Antarajabar.com - Konvensi Nasional Humas (KNH) 2016 yang digelar di Kota Bandung, 27-28 Oktober 2016, menegaskan komitmen insan humas untuk membangun reputasi Indonesia di kancah global.
"KNH 2016 ini merupakan pertemuan strategis dan menegaskan komitmen humas dalam mendukung dan membangun reputasi Indonesia di kancah global," kata Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhunas) Agung Laksamana saat pembukaan Konvensi Nasional Humas 2016 di Bandung, Kamis.
Ia menegaskan humas tak semata juru bicara lembaga atau institusi uang diwakilinya namun humas harus menjadi mata dan telinga bagi negara.
Selain itu, katanya, humas bisa menjaga komitmen profesi secara profesional yang mendukung visi serta misi bangsa dan negara serta memiliki "global mindset" yang berjiwa "Merah Putih".
Konvensi yang mengusung tema "The Power of PR, Membangun Reputasi Indonesia 2030" itu, dihadiri 500 orang perwakilan humas dari seluruh Indonesia dari Badan Pengurus Daerah Humas serta humas dari instansi pemerintah, BUMN, dan swasta, serta Perhumas Muda dari kalangan kampus.
Pada kesempatan itu juga ditandai dengan Deklarasi Hari Humas Nasional yang akan diperingati setiap 27 Oktober. Selain itu juga diserahkan hasil revisi Kode Etik Kehumasan Indonesia.
Menurut dia, elemen utama dari KNH 2016 antara lain kesiapan berkontribusi lebih besar untuk Indonesia. Beberapa agenda penting adalah penetapan kode etik kehumasan baru, "road map" kehumasan yakni membangun reputasi Indonesia pada 2030 serta peluncuran buku Indonesia Bicara Baik.
Manurut Agung Laksamana, seiring potensi Indonersia yang akan menjadi negara berpengaruh pada 2030, ruang lingkup humas diharapkan sudah berperan jauh di tingkat global.
"Praktisi humas harus punya 'agenda setting' dan narasi tunggal ketika berkomunikasi dengan masyarakat. Humas harus mendorong keterlibatan publik dalam mengambil keputusan serta aktif berkomunikasi kepada masyarakat," katanya.
Ia menyebutkan hal itu diperlukan karena lembaga konsultan Price Waterhouse Coopers (PwC) memproyeksikan Indonesia menjadi salah satu negara berpengaruh di dunia, yakni tujuh besar ekonomi dunia pada 2030.
Ia menyatakan KNH juga sebagai sarana diskusi terkait dengan pentingnya reformasi kelembagaan, seperti efesiensi birokrasi, peningkatan mutu layanan publik, efektifitas regulasu, akuntabilitas dan transparansi, serta penegakan hukum.
"Karenanya dibutuhkan usaha komunikasi terintegrasi dalam mengelola reputasi Indonesia," katanya.
Menurut dia, sebagai praktisi humas, konvensi menjadi medium pemikiran dalam membangun kompetensi dan perspektif global.
Ketua Panitia KNH 2016 Nurlaela Arif menyatakan perhelatan KNH tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya dengan hadirnya pembicara global, seperti DR Kangwan dari akademisi Bhurapa University Thailand.
"Pembicara global dilibatkan karena Perhumas tercatat sebagai anggota Global Alliance dan tahun ini Indonesia telah masuk MEA," kata Nurlaela.
Hadir pada pembukaan KNH 2016, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Niken Widiastuti yang juga menyampaikan buah pikirannya terkait dengan peran humas di Indonesia.