ANTARAJAWABARAT.com,19/9 - Tiga terdakwa kasus korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung tahun anggaran 2009 dan 2010 yang merugikan negara Rp66,558 miliar hampir secara bersamaan membeli mobil baru pada 2010.
Ketiga terdakwa yaitu staf bagian keuangan Pemkot Bandung Firman Himawan, mantan ajudan Walikota Bandung Yanos Septadi, ajudan Sekretaris Daerah Luftan Barkah, diperiksa sebagai terdakwa dalam persidangan terpisah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Selasa.
Majelis hakim yang diketuai Setyabudi Tejocahyono kepada masing-masing terdakwa bertanya apakah harta mereka bertambah pada kurun 2009-2010.
Sebelumnya, para terdakwa juga telah diperiksa harta kekayaannnya di tingkat penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Firman mengakui pada 2010 membeli mobil Daihatsu Xenia secara mencicil. Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan III B yang bergaji bersih Rp2,9 juta per bulan dan memiliki tanggungan tiga anak itu mengaku membayar uang muka cicilan dari penghasilan sampingan berjualan makanan.
Sedangkan Luftan Barkah yang bergolongan III C dan memiliki tanggungan dua anak mengaku membeli mobil Grand Livina pada 2010 yang uang mukanya diperoleh dari penjualan mobil Toyota Avanza yang sebelumnya telah dimilikinya.
Luftan mengaku membeli mobil tersebut secara mencicil selama dua tahun dengan uang angsuran sebesar Rp2 juta per tahun.
Sementara itu, Yanos mengaku membeli mobil Toyota Innova pada 2010 dengan mencicil. Yanos yang memiliki tanggungan satu anak itu bergaji Rp3 juta per bulan. Selain mengangsur cicilan mobil, ia juga mengaku harus membayar angsuran kredit rumah.
Yanos hanya terdiam ketika ditanya oleh Setyabudi dari mana ia memperoleh uang muka cicilan mobil dan bagaimana ia mengatur kebutuhan hidup sehari-hari dengan gaji yang terpotong oleh kredit mobil dan rumah.
Kepada masing-masing terdakwa, majelis hakim bertanya apakah harta tersebut ada kaitannya dengan pencairan dana bantuan sosial yang dimulai pada 2009. Para terdakwa kompak membantah tudingan hakim tersebut.
Pencairan dana bantuan sosial dilakukan dengan mengatasnamakan 6 PNS di lingkungan Pemkot Bandung pada 2009 senilai Rp25 miliar dan 16 PNS pada 2010 senilai Rp40,8 miliar.
Uang tersebut seluruhnya dicairkan oleh Firman dan diserahkan kepada Bendahara Rochman yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
Rochman kemudian memberikan dana tersebut kepada para ajudan kepala daerah, wakil kepala daerah, dan sekretaris daerah, sekretaris pribadi kepala daerah, dan Kepala Bagian Tata Usaha Uus Ruslan yang juga berstatus terdakwa.
Luftan maupun Yanos dalam keterangannya mengaku menggunakan uang yang diterima dari Rochman untuk operasional pimpinan mereka. Uang tersebut juga diberikan kepada masyarakat dan organisasi masyarakat yang meminta bantuan.
Luftan dalam keterangannya di hadapan persidangan mengaku paling banyak memberikan bantuan kepada masyarakat dan organisasi masyarakat sebesar Rp25 juta.
Namun, dalam rekapitulasi yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa sebagai barang bukti untuk membuktikan uang tersebut diterima oleh para pemohon bantuan tertulis bahwa Luftan pernah memberikan uang kepada sebuah Ormas mencapai Rp40 juta.
Setelah dikonfirmasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Afrilliyana Purba, Luftan akhirnya mengaku tidak pernah menyerahkan uang bantuan tersebut. ***1***
Diah
