Berangkat dari semangat dan keinginan besarnya untuk terjun di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Sri Sugiarti (48) memulai perjalanan usahanya dengan mempelajari cara memproduksi warisan peninggalan budaya yaitu kerajinan batik.

Dibantu rekannya Sri Hartini, asal Pekalongan, Jawa Tengah yang telah lebih dahulu berkecimpung di wirausaha batik dan memiliki merek dagang Bulan Batik, Sugiarti belajar dari cara produksi, promosi, pemasaran hingga distribusi batik.

Atas saran rekannya pula ia memutuskan untuk belajar dari seorang mentor yang dapat mengajarkan produksi batik mulai dari proses awal pembuatan hingga pendistribusian produk yang dihasilkan.

Tahun 2007 menjadi titik awal perempuan asal Kebumen yang berhijrah ke Kabupaten Bekasi sejak 1997 itu untuk menapaki usaha batiknya bersama Sri Hartini, orang pertama yang memperkenalkan Batik Bekasi secara luas dan hingga kini masih setia mendampinginya.

"Dulu saya sama sekali tidak bisa memproduksi batik tapi karena passion saya yang begitu tinggi di bidang ini jadi saya mulai tekuni, belajar dari teman dan mentor saya dari A sampai Z," kata Sugiarti.

Setelah setahun lebih mempelajari usaha batik, Sugiarti akhirnya memutuskan untuk produksi batik pertamanya dengan pakem motif golok yang merupakan warisan peninggalan khas Bekasi.

Dia mengaku potensi usaha yang ditekuninya itu relatif besar mengingat geliat perekonomian Kabupaten Bekasi yang meningkat pesat sementara di sisi lain belum banyak pelaku usaha batik.

"Bekasi ini kan kota industri, banyak pendatang di sini. Sempat berpikir pasti mereka butuh "buah tangan" yang bisa dikenang karena itu saya berpandangan bisnis batik adalah pilihan paling tepat saat itu," katanya.

Mengangkat kearifan lokal, Sugiarti mulai mengembangkan usahanya dan setelah berhasil melakukan produksi sendiri ia pun mulai mengangkat seorang karyawan pada tahun 2009.

Berawal dari batik motif golok kini ia sudah berhasil mengembangkan batiknya dengan beragam motif yang telah dipatenkan dengan merek dagang 'Sugi Fashion'.

Sejak tahun 2009 hingga saat ini tercatat sudah ratusan motif yang diciptakan Sugiarti meski baru 15 motif yang telah dipatenkan ke Kementerian Koperasi dan UMKM dan semuanya mengacu unsur pakem Kebekasian.

Mulai dari motif golok, saung ranggon, gedung juang, taman sehati, gabus pucung, tari blantek, ondel-ondel, kecapi, hingga motif bunga teratai.

"Bekasi ini perpaduan dua budaya yakni Betawi dan Sunda. Motif Batik Bekasi terkenal dengan warna cerahnya," katanya.

Berawal dari mimpinya itu kini Sugiarti telah berhasil mewujudkan cita-citanya untuk melestarikan batik sebagai warisan kemanusiaan karya agung untuk budaya lisan dan nonbendawi Indonesia seperti yang ditetapkan badan PBB UNESCO.
 
Sri Hartini memperagakan cara membatik menggunakan cairan dengan canting tulis. (Foto: Pradita Kurniawan Syah).




Berbagi kepada UMKM

Sebagai wirausaha Sugiarti juga aktif berorganisasi. Dia tercatat sebagai anggota asosiasi muslimah pelaku UMKM di Kabupaten Bekasi Alisa Khadijah bentukan Departemen Pengembangan Peranan Wanita (DPPW) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Asosiasi muslimah itu menaungi sedikitnya 900 pelaku UMKM perempuan di 23 kecamatan se-Kabupaten Bekasi. Di sana para muslimah diajarkan bagaimana membangun karakter wanita karir yang kuat dalam mengarungi rumah tangga.

"Kita diajarkan bagaimana menjadi pelaku usaha yang kreatif serta inovatif, tetap dapat berusaha tanpa meninggalkan kodratnya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga," ungkapnya.

Dari tempat itu ia mengenalkan produk-produk batiknya secara luas kepada sesama pelaku UMKM. Di Kabupaten Bekasi saat ini terdapat enam pelaku usaha batik yang kebetulan juga menjadi anggota asosiasi yang sama yakni Alisa Khadijah.

"Jadi kita juga bisa sekalian sharing peluang usaha batik, melihat sejauh mana jangkauan usaha dan ekspansi usaha teman-teman seprofesi," katanya.

