konsepsi yang disampaikan oleh pemerintah dalam draf yang dikirim ke DPR. Yang tadinya itu sangat sentralistik, tetapi hasil akhirnya bersama dengan pemerintah, kami bersepakat. Semua kewenangan pemerintah daerah itu tidak ada yang diambil alih, tetapi lebih disederhanakan dalam bentuk memberi kepastian dari sisi tenggang waktu sebuah permohonan perizinan," kata Supratman.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020