Temuan survei Y-Publica menunjukkan elektabilitas Gerindra mencapai 18,6 persen, terpaut tipis dari PDIP yang kini sebesar 18,3 persen.
Kekuatan PDIP sempat anjlok pada survei bulan April setelah heboh penolakan kehadiran timnas Israel pada Piala Dunia U20, di mana Indonesia rencananya menjadi tuan rumah.
Perlahan elektabilitas PDIP kembali menguat, tetapi tidak cukup untuk menghadapi lonjakan Gerindra. Alhasil, Gerindra pun menyalip dan kemungkinan keluar menjadi pemenang pada Pemilu 2024 mendatang.
Menurut Rudi, melesatnya elektabilitas Gerindra ditunjang oleh tingginya dukungan publik terhadap Prabowo dalam ajang Pilpres.
“Gerindra paling menikmati coattail effect mengingat asiosasi yang kuat terhadap Prabowo sebagai figur ketua umum partai,” tandas Rudi.
Sebagai catatan, Gerindra dibentuk sebagai kendaraan politik Prabowo setelah kalah pada konvensi capres Golkar pada 2004 silam. Gerindra memulai debut pertama pada Pemilu 2009 di mana Prabowo maju sebagai cawapres mendampingi Megawati yang merupakan capres dari PDIP.
Koalisi antara PDIP dan Gerindra berlanjut pada Pilkada DKI Jakarta 2012 yang melesatkan Jokowi ke pentas nasional. Namun, perpecahan terjadi hingga PDIP dan Gerindra berhadap-hadapan selama dua kali pemilu, memunculkan pertentangan keras antara pendukung Jokowi dan Prabowo.