New York (ANTARA) - Harga minyak berjangka melemah pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), tertekan oleh dolar AS yang menguat dan kekhawatiran investor bahwa kenaikan suku bunga akan memperlambat ekonomi dan memangkas permintaan bahan bakar global.
Minyak mentah berjangka Intermediate West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret tergelincir 47 sen atau 0,6 persen, menjadi menetap di 78,59 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April merosot 20 sen atau 0,2 persen, menjadi ditutup pada 85,38 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Kerugian minyak terbatas karena pasar mendiskon kenaikan besar stok minyak mentah AS akibat penyesuaian data dan karena Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak global yang lebih tinggi.
Dolar AS naik mendekati level tertinggi enam minggu terhadap sekeranjang mata uang di tengah data penjualan ritel AS yang kuat bulan lalu dan data inflasi AS baru-baru ini, menunjukkan Federal Reserve (Fed) akan mempertahankan kebijakan moneter yang ketat.
"Harga minyak mentah berada di bawah tekanan karena dolar menguat menyusul data ekonomi yang mengesankan membuka jalan bagi pengetatan Fed lebih lanjut," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA.
Dolar yang lebih kuat dapat memangkas permintaan minyak, membuat minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Pejabat Federal Reserve mengatakan bank sentral AS perlu mempertahankan kenaikan suku bunga secara bertahap untuk melawan inflasi. Investor khawatir suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat perekonomian.
Stok minyak mentah AS melonjak 16,3 juta barel pekan lalu menjadi 471,4 juta barel, tertinggi sejak Juni 2021, kata Badan Informasi Energi (EIA) AS.