Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI Dedy Permadi memberikan sejumlah cara bagi masyarakat agar mampu membedakan hoaks dan fakta; terutama terkait COVID-19 dan vaksinasi.
"Secara umum, hoaks disebarkan dengan bahasa yang bombastis, bersifat ajakan, kadang diselipkan opini, tidak memiliki sumber kredibel, dan tidak dapat dilakukan verifikasi dengan sumber informasi yang terpercaya. Sedangkan fakta pada umumnya dapat ditelusuri kebenaran informasi dari sumber yang kredibel," kata Dedy kepada ANTARA, Jumat.
Namun, ia mengingatkan bahwa penerapan kriteria tersebut sifatnya kasus per kasus (case-by-case), atau tiap kasus memiliki kriteria yang berbeda dan tak mesti sama.
"Untuk itu, masyarakat diharapkan untuk terus memeriksa sumber kebenaran informasi yang diterima dengan melakukan penelusuran di mesin pencari, akun sumber berita yang terpercaya, atau sumber-sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan," kata Dedy.
Kementerian Kominfo sendiri menyediakan informasi klarifikasi terkait hoaks dan disinformasi di situs resminya. Masyarakat cukup membuka laman https://www.kominfo.go.id/, lalu masuk ke menu "Publikasi" dan pilih "Laporan Isu Hoaks".
Tak hanya itu, pemerintah bekerja sama dengan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCEN) pada Januari 2021 membuat situs resmi pencarian kebenaran informasi, yang bisa diakses melalui situs http://s.id/infovaksin.
Situs ini merupakan hasil dari kerja sama dengan KPCEN dan berbagai kementerian, lembaga dan organisasi terkait di Indonesia, dan hadir sebagai pusat (hub) komunikasi publik terintegrasi yang meliputi informasi terkait upaya penanganan COVID-19, vaksinasi COVID-19, serta pemulihan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, ada tiga langkah untuk mencari dan membuktikan hoaks. Pertama, pengguna membuka tautan http://s.id/infovaksin, klik "cek & buktikan hoaks". Lalu, masukkan kata/kalimat yang ingin dicari, dan klik ikon kaca pembesar/search Selanjutnya, artikel penjelas hoaks terkait akan muncul dan dapat diakses dan dibaca sesuai fakta.
Sementara itu, agar masyarakat menjadi terliterasi dengan baik supaya bisa menangkal isu hoaks dan disinformasi, Dedy mengatakan pihaknya terus gencar untuk memberikan edukasi literasi digital.
Literasi digital sebelumnya ditargetkan mencapai di bawah 1 juta orang. Namun, mulai 2021, pemerintah menargetkan masyarakat yang terliterasi setiap tahunnya ada 12,4 juta orang.
"Kementerian Kominfo menargetkan 12.4 juta masyarakat Indonesia mendapatkan edukasi literasi digital di tahun 2021. Pada tahun 2024, kami menargetkan 50 juta masyarakat Indonesia yang berasal dari 514 kabupaten/kota pada 34 provinsi telah menerima materi edukasi literasi digital," kata Dedy.
Kominfo: Cara membedakan hoaks dan fakta
Jumat, 25 Juni 2021 12:30 WIB