Garut, 17/3 (ANTARA) - Indonesia menargetkan hasil produksi minyak akar wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat, menjadi kualitas nomor satu di dunia, karena selama ini hanya mendapatkan urutan kualitas nomor dua setelah negara Haiti.
"Indonesia khususnya di Garut berusaha mengembalikan kualitas minyak akar wangi ini nomor satu," kata Ketua Asosiasi Pengelola Minyak Atsiri, Jawa Barat, Ede Kadarusman di Garut, Kamis.
Ia menjelaskan pada era sebelum tahun 1980-an Indonesia sebagai pengekspor minyak akar wangi ke beberapa negara lain memiliki kualitas nomor satu, kemudian tergeser oleh negara Haiti yang sama memproduksi minyak akar wangi.
Penurunan kualitas tersebut, diakui Ede, ada masalah beberapa faktor saat memproduksi bahan baku akar wangi menjadi minyak dan proses budidaya bahan baku serta kurangnya dukungan dari peralatan untuk melakukan penyulingan.
"Untuk mengembalikan akar wangi kualias pertama itu salah satunya memang harus didukung peralatan dalam proses produksi dan budidayanya harus ada peningkatan," kata Ede yang menjabat sebagai ketua Koperasi Minyak Akar Wangi Kabupaten Garut.
Upaya meningkatkan kualitas nomor satu itu, kata Ede, salah satu cara yang harus dilakukan yakni dengan memperluas lahan pertanian tanaman akar wangi.
Selama ini luas lahan akar wangi di Kabupaten Garut, kata Ede, baru terdapat 2.400 hektare dan lahan yang produktif hanya 1.800 hektare sedangkan ideal lahan yang harus tersedia seluas 3.000 hektare untuk menunjang kebutuhan pasokan bahan baku.
"Kebutuhan dunia sebenarnya besar sekitar 250 ton per tahun, dan pasokan kita belum cukup besar, makanya kita selain berusaha meningkatkan pasokan, kita juga berusaha meningkatkan kualitas," katanya.
Sementara itu produksi minyak akar wangi, diterangkan Ede, sudah berlangsung sejak tahun 1918 pada masa penjajahan Belanda yang hanya melakukan pengambilan bahan baku akar wangi untuk dilakukan penyulingan di negara Eropa.
Pada tahun 1930-an, kata Ede, Indonesia memiliki alat penyulingan akar wangi hingga menjadi minyak kemudian proses penyulingan tersebut menjadi lahan usaha bagi bangsa pribumi khususnya warga Kabupaten Garut.
Ia menjelaskan, aktivitas penyulingan di Kabupaten Garut tersebar di lima kecamatan, yakni Pasirwangi, Cilawu, Boyongbong dan Leles serta Kecamatan Samarang daerah yang menjadi sentra produksi terbesar minyak akar wangi.
Minyak akar wangi yang disebut sebagai "Petiper Oil", kata Ede biasa dijadikan sebagai bahan baku utama parfum, kosmetik, dan obat-obatan.
Setelah menjadi minyak murni akar wangi, kata Ede, biasa diekspor ke negara Eropa, Francis, Belanda, Jerman, Spanyol, India, Timur Tengah, Amerika dan Jepang dengan produksi setiap tahunnya 40 hingga 50 ton minyak.
Feri P