Cimahi, 5/8 (ANTARA) - Setiap perusahaan di Cimahi harus mempekerjakan satu orang penyandang cacat dalam setiap 100 pekerja biasa karena menjadi salah satu poin untuk diakomodasi pada Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan yang tengah dibahas Pansus IX DPRD Kota Cimahi.
Menurut sekretaris Pansus IX DPRD Cimahi Ike Hikmawati, Kamis, aturan yang akan diterapkan bagi para pengusaha tersebut diupayakan juga untuk tidak ada pihak yang dirugikan.
Mengenai harusnya penerimaan karyawan yang cacat pun pada tataran tehnisnya akan dibahas lebih lanjut.
Selain wajib menerima pekerja cacat, perusahaan pun harus menyediakan layanan antar jemput dan makanan bergizi bagi buruh perempuan yang mendapat sif malam.
Perlindungan terhadap buruh perempuan sangat diperlukan karena mayoritas pekerja di Cimahi berjenis kelamin perempuan.
Selain fasilitas antar jemput dan makanan bergizi, raperda itu juga mengatur mengenai cuti hamil dan cuti haid bagi buruh perempuan. "Kalau perusahaan tidak memberikan hak mereka, tentu ada sanksinya. Tetapi masih akan kita bicarakan dulu," ujarnya.
Ike mengatakan, Raperda yang tengah dalam pembahasan itu pun mengatur mengenai perlindungan terhadap para pekerja anak. Pansus IX mendefinisikan pekerja anak sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah.
Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan juga diharapkan bisa menjawab terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai perjanjian waktu kerja tertentu (PKWT) serta "outsourcing."
Di dalam draf raperda disebutkan, PKWT maksimal dilakukan selama tiga tahun dan hanya untuk pekerjaan yang bersifat musiman.
"Bagi pekerja dengan PKWT juga berhak atas upah sesuai dengan UMK, tunjangan hari raya (THR), serta Jamsostek. Khusus untuk pegawai yang mogok kerja dengan pemberitahuan, perusahaan harus tetap membayarkan upahnya," paparnya.
Setiap perusahaan di kota Cimahi wajib melaporkan sistem perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) kepada Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Sosial Tenaga Kerja (DKPSSTK), 14 hari sebelum sistem tersebut diberlakukan di perusahaannya. Jika tidak ada laporan maka perusahaan tersebut dapat ditindak secara administratif.
Ditegaskannya, sanksi tersebut dapat berupa teguran, sanksi tertulis sampai pencabutan izin usaha. Dengan demikian, setidaknya sistem tenaga kontrak di Cimahi dapat ditekan. Karena selama ini praktik perekrutan tenaga kontrak berlangsung secara sembunyi-sembunyi.
"Saat ini perusahaan yang boleh melakukan sistem kerja kontrak maupun yang tidak boleh menerapkan kerja kontrak statusnya belum jelas. Untuk itu, bagi perusahaan yang menerapkan sistem kerja kontrak harus melapor kepada dinas terkait. Kemudian dinas tersebut mengecek, kalau melanggar ketentuan administratif tenaga kontrak maka tidak akan diizinkan," pungkasnya.***3***