Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri melimpahkan tahap I berkas perkara kasus penggelapan dana sosial oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.
"Dittipideksus Bareskrim Polri melaksanakan tahap I pengiriman berkas perkara Yayasan ACT Nomor : BP/88/VIII/RES.1.24./2022/Dittipideksus, tanggal 15 Agustus 2022 dengan tersangka inisial A, IK, HH, dan NIA, terkait LP Nomor: 0364 ke Jaksa Penuntut Umum," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Sebanyak 4 tersangka yang dimaksudkan, yakni Ahyudin (A) selaku Pendiri dan Ketua Pengurus/Presiden Yayasan ACT Periode Tahun 2015-2019. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Pembina Yayasan ACT pada April 2019-Januari 2022.
Peran Ahyudin dalam perkara ini adalah membuat kebijakan pemotongan donasi yang diterima yayasan untuk pembayaran gaji, tunjangan dan fasilitas lainnya, menerima gaji sebagai pendiri, ketua pengurus, dan pembina Yayasan ACT.
"Tersangka A juga berperan membuat kebijakan untuk menggunakan dana yang diterima dari Boeing guna kepentingan di luar program Boeing," ujar Ramadhan.
Tersangka berikutnya Ibnu Khajar (IK) selaku Ketua Pengurus Yayasan dari April 2019 sampai dengan saat ini. Perannya, melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh A sebagai Pembina Yayasan, termasuk kebijakan pemotongan dana donasi yang diterima Yayasan ACT sebesar 20-30 persen.
IK juga melaksanakan kebijakan menggunakan dana dari Boeing untuk kepentingan di luar program Boeing dan menerima kekayaan yayasan dari hasil pemotongan donasi yang melebihi 10 persen.
Tersangka Hariyana Hermain (HH) selaku anggota Pengawas Yayasan Aksi Cepat Tanggap Tahun 2019 kemudian sebagai anggota Pembina Tahun 2020 hingga saat ini dan melaksanakan tugas mengelola keuangan yayasan.
Tersangka Heriyana Hermain berperan melaksanakan kebijakan Ahyudin untuk melakukan pemotongan donasi yang diterima yayasan, termasuk penggunaan dana dari Boeing untuk kepentingan di luar program Boeing, selain menerima gaji.
Tersangka keempat Novariandi Imam Akbari (NIA) selaku Anggota Pembina pada tahun 2019 kemudian menjadi Ketua Pembina pada tahun 2022 yang berperan menerima gaji sebagai Pembina Yayasan Aksi Cepat Tanggap, melaksanakan kebijakan Ahyudin untuk menggunakan dana dari Boeing guna kepentingan di luar program Boeing dan menetapkan kebijakan melakukan pemotongan donasi yang diterima yayasan pada tahun 2022 sebesar 20-30 persen.
Penyidik menetapkan 4 tersangka dengan Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Kemudian Pasal 45A Ayat (1) juncto Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.
Kemensos dan PPATK
Kementerian Sosial bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membentuk satuan tugas untuk mengawasi lembaga filantropi hingga bantuan sosial (bansos).
Menteri Sosial Tri Rismaharini di Jakarta, Kamis, mengatakan pihaknya telah berdiskusi tentang pembentukan satgas untuk kerja sama tersebut. "Bukan hanya soal izin, pengumpulan uang dan barang, izin pengumpulan uang dan barang, tapi juga bansos," kata Mensos Risma.
Mensos Risma mengatakan PPATK menyerahkan dua dokumen, yang salah satunya mengenai pengumpulan uang dan barang (PUB) pada 176 lembaga filantropi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut 176 entitas lembaga filantropi tengah didalami, termasuk pada yayasan Aksi Cepat Tanggap, yang kasusnya telah ditangani Bareskrim Polri.
"Langkah selanjutnya adalah bagaimana berikut kita pahami di masyarakat, Ibu Mensos menawarkan pembentukan satgas. Jadi akan segera kita bentuk satgas bersama terkait bagaimana yayasan PUB bisa dikelola dengan benar, secara prudent, akuntabilitas tidak terjadi kasus-kasus seperti kita baca, seperti ini yang ditangani penegak hukum," kata Ivan.
Ivan mengatakan dokumen yang diserahkan kepada Kementerian Sosial akan didalami bersama untuk dipelajari, dan diterapkan ke kasus-kasus lainnya.
Menteri Sosial Tri Rismaharini di Jakarta, Kamis, mengatakan pihaknya telah berdiskusi tentang pembentukan satgas untuk kerja sama tersebut. "Bukan hanya soal izin, pengumpulan uang dan barang, izin pengumpulan uang dan barang, tapi juga bansos," kata Mensos Risma.
Mensos Risma mengatakan PPATK menyerahkan dua dokumen, yang salah satunya mengenai pengumpulan uang dan barang (PUB) pada 176 lembaga filantropi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut 176 entitas lembaga filantropi tengah didalami, termasuk pada yayasan Aksi Cepat Tanggap, yang kasusnya telah ditangani Bareskrim Polri.
"Langkah selanjutnya adalah bagaimana berikut kita pahami di masyarakat, Ibu Mensos menawarkan pembentukan satgas. Jadi akan segera kita bentuk satgas bersama terkait bagaimana yayasan PUB bisa dikelola dengan benar, secara prudent, akuntabilitas tidak terjadi kasus-kasus seperti kita baca, seperti ini yang ditangani penegak hukum," kata Ivan.
Ivan mengatakan dokumen yang diserahkan kepada Kementerian Sosial akan didalami bersama untuk dipelajari, dan diterapkan ke kasus-kasus lainnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bareskrim limpahkan tahap satu berkas perkara empat tersangka ACT