Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat, memanggil dua petinggi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dalam penyidikan kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT DI Tahun 2007-2017.
"Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IRZ (bekas Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT DI)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Dua petinggi PT DI, yakni Kepala Divisi (Kadiv) Perbendaharaan PT DI Dedy Iriandy dan Pjs Manajer Sales Operation PT DI Ibnu Bintarto.
Selain itu, penyidik KPK juga memanggil dua saksi lain untuk tersangka IRZ, yaitu Kadiv Pemasaran PT DI 2007-2012 Arie Wibowo dan Direktur Keuangan PT DI 2012-2017 Uray Azhari.
Selain IRZ, KPK juga telah menetapkan mantan mantan Direktur Utama PT DI BS sebagai tersangka. Keduanya telah diumumkan sebagai tersangka pada 12 Juni 2020.
Diketahui pada awal 2008, tersangka BS dan tersangka Irz bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.
Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI. Adapun proses mendapatkan dana untuk kebutuhan tersebut dilakukan melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.
Pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.
Selanjutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 juta dolar AS atau sekitar Rp125 miliar, akibatnya total terjadi kerugian negara yang nilainya sekitar sekitar Rp330 miliar.
Setelah enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT DI diantaranya tersangka Budi, tersangka Irzal, Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, dan Budiman Saleh selaku Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI.
Baca juga: Mantan pejabat Bappenas dicecar terkait penerimaan uang dari PTDI
Baca juga: KPK konfirmasi 6 saksi soal penganggaran mitra penjualan PTDI
Baca juga: KPK panggil Kadiv Produk PTDI kasus suap
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IRZ (bekas Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT DI)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Dua petinggi PT DI, yakni Kepala Divisi (Kadiv) Perbendaharaan PT DI Dedy Iriandy dan Pjs Manajer Sales Operation PT DI Ibnu Bintarto.
Selain itu, penyidik KPK juga memanggil dua saksi lain untuk tersangka IRZ, yaitu Kadiv Pemasaran PT DI 2007-2012 Arie Wibowo dan Direktur Keuangan PT DI 2012-2017 Uray Azhari.
Selain IRZ, KPK juga telah menetapkan mantan mantan Direktur Utama PT DI BS sebagai tersangka. Keduanya telah diumumkan sebagai tersangka pada 12 Juni 2020.
Diketahui pada awal 2008, tersangka BS dan tersangka Irz bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.
Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI. Adapun proses mendapatkan dana untuk kebutuhan tersebut dilakukan melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.
Pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.
Selanjutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 juta dolar AS atau sekitar Rp125 miliar, akibatnya total terjadi kerugian negara yang nilainya sekitar sekitar Rp330 miliar.
Setelah enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT DI diantaranya tersangka Budi, tersangka Irzal, Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, dan Budiman Saleh selaku Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI.
Baca juga: Mantan pejabat Bappenas dicecar terkait penerimaan uang dari PTDI
Baca juga: KPK konfirmasi 6 saksi soal penganggaran mitra penjualan PTDI
Baca juga: KPK panggil Kadiv Produk PTDI kasus suap
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020