Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk merelokasi warga yang terdampak tanah longsor ke area yang lebih aman, kata Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil, Jumat.
Ia mengutip data Pemerintah Kabupaten Bogor yang menunjukkan bahwa 19.821 warga terdampak tanah longsor di Kecamatan Sukajaya, Jasinga, Nanggung, dan Cigudeg masih mengungsi karena rumah mereka masih membahayakan jika ditempati.
Kondisi itu, ia melanjutkan, memunculkan gagasan untuk memindahkan warga terdampak longsor di empat kecamatan itu ke daerah yang lebih aman.
"Kemarin saya ngobrol dengan Pak Menteri (Menteri PUPR Basuki Hadimuljono), Bu Ade (Bupati Bogor), nanti dihitung saja secara realistis. Kalau mau dikasih hunian sementara, titik (daerah mana saja) yang sanggup melakukan itu," kata Ridwan Kamil, yang biasa disapa Emil.
Gubernur sudah meminta Pemerintah Kabupaten Bogor mendata rumah warga yang sudah tidak bisa dihuni serta mengklasifikasikan data berdasarkan tingkat kerusakan.
Dia juga menginstruksikan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk menentukan lokasi relokasi dan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) berkenaan dengan hal itu.
"Memang isu hunian sementara belum pernah dibahas. Tapi, kalau itu menjadi solusi, kita kira fleksibel untuk mencari yang terbaik buat rakyat sambil (menunggu) hunian tetap. Yang paling ideal di satu lokasi. Nanti PTPN saya coba koordinasi," katanya.
"Ibu (tentukan) koordinatnya saja mana. Nanti saya lobi ke level pusat," katanya kepada Bupati Bogor.
Setelah ada SK Bupati mengenai data warga yang harus direlokasi dan lokasi relokasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bisa mulai membangun rumah untuk warga yang permukimannya tidak lagi bisa ditempati karena terdampak tanah longsor.
Bupati Bogor Ade Yasin sebelumnya menyatakan Pemerintah Kabupaten sedang mendata dampak bencana di wilayahnya, termasuk mendata kerusakan rumah warga yang terdampak tanah longsor dan permukiman yang tidak aman dari tanah longsor.
"Kita masih data, karena harus valid datanya, harus diulangi, ulangi, ulangi lagi. Makanya, kita menginstruksikan kepada kepala desa untuk mendata dari berbagai klasifikasi. Dari rusak ringan sampai rusak berat sampai tanahnya bisa dihuni atau tidak," katanya.
"Walau rusak ringan, tetapi daerahnya kena longsor dan dianggap tidak layak hunian, berarti itu harus direlokasi. Berarti bukan dilihat dari kondisi rumah, tapi kondisi tanah," ia menambahkan.
Pemerintah Kabupaten juga mengupayakan penyediaan hunian sementara (huntara) bagi warga yang permukimannya kena dampak longsor.
"Kalaupun tidak ada tempat atau lokasi untuk disewa, terpaksa kita bangun huntara. Walau sebenarnya tidak ada huntara, tapi kita maksimalkan dititip di rumah-rumah penduduk dengan sewa. Itu yang sedang kita data," katanya.
Pemerintah Kabupaten Bogor memperpanjang masa tanggap darurat bencana sampai 30 Januari untuk mempercepat penanggulangan dampak bencana.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Ia mengutip data Pemerintah Kabupaten Bogor yang menunjukkan bahwa 19.821 warga terdampak tanah longsor di Kecamatan Sukajaya, Jasinga, Nanggung, dan Cigudeg masih mengungsi karena rumah mereka masih membahayakan jika ditempati.
Kondisi itu, ia melanjutkan, memunculkan gagasan untuk memindahkan warga terdampak longsor di empat kecamatan itu ke daerah yang lebih aman.
"Kemarin saya ngobrol dengan Pak Menteri (Menteri PUPR Basuki Hadimuljono), Bu Ade (Bupati Bogor), nanti dihitung saja secara realistis. Kalau mau dikasih hunian sementara, titik (daerah mana saja) yang sanggup melakukan itu," kata Ridwan Kamil, yang biasa disapa Emil.
Gubernur sudah meminta Pemerintah Kabupaten Bogor mendata rumah warga yang sudah tidak bisa dihuni serta mengklasifikasikan data berdasarkan tingkat kerusakan.
Dia juga menginstruksikan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk menentukan lokasi relokasi dan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) berkenaan dengan hal itu.
"Memang isu hunian sementara belum pernah dibahas. Tapi, kalau itu menjadi solusi, kita kira fleksibel untuk mencari yang terbaik buat rakyat sambil (menunggu) hunian tetap. Yang paling ideal di satu lokasi. Nanti PTPN saya coba koordinasi," katanya.
"Ibu (tentukan) koordinatnya saja mana. Nanti saya lobi ke level pusat," katanya kepada Bupati Bogor.
Setelah ada SK Bupati mengenai data warga yang harus direlokasi dan lokasi relokasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bisa mulai membangun rumah untuk warga yang permukimannya tidak lagi bisa ditempati karena terdampak tanah longsor.
Bupati Bogor Ade Yasin sebelumnya menyatakan Pemerintah Kabupaten sedang mendata dampak bencana di wilayahnya, termasuk mendata kerusakan rumah warga yang terdampak tanah longsor dan permukiman yang tidak aman dari tanah longsor.
"Kita masih data, karena harus valid datanya, harus diulangi, ulangi, ulangi lagi. Makanya, kita menginstruksikan kepada kepala desa untuk mendata dari berbagai klasifikasi. Dari rusak ringan sampai rusak berat sampai tanahnya bisa dihuni atau tidak," katanya.
"Walau rusak ringan, tetapi daerahnya kena longsor dan dianggap tidak layak hunian, berarti itu harus direlokasi. Berarti bukan dilihat dari kondisi rumah, tapi kondisi tanah," ia menambahkan.
Pemerintah Kabupaten juga mengupayakan penyediaan hunian sementara (huntara) bagi warga yang permukimannya kena dampak longsor.
"Kalaupun tidak ada tempat atau lokasi untuk disewa, terpaksa kita bangun huntara. Walau sebenarnya tidak ada huntara, tapi kita maksimalkan dititip di rumah-rumah penduduk dengan sewa. Itu yang sedang kita data," katanya.
Pemerintah Kabupaten Bogor memperpanjang masa tanggap darurat bencana sampai 30 Januari untuk mempercepat penanggulangan dampak bencana.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020