New York (ANTARA) - Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena optimisme seputar China yang melonggarkan pembatasan COVID-19 mengalahkan kekhawatiran resesi global yang akan membebani permintaan energi.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, bertambah 90 sen atau 1,2 persen, menjadi menetap di 75,19 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari terangkat 76 sen atau 1,0 persen, menjadi ditutup pada 79,8 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Harga minyak memangkas keuntungan awal, sebelum naik lagi dalam sesi yang bergejolak.
China, importir minyak mentah utama dunia, mengalami gelombang pertama dari tiga perkiraan kasus COVID-19 setelah Beijing melonggarkan pembatasan mobilitas, tetapi mengatakan berencana untuk meningkatkan dukungan ekonomi pada 2023.
"Tidak diragukan lagi bahwa permintaan dipengaruhi secara negatif," kata Naeem Aslam, analis di broker Avatrade. "Namun, tidak semuanya begitu negatif karena China telah berjanji untuk melawan semua pesimisme tentang ekonominya, dan akan melakukan apa yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi."
"Kenyataannya di sini adalah bahwa kita masih memiliki ketakutan akan resesi besar yang belum hilang," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho. "Akan sulit untuk mendapatkan keuntungan besar di sini."
Minyak melonjak menuju rekor tertinggi 147 dolar AS per barel di awal tahun setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari. Sejak itu sebagian besar keuntungan tahun ini terkoreksi karena kekhawatiran pasokan tersingkir oleh ketakutan resesi.