Perempuan dalam video porno di Garut mengajukan pengujian Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi karena merasa sebagai korban eksploitasi seksual dan perdagangan orang yang dilakukan almarhum suaminya.

Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, Jumat, pemohon berusia 20 tahun itu dalam permohonannya menceritakan kisah hidupnya, mulai dari kondisi keluarga hingga karier bernyanyi dari desa ke desa.

Kemudian pada saat masih berusia 16 tahun, pemohon menikah siri dengan mantan suaminya yang lebih tua 14 tahun dan mengaku diperdagangkan kepada lelaki lain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

"Pemohon hanyalah seorang anak yang dimanipulasi secara kognitif untuk menuruti kehendak suami yang memiliki penyimpangan aktivitas seksual," kata pemohon dalam permohonannya.

Menurut pemohon, ia tidak pernah melihat dan mengetahui isi video yang selalu direkam mantan suaminya itu saat melakukan hubungan suami istri, termasuk video viral seks beramai-ramai yang disebar mantan suaminya melalui media sosial untuk mendapatkan uang.

Namun, pemohon diproses hukum sebagai pelaku sehingga ia menilai Pasal 8 UU Pornografi yang berbunyi, "Setiap orang dilarang dengan sengaja atau persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi", justru tidak memberikan perlindungan hukum.

Untuk itu, pemohon yang divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut selama tiga tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan tersebut meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 8 UU Pornografi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Baca juga: Polisi tangkap seorang pemeran video porno di Garut

Baca juga: Pengacara berharap tersangka lain kasus video porno di Garut ditangkap

Baca juga: Kejari Garut tolak usulan untuk hentikan kasus video porno

Pewarta: Dyah Dwi Astuti

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020