Bandung (ANTARA) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat menggandeng empat universitas untuk meneliti kebutuhan lembaga penyiaran dalam menghadapi era penyiaran digital atau peralihan siaran analog (Analog Switch Off, ASO).
Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet mengatakan sosialisasi terkait digitalisasi itu perlu didasari dengan penelitian agar menjadi acuan KPID Jawa Barat untuk melangkah menuju ASO pada 2022.
"Ada beberapa isu strategis yang perlu kami riset," kata Adiyana di Kantor KPID Jawa Barat, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa.
Adapun empat universitas yang turut melakukan penelitian dalam menghadapi ASO itu yakni Universitas Komputer Indonesia (Unikom), Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD), Universitas Pasundan (Unpas), dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Masing-masing universitas itu menyampaikan salah satu isu yang berkaitan dengan persiapan lembaga penyiaran termasuk KPID Jawa Barat dalam menghadapi ASO.
Di antaranya, kata Adiyana, isu terkait kesiapan masyarakat itu sendiri dalam menghadapi ASO. Dalam menghadapi digitalisasi, menurutnya ada sisi positif dan juga sisi negatifnya.
Sisi negatifnya yang perlu dihadapi antara lain, yakni belum seluruh masyarakat memiliki TV digital. Namun, sisi baiknya, masyarakat dapat memiliki keuntungan karena audio dan visual yang didapat bisa lebih jernih.
"Masyarakat siap asal jaminan untuk mendapat informasi ketika ASO ini diberlakukan, itu tidak ada lagi yang blankspot atau area kosong," kata Adiyana.
Selain itu, isu terkait kesiapan TV lokal dalam menghadapi ASO tersebut pun menjadi pembahasan. Pasalnya, ia menilai para TV lokal juga masih mengalami kendala dalam bertransformasi menuju digitalisasi.
"Kami juga memperhatikan industri TV lokal dalam membantu membenahi apa yang menjadi kendala di kawan-kawan industri TV lokal," katanya.
Lalu terkait dengan adanya pembatasan waktu putar bagi 42 lagu juga menjadi sorotan KPID Jawa Barat karena wilayah tersebut memiliki jumlah penyiaran radio yang banyak.
"Masalah lagu ini kami juga tidak mau, misalkan dicap bahwa kami merugikan lembaga penyiaran radio, karena pembatasan lagu itu," katanya.
Hal yang cukup menjadi sorotan adalah bagaimana KPID menangani sumber radikalisme yang berasal dari lembaga penyiaran. Pasalnya, kata dia, Jawa Barat dinilai menjadi episentrum paham radikalisme.
"Di bidang penyiaran juga ingin coba melihat dan memetakan bahwa lembaga penyiaran ini punya andil nggak sih dalam menangani itu, atau untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan itu dengan dakwah sejuk," katanya.
Menurutnya, penelitian yang dilakukan itu berbasis hanya di Jawa Barat. Sehingga KPID Jawa Barat sendiri dapat memiliki arah dalam menentukan kebijakan berdasarkan riset.
"Kita ingin memetakan problem-problem yang krusial di berbagai tingkatan, yang kemudian menjadi isu yang sangat strategis gitu," katanya.
Baca juga: Internet cepat tersedia setelah migrasi siaran televisi
Baca juga: Pemerintah Jawa Barat dukung migrasi ke siaran tv digital
Baca juga: Kominfo resmi tetapkan perubahan ke televisi digital mulai April 2022