Hanya saja, dengan segala hormat, tanpa bermaksud menyingkirkan bab-bab lain yang menjadi musabab kompleks dan berlikunya penyelesaian masalah Israel-Palestina, kesediaan untuk menyudahi tragedi berkepanjangan dari negara super kuat tetap sangat menentukan. Meskipun demikian, bukan kapasitas tulisan ini untuk menelisik lebih jauh tentang negara atau entitas kuat mana yang dimaksud. Bila yang dimaksud ialah Amerika Serikat sebagai Israel besar dan Israel sebagai Amerika kecil, maka opsi jangka pendek untuk menyudahi pemandangan memilukan ini menjadi muskil terwujud.
Selalu ada harapan
Harapan yang kecil jauh lebih baik daripada tidak ada harapan sama sekali. Di Israel terdapat kelompok manusia yang menentang kebengisan pemerintahnya terhadap rakyat Gaza. Sikap hikpokrit pemerintah Amerika dan Inggris nyatanya memunggungi semangat kemanusiaan dari masyarakatnya yang tanpa lelah menyuarakan free Palestine di banyak tempat, hingga detik ini.
Slovenia, per awal Juni 2024 menjadi negara terbaru dari Eropa yang menyusul Spanyol, Norwegia, serta Irlandia yang telah lebih dulu menyatakan pengakuan kedaulatan terhadap negara Palestina. Negara lain, seperti Italia, memang belum menyatakan pengakuan atas Palestina, namun pernyataan lebih tegas dikeluarkan oleh pejabat pemerintahan Italia yang mengatakan bahwa tindakan Israel sejauh ini akan memicu konsekuensi jangka panjang, yakni terwariskannya kebencian terhadap anak-cucu.
Kita hanya menunggu langkah Makhamah Pidana Intenasional (ICC) untuk memberikan status buronan terhadap Benjamin Netanyahu, para pejabat pemerintah Israel serta pihak-pihak yang dalam pandangan hukum sebagai subjek perang, tidak terkecuali Hamas.
Sementara Indonesia senantiasa menempatkan Palestina sebagai saudara tidak pernah berpaling muka untuk mengupayakan solusi diplomatik signifikan sesegera mungkin. Begitu banyak tanda-tanda harapan di tengah ketidakpastian keamanan yang dialami warga Gaza. Bagaimanapun kita adalah bangsa yang pernah merasakan penderitaan di bawah kolonialisme. Kita memiliki kemiripan dari cerita getir di masa lalu yang bedanya hingga kini masih dirasakan oleh rakyat Palestina.
Mengibarkan bendera perang tidak ada dalam kamus kita, tetapi mengibarkan ribuan bendera perdamaian sudah menjadi identitas kita sebagai bangsa yang mencintai perdamaian. Tidak ada kesia-siaan dalam berikhtiar; dengan ajakan, dengan seruan penghentian praktik kekerasan, dengan bantuan kemanusiaan, dan segala jalan yang dibenarkan dalam sudut pandangan kemanusiaan.
Betapapun kuatnya pengaruh kezaliman di dunia ini, biarpun katanya kebengisan adalah raja yang kini tengah berkuasa, Indonesia tetap jangan berpaling dari sikap setia untuk mewujudkan perdamaian dan kesetaraan bagi dunia, khususnya bagi rakyat Palestina.
Free Palestine!
*) Ahmad Nuri, Ketua PP GP ANSOR
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gaza sekarang adalah Indonesia pada masa perang kemerdekaan