Di Alisa Khadijah pula Sugiarti akhirnya mampu menyatukan beberapa pelaku UMKM berbagai bidang usaha untuk membentuk wadah usaha bersama dengan nama Gerai Bunda Sugih.

Impian Sugiarti membentuk wadah untuk berbagi manfaat kepada pelaku UMKM lain mulai membuahkan hasil. Melalui asosiasi muslimah Alisa Khadijah, dirinya kemudian menginisiasi dibukanya Gerai Bunda Sugih di Jalan Dokter Cipto Mangun Kusumo, Ruko Plaza Lodium Blok C3 Nomor 23, Desa Simpangan, Kecamatan Cikarang Utara.

Dari total 900 anggota Alisa Khadijah, 120 di antaranya kini sudah bergabung di Gerai Bunda Sugih dengan membawa sejumlah produk untuk dijual di gerainya.

"Saya ajak teman-teman UMKM bergabung sifatnya konsinyasi karena keinginan saya setelah membangkitkan untuk produksi produk, nanti kita akan bikin sentra oleh-oleh. Jujur gerai ini baru terwujud sejak 10 tahun lebih saya berjuang," ucapnya.

Gerai Bunda Sugih rencananya akan melakukan Grand Opening pada 23 Agustus 2020 meski saat ini juga sudah beroperasi sejak pukul 09.00-21.00 WIB.

Selain wadah berjualan sejumlah aktivitas juga difasilitasi gerai itu mulai dari seminar-seminar, pelatihan workshop dan menciptakan produk baru melalui inovasi. Kemudian bagaimana cara meningkatkan kualitas produksi seperti mempercantik kemasan produk.

"Yang datang ke sini bukan hanya yang sudah memiliki branding justru kebanyakan hanya pelaku usaha yang hanya bisa bikin produk. Kemasannya hanya plastik biasa dan saya fasilitasi mereka untuk menciptakan branding melalui kerja sama pendampingan dari Jabar Juara, mendampingi merka juga agar mendapat perizinan Pirt (Produk Industri Rumah Tangga) dan sertifikasi halal produk," katanya.

"Saya ingin berbagi manfaat dengan teman-teman, yuk buatlah satu produk yang disenangi, apa passion kalian. Saya itu spesialisasinya batik tapi juga aktif di organisasi. Saya ingin teman-teman itu punya produk andalan, minimal karena punya angan-angan bagaimana Kabupaten Bekasi mempunyai sentra oleh-oleh," imbuh dia.

Beberapa produk khas Kabupaten Bekasi ditawarkan kepada konsumen di gerai milik Sugiarti dari 120 pelaku UMKM yang digandengnya mulai dari 'Batik Sugi Fashion' miliknya, Batik Canting Ayu, aksesoris, kerajinan tangan, hingga produk olahan makanan dan minuman.

Memanfaatkan limbah lingkungan, beberapa pelaku UMKM di gerai itu turut menjual produk kerajinan tangan dan aksesoris dari bahan limbah seperti tas, dompet, taplak meja, tempat pensil, gantungan kunci, hiasan dinding, bingkai foto, hingga pernak-pernik yang bekerjasama dengan bank sampah di lingkungan sekitar.

Di lantai dasar gerai, sejumlah produk olahan makanan dan minuman khas Kabupaten Bekasi juga tersedia mulai dari olahan ikan bandeng isi daging dan ayam, bandeng presto krispi, udang, frozen ikan gabus, akar kelapa, stik jengkol, kacang umpet, pempek, dodol, permen mangrove, serta olahan rumput laut.

"Kita juga punya sirup mangrove, bir pletok, kita juga punya minuman namanya wedang migunani dengan kandungan 22 bahan herbal rempah-rempah. Wedang ini best seller kita, distribusinya sampai Pontianak saat pandemi ini," katanya.

Sugiarti tak lupa selalu meyakinkan pelaku UMKM di Gerai Bunda Sugih agar percaya usaha bersama yang telah dijalankan saat ini akan lebih maju ke depan hingga nanti mimpinya untuk membuat pusat oleh-oleh khas Kabupaten Bekasi dapat terwujud.

"Mimpi saya masih sangat luas, saya ingin gandeng pengembang maupun investor agar dapat memberikan fasilitas gerai pusat oleh-oleh khas Bekasi kepada teman-teman," katanya.


Mimpi terbesar

Sugiarti mengaku sudah beberapa kali meminta difasilitasi tempat berjualan para pelaku UMKM kepada sejumlah pihak. Dia menginginkan sentra oleh-oleh khas Kabupaten Bekasi bisa dibangun di gedung DPRD, Mapolres, Korem/Kodim, objek wisata, hingga kawasan industri.

"Ke dewan sudah, ke dinas pariwisata yang punya program wisata industri juga sudah, minta difasilitasi gerai oleh-oleh khas Bekasi. Ke Polres, Korem karena tamu-tamu mereka juga banyak," katanya.

"Ini memang harus banyak yang support. Saya sangat miris terhadap pelaku UMKM karena usaha mikro itu kan sangat kecil, misal mereka punya modal Rp100.000 ingin buat minuman dengan harga Rp5.000 lalu dikirim ke saya 20 bungkus, tak berselang lama mereka sudah menanyakan kapan bu lakunya, kapan ditransfernya. Karena jika sudah laku akan memproduksi lagi, mereka tidak akan produksi lagi kalau ini belum laku," imbuhnya.

Sugiarti mencermati sejauh ini para pendatang yang berkunjung ke Kabupaten Bekasi untuk kunjungan kerja maupun sekedar berwisata membelanjakan uangnya di ibu kota karena di sini belum ada wadahnya.

"Mereka bawa uang banyak padahal tapi lagi-lagi belanjanya ke Tanah Abang Jakarta. Kenapa kita tidak menangkap peluang itu," ucapnya.

Di gerai bersama miliknya saat ini baru dikunjungi orang-orang dari dinas setempat saja namun upaya mengenalkan gerai terus dilakukan kendati ukuran luas gerai masih kecil tidak mematahkan semangat Sugiarti untuk meraih tujuan dan mimpi besar.

"Karena saya yakin, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Saya yakin perjuangan saya akan berhasil kelak di kemudian hari, mewujudkan impian saya dan teman-teman pelaku UMKM lainnya," katanya.


Pengaruh pandemi COVID-19

Masa pandemi COVID-19 diakui Sugiarti sebagai masa tersulit bagi para pelaku UMKM secara keseluruhan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Sejumlah agenda usaha terpaksa batal dilaksanakan, pesanan pelanggan juga dibatalkan, bahkan omzet pelaku UMKM merosot tajam namun di sisi lain dia tetap harus membiayai karyawan yang kini berjumlah delapan orang.

"Teman-teman bahkan ada yang sampai gulung tikar, tidak mampu produksi lagi. Secara pribadi omzet saya pun jujur saja sejak empat bulan terakhir ini zero, tidak ada pemasukan dari batik. Itu beban tapi saya juga tidak mau mengeluarkan karyawan," ungkapnya.

Tak mau patah semangat, Sugiarti pun menciptakan ide kreatif agar dapat bertahan di masa sulit ini salah satunya membuat produk baru minuman penambah imun tubuh, wedang migunani. Dia juga membuat produk Alat Pelindung Diri seperti masker.

"Kita harus kreatif agar tetap dapat pemasukan. Saya bahkan jadi reseller segala produk. Siapapun yang punya produk saya bantu jualkan lewat link yang saya miliki," katanya.

Dia mengaku sebelum pandemi COVID-19 usaha batiknya mampu meraih omzet sedikitnya Rp50 juta sebulan lewat produk seragam batik.

Sugiarti yang kini juga menjadi pembina pelaku UMKM berharap pemerintah memberikan keberpihakannya kepada UMKM secara menyeluruh, tidak tebang pilih.

Dia meyakini pemerintah mempunyai program-program yang bagus hanya saja hingga kini masih banyak teman-teman pelaku UMKM yang belum dijangkau.

"Dan kalaupun sudah dijangkau dengan program pemerintah saya berharap dikasih program yang sampai tuntas, tidak setengah-setengah," ucapnya.

"Alhamdulillah belum lama ini kita dapat kunjungan dari Prof Rully Sekretarisnya Pak Teten Masduki. Kita diberikan referensi di PNM, permodalan madani dari BUMN, ada pinjaman lunak bagi teman-teman gitu, lalu seminar-seminar," imbuh dia.

Sebagai pemilik merek dagang batik, Sugiarti berharap Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja berani membuat kebijakan yang dituangkan dalam peraturan bupati untuk mematenkan satu desain batik menjadi seragam sekolah dan kedinasan.

Menurut dia selama ini Kabupaten Bekasi belum memiliki kebijakan terukur mengenai seragam batik untuk pelajar dan pegawai pemerintahan sehingga belum dapat diterapkan dalam keseharian.

"Selama ini masih liar, boleh pakai boleh tidak. Padahal kita mampu menyiapkan itu kalau memang didukung kebijakan. Orderan batik saya sudah sampai Papua, masa di tempat sendiri kalah dengan daerah lain," kata Sugiarti.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020