“Dari rival selama dua kali pemilu, Prabowo berkembang menjadi sekutu kuat Jokowi pada perhelatan Pemilu 2024 saat ini,” tegas Rudi.
Rudi menjelaskan korelasi antara pilpres dengan pileg dibuktikan dengan kenaikan suara dan perolehan kursi Gerindra setelah dua kali pemilu, bahkan kini berpeluang kuat merebut peringkat pertama atau mengalahkan PDIP.
Sebaliknya PDIP yang sempat anjlok kini tampak mati-matian berusaha mempertahankan diri supaya tidak kembali melorot.
“Strategi kubu PDIP yang mengusung pencapresan Ganjar untuk menyerang Jokowi merupakan bagian dari upaya mengkonsolidasikan internal partai,” terang Rudi.
Terlebih lagi, lanjutnya, dengan masuknya putera sulung Jokowi yang kini menjabat walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres Prabowo, berpotensi menggerus kekuatan inti PDIP di Jawa Tengah yang selama ini digadang-gadang sebagai kandang banteng.
Dinamika dalam dua setengah bulan masa kampanye sampai pada hari pencoblosan akan sangat menentukan apakah persaingan kedua partai yang sama-sama anggota koalisi pemerintah itu akan berujung pada perubahan peta pemenang pemilu atau PDIP mampu kembali rebound.
Peringkat ketiga masih diduduki Golkar dengan elektabilitas 9,1 persen, disusul Demokrat yang cenderung melorot dan kini sebesar 8,1 persen.
“Posisi Demokrat sebagai oposisi terus melemah, bertambah dengan gagalnya Agus Harimurti Yudhoyono merebut tiket cawapres,” ujar Rudi.
Demokrat terpental dari Koalisi Perubahan yang mengusung pencapresan Anies Baswedan, setelah kubu Muhaimin Iskandar masuk dan dideklarasikan sebagai cawapres.
“PKB bertahan pada posisi lima besar dengan elektabilitas sedikit terkoreksi menjadi 6,6 persen,” tambah Rudi